8 research outputs found
Vonis Sanksi Pidana Tambahan oleh Hakim Berupa Pengembalian Kerugian Keuangan Negara oleh Terpidana Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Denpasar
Corruption in Indonesia has been so severed and widespread in thecommunity and very alarming, its development continues to increase from year toyear, both in number of cases and the amount of state financial losses and interms of quality. These criminal offenses commit more systematic and scope intoall aspects of life, Starting from lower level of the dominant and state officials orlaw enforcement. Judge in imposing sanctions not only imprisonment and alsofined an additional punishment, including the return of financial loss to the stateby state corruption, as well as some Denpasar District Court and the Court ofCriminal Acts of Corruption (TIPIKOR) Denpasar. Legal basis of corruption inthe judicial process is used by judges Act NO: 31 Jo Act 1999 NO: 20 of 2001 onEradication of Corruption
Kajian Yuridis Ruang Gerak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang mengikutsertakan masyarakat/LSM telah diatur dalam United Nations Convention Against Corruption 2003, khususnya pada Pasal 13 disebutkan antara lain, bahwa “masing-masing negara pihak wajib mengambil tindakan-tindakan yang semestinya, dalam kewenangannya dan sesuai dengan prinsip-pirinsip dasar hukum internalnya, meningkatkan partisipasi aktif perorangan dan kelompok di luar sector publik, seperti masyarakat sipil, organisasi-organisasi non pemerintah (NGO/LSM) dan organisasi-organisasi berbasis masyarakat. Selanjutnya bagaimana pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan kita terhadap ruang yang diberikan kepada LSM dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 memberikan jaminan yang sanagt tegas dalam Pasal 28 E ayat (3) bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluakan pendapat “Ketetapan MPR –RI Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, antara lain disebutkan…… di samping itu terdapat desakan yang kuat dari masyarakat yang menginginkan terwujudnya berbagai langkah nyata oleh pemerintah dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya dalam hal pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, memberikan kesempatan kepada masyarakat/LSM untuk ikut berpartisipasi. Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo, Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diatur dalam bab V, khususnya pada pasal 41 dan pasal 42. Demikian pula halnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 68 tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara. Secara lebih khusus peran serta masyarakat dalam hal ini lebih banyak dilalukan oleh LSM, diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 71 tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Agar LSM memiliki ruang gerak dalam menjalankan fungsinya secara efektif falam pemberantasan tindak pidana korupsi, diharapkan kepada pemerintah untuk memberikan perhatian kepada LSM mencakup antara lain: Pertama, adanya peraturan perundang-undangan yang lebih konkrit tentang kedudukan/keberadaan, bagi LSM untuk melakukan aktivitasnya. Kedua, adanya pengakuan/jaminan yang dirumuskan dalam peraturan perundangan-undangan ataupun kebijakan pemerintah, bahwa LSM diberikan ruang yang jelas secara independen dalam upaya pemberantsan korupsi; Ketiga, menjamin akses LSM terhadap sumberdaya dari berbagai sumber untuk melaksanakan kegiatannya
Sanksi Hukum terhadap Notaris yang Melanggar Kewajiban dan Larangan Undang-undang Jabatan Notaris
Law Number 2 of 2014 on Notary Function (UUJN) governs on Civil and Administrative sanctions to Notary violating obligations and prohibition as set forth in Article 16 and 17 of UUJN, however criminal sanction is not governed in the UUJN, therefore the application of criminal sanction itself has not been able to be imposed to a Notary violating the obligations and prohibitions of UUJN. And there is no arrangement to the mechanism of civil sanction imposition related to the cancellation of deed in the event of the authentic deed in the UUJN. Based on the background, the problems arising, namely, first How is the setting of legal sanctions against Notary violating Obligations and Prohibition of UUJN and second, what is the mechanism of handing down sanction (pursuant to the procedural law) to the Notary violating obligations and prohibitions UUJN how is the settlement mechanism of legal sanctions against Notary violating UUJN-P?
This study is qualified as a normative legal research. The source of legal materials for this study was obtained from primary, secondary and tertiary legal materials. The results of this thesis are civil sanction is governed in Article 16 paragraph (9 and 12), Article 41, Article 44 paragraph (5), Article 48 paragraph (3), Article 49 paragraph (4), Article 50 paragraph (5) and Article 51 paragraph (4) of UUJN. The administrative sanction is governed in Article 7 paragraph (2), Article 16 paragraph (11 and 13), Article 17 paragraph (2), Article 19 paragraph (4), Article 32 paragraph (4) Article 37 paragraph (2), Article 54 paragraph (2) and Article 65A of UUJN. Criminal sanctions are not governed, but a notary may be charged with criminal sanction pursuant to the provisions of Penal Code, providing that the act of the notary has complied with the formulation of breaches set forth in the UUJN, ethic codes and Penal Code. Second, the mechanism of application of civil sanction related to the cancellation of authentic deed into under hand deed should go through civil lawsuit process at general court lodged by the parties whose names are stipulated in the deed and suffer from damages as the effect of such deed. The mechanism of application of administrative sanctions to a notary should be directly imposed by the Supervisory Board, where the sanctions are gradually applied. The mechanism of application of criminal sanction to a notary if proved to commit the criminal act, the Notary shall be penalized and generally Penal Code can be applied to the Notary pursuant to the principle of lex spcialist derogate legi generali interpreted in a contrario manner
Pemberian Wasiat Wajibah Atas Harta Warisan Kepada Ahli Waris Non-Muslim Menurut Kompilasi Hukum Islam
Adapun tujuan penulisan adalah mengetahui dan menganalisis mengenai pengaturan wasiat wajibah dalam ketentuan fikih dan ketentuan hukum positif di Indonesia, dan dasar pertimbangan Hakim memberikan hak waris dalam bentuk wasiat wajibah kepada ahli waris non muslim. Metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pemberian wasiat wajibah hanya diperuntukkan kepada orang tua angkat atau anak angkat dan tidak untuk diberikan kepada seseorang non-muslim sebagiamana hal ini diatur pada Pasal 209 KHI. Kedua, dasar hakim pemberian wasiat wajibah bagi ahli waris beda agama adalah yurispudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 368/K/Ag/1995, atas dasar asas kebebasan yang dimiliki oleh Hakim, dan Hakim memiliki kewajiban untuk melakukan penemuan hukum menggunakan metode penafsiran historis, penafsiran sosiologis, dan argumentum peranalogium dengan berlandasakan moral, keadilan dan kemashlatan masyarakat.
 
Sinkronisasi Pengaturan Honorarium Jasa Notaris antara UUJN dengan Kode Etik Notaris
Research on synchronization of honorarium arrangements for notary services based on the synchrony of regulations in Article 36 paragraph (2) of UUJN which regulates the highest honorarium determined by notaries and Article 4 number 10 Notary Ethics Code regulates the lowest limit of honorarium set by notary associations. Based on this, the formulation of the problem: (1) What are the arrangements for the honorarium of notary services? (2) Is the sanction for a notary who does not comply with the Notary Code of Ethics regarding the rules regarding the honorarium of notary services? The purpose of this paper for know the arrangement of honorarium for notary services regulated in UUJN and Notary Code of Ethics; and to review and analyze sanctions for notaries who do not follow the rules of the Notary Ethics Code regarding regulations regarding the honorarium of notary services. The research is applied to review these legal rules, namely normative legal research carried out by applying the Statute Approach and Conceptual Approach. Legal materials are primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The regulation about honorarium that applies to a notary is Article 36 paragraph (3) of the UUJN which is concerning the highest limit of the honorarium that may be accepted by a notary; and Notaries who do not comply with the regulations stated in Article 4 number 10 of the Notary Code of Ethics they should not be punished because based on an agreement between the notary and the viewers.
Penelitian tentang sinkronisasi pengaturan honorarium jasa notaris berdasarkan ketidak sinkronan peraturan pada Pasal 36 ayat (2) UUJN yang mengatur tentang batas tertinggi honorarium yang ditentukan oleh notaris dan Pasal 4 angka 10 Kode Etik Notaris mengatur tentang batas terendah honorarium yang telah ditetapkan oleh perkumpulan notaris. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan rumusan permasalahan, yaitu: (1) Bagaimanakah pengaturan tentang honorarium jasa notaris? (2) Apakah sanksi bagi notaris yang tidak mematuhi aturan Kode Etik Notaris terkait aturan mengenai honorarium jasa notaris? Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui dan memahami pengaturan honorarium jasa notaris yang diatur dalam UUJN dan Kode Etik Notaris; serta untuk mengkaji dan menganalisis sanksi bagi notaris yang tidak mengikuti aturan Kode Etik Notaris terkait peraturan mengenai honorarium jasa notaris. Penelitian dalam bidang hukum yang diterapkan untuk mengkaji aturan hukum ini yakni penelitian hukum yang bersifat normatif yang dilakukan dengan cara melakukan pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) serta pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Bahan hukum dari penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengaturan tentang honorarium yang berlaku bagi notaris adalah Pasal 36 ayat (3) UUJN yaitu mengenai batas tertinggi dari penetapan honorarium yang boleh diterima oleh notaris; dan Notaris yang tidak memenuhi peraturan yang tertera didalam Pasal 4 angka 10 Kode Etik Notaris terkait batas terendah dari honorarium yang telah ditetapkan oleh perkumpulan sepatutnya tidak dikenakan sanksi karena berdasarkan kesepakatan antara notaris dan para penghadap