36 research outputs found

    UPAYA PENCEGAHAN KANKER SERVIKS MELALUI PENINGKATAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI WANITA DAN PEMERIKSAAN METODE IVA (INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KENTEN PALEMBANG

    Get PDF
    Kanker leher rahim atau disebut juga kanker serviks adalah sejenis kanker yang 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim. Kelompok berisiko untuk terjadinya kanker serviks adalah wanita di atas usia 30 tahun yang memiliki banyak anak dan dengan perilaku menjaga kesehatan reproduksi yang masih kurang. Kebiasaan gonta ganti pasangan seksual merupakan salah satu faktor utama penularan virus HPv penyebab kanker serviks ini terjadi. Di Indonesia hanya 5 persen yang melakukan penapisan kanker leher rahim, sehingga 76,6 persen pasien ketika terdeteksi sudah memasuki Stadium Lanjut (IIIB ke atas), karena kanker leher rahim biasanya tanpa gejala apapun pada stadium awalnya. Penapisan dapat dilakukan dengan melakukan tes Pap smear dan juga Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Di negara berkembang, penggunaan secara luas program pengamatan leher rahim mengurangi insiden kanker leher rahim yang invasif sebesar 50% atau lebih. Pada kegiatan ini akan dilakukan penyuluhan kepada kelompok berisiko tentang kesehatan organ reproduksi wanita. Isi dari penyuluhan memuat pengetahuan mengenai pengertian kanker serviks, gejala, faktor risiko dan juga cara pencegahannya. Setelah dilakukan penyuluhan akan disaring peserta penyuluhan yang bersedia untuk diikutkan dalam pemeriksaan skrining kanker serviks melalui metode IVA (Inspeksi Visual Asam asetat) pada hari berikutnya. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa tidak ditemukannya kelainan pada serviks dan jika memang ditemukan adanya kelainan pada serviks (dengan berbagai stadium) dapat disarankan tindakan pencegahan lebih lanjut agar tidak berkembang menjadi kanker. Jika ditemukan pasien yang positif menderita kanker serviks juga akan diberikan saran agar segera memeriksaan diri ke rumahsakit untuk dilakukan penatalaksanaan segera

    Prinsip Penatalaksanaan Dislokasi Sendi Temporomandibular

    Get PDF
    Mekanisme dislokasi sendi temporomandibular bervariasi tergantung pada jenis dislokasi seperti dislokasi akut, kronis menahun, dan rekuren kronis. Mekanisme tersebut sangat berhubungan dengan struktur dan fungsi sendi temporomandibular yaitu sebagai sistem pengunyahan yang dinamis. Pemahaman yang komprehensif terhadap proses patologi penting untuk penatalaksanaan semua jenis pergeseran kondilus mandibularis dari posisi normalnya pada fossa glenoid. Perawatan yang lebih kompleks dan invasif mungkin tidak serta merta menjadi pilihan dan memberikan hasil yang terbaik. Oleh karena itu pendekatan konservatif harus dimaksimalkan dan dimanfaatkan dengan tepat sebelum dilakukan teknik bedah yang lebih invasif

    Struktur Anatomi Wajah Terhadap Gigi Kaninus Maksila

    Get PDF
    Posisi gigi kaninus sangat penting dalam susunan gigi tiruan karena memberikan dukungan jaringan pada sudut mulut dan posisinya sebagai titik lengkung gigi. Lebar ujung intercanine (ICTW) perlu diperhatikan secara lengkap dalam hal estetika gigi tiruan karena dari gigi kaninus dapat memberikan informasi berharga untuk memilih ukuran gigi anterior atas. Evaluasi struktur anatomi wajah seperti lebar distal permukaan kaninus (WDC), terkait dengan landmark wajah termasuk lebar interalar (IAW), lebar intercommissural(ICoW), dan jarak antara garis proyeksi kiri dan kanan diambil dari dalam canthus mata pada alae hidung (DPICa) juga memiliki keterkaitan terhadap gigi caninus sebagai pertimbangan tenaga kesehatan dalam membuat gigi tiruan

    PENGARUH HIPERTENSI TERHADAP GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA: SYSTEMATIC REVIEW

    Get PDF
    Abstrak Hipertensi dapat terjadi pada semua usia dan jenis kelamin yang berdampak terjadinya berbagai komplikasi, termasuk gangguan kognitif. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hipertensi terhadap gangguan fungsi kognitif, khususnya pada populasi lanjut usia. Studi ini dibuat menyesuaikan PRISMA melalui database PubMed, Science Direct, Europe PMC, Willey Online Library, Sage Journal, dan DOAJ dengan pemfokusan pada hipertensi dan fungsi kognitif pada lansia. Terpilih lima studi terpilih dengan partisipan berjumlah 16.435. Hasil observasi berupa adanya pengaruh hipertensi terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia, terutama pada domain memori dan kecepatan pemrosesan. Dapat disimpulkan bahwa tingginya tekanan darah, baik sistolik maupun diastolik, berpengaruh terhadap gangguan fungsi kognitif. Kata kunci: Hipertensi, Gangguan Kognitif, Lansia Abstract Hypertension can occur to every age and gender, can be complicated to vary diseases, including cognitive impairment. This study aims to determine the effects of hypertension to cognitive impairment in Elder. This study was adjusted by PRISMA through PubMed, Sciece Direct, Europe PMC, Willey Online Library, Sage Journal, and DOAJ databases with highlighted to hypertension and cognitive function in elder. Five studies were selected with 16.435 participants. The results showed that hypertension affect the cognitve function in elder, especially in domain of memory and processing speed. In the conclusion, high blood pressure, either systolic and diastolic, affects cognitive impairment Keywords: Hypertension, Cognitive Impairment, Elde

    GAMBARAN RADIOLOGIS CALCANEUS PADA PENGAYUH BECAK

    Get PDF
    Tujuan: Penggunaan otot rangka yang berlebihan pada pengayuh becak dapat menyebabkan gangguan pada  tendon Achilles yang menerima tekanan yang cukup besar dalam waktu yang cukup lama sehingga dapat menyebabkan perubahan pada kartilago pada tualng calcaneus di kaki.   Metode : Penelitian yang dilakukan merupakan observasional dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) pada pengayuh becak di Kotamadya Palembang.  Subjek penelitian adalah tiga puluh orang  pengayuh becak yang telah menjalani profesinya lebih dari lima  tahun. Pemeriksaan radiologis  dilakukan di BBLK Palembang.    Hasil : Pengayuh becak dengan gambaran calcaneus spur sebanyak 19 orang (63,3%). Pengayuh becak yang mengalami calcaneus spur yang mengalami nyeri kaki sebanyak 11 orang (73,3%) dari 15 responden sedangkan responden yang tidak mengalami nyeri kaki sebanyak 8 orang (53,3%) dari 15 responden. Hasil uji statistik dengan menggunakan chi square didapatkan p value = 0,449.   Simpulan : Sebagian besar pengayuh becak memiliki gambaran calcaneus spur. Namun tidak ada hubungan antara nyeri kaki  dengan calcaneus spur.  Kata kunci : calcaneus, pengayuh beca

    Factors Affecting Low Back Pain (LBP) among Public Transportation Drivers

    Get PDF
    Low back pain (LBP) is one of the most common health problems among public transportation drivers. On the average, public transportation drivers has 12 hours working time per day with prolonged static sitting position so that it can cause problems such as muscle and spine pain in the lower back area. This study was conducted to analyze what factors affect LBP the most among public transportation drivers in Palembang. This analytic observational reasearch is using cross sectional design and incidental sampling technique. Subject of the research is 60 public transportation drivers in Palembang. LBP is measured with Nordic Questionnaire and the other factors is measured with self identity questionnaire, Perceived Stress Scale and anthropometric measurement. Data is analysed with Chi-Square method and logistic regression analysis. Thirty seven drivers (61,7%) of 60 drivers complained about LBP. There is significant association of LBP with age (p=0.044), BMI (p=0.006), working period (p=0.037), working time (p=0.040), and smoking (p=0.016), but no significant association with waist circumference (p=0.111), pelvis height (p=0.066), psychosocial stress (p=0.229), and family history(p=0.443). Multivariate analysis with logistic regression showed that BMI is associated with LBP (p=0.002). There is significant association between LBP with age, BMI, working period, working time, and smoking. BMI has a greater association with LBP.

    Body Mass Index as a Parameter of Running Speed

    Get PDF
    Speed is determined by several factors such as anatomical and physiological factors. Body Mass Index (BMI) is one of an indicator from anthropometric measurement that is relevant to distinguish the capacity and performance of athletes. The aim of this study is to investigate the correlation between BMI and running speed.  It was an observational research with cross-sectional design of 35 students of Athlete High School in Palembang.  students. The primary data was taken from anthropometric measurements (stature meters, weight scales, meters) and assessment of 50 meters running speed tests. Data analysis was executed by using Pearson or Spearman correlation test in SPSS. The BMI of subjects varied from 17.05 to 27.12 with mean 21.48. The running speed of subjects varied from 5.67 to 8.17 m/s, with an average of 6.78 m/s. The bivariate analysis showed that there was a weak negative correlation between BMI and running speed (r = -0160). There was a weak negative correlation between BMI and running speed  (r = -0160). A negative correlation means that the greater BMI then the less time it takes to run at a distance of 50 meters, in other words, the better performance of athletes

    Nyeri Pinggang dan Faktor-Faktor Risiko Yang Mempengaruhinya

    Get PDF
    Tujuan: Keluhan nyeri punggung bawah atau pinggang (low back pain-LBP) masih tetap menjadi keluhan yang banyak dijumpai pada setiap orang. Keluhan ini juga banyak dijumpai di kalangan pekerja dari berbagai jenis pekerjaan. Akibat rasa nyerinya, pekerja terpaksa beristirahat dan mencari penyembuhan sehingga banyak kehilangan waktu kerja, menghabiskan banyak biaya untuk pengobatan, dan menurunkan produktivitas. Pada pekerja, ada beberapa faktor risiko utama yang diduga berperan dalam terjadinya LBP yaitu stres fisik, stres psikososial, karakter pribadi, dan karakter fisik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji nyeri pinggang, faktor-faktor risiko dan hubungan antara nyeri pinggang dengan faktor-faktor risiko tersebut.   Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah case control study. Populasi adalah pria atau wanita usia produktif. Sampel pada kelompok kasus ditentukan ahli penyakit dalam.   Hasil: Pada penelitian ini telah dilakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh, pemeriksaan radiologi rontgen foto lumbal antero-posterior dan lateral serta ditanyakan juga riwayat merokok, posisi kerja, dan beban pekerjaan. Tiap variabel dihubungkan dengan kejadian LBP dengan menggunakan uji hipotesis Chi-Square Test. Merokok dan IMT memiliki hubungan bermakna dengan terjadinya LBP (p0,05).   Simpulan: Tingkat risiko terbesar untuk terjadinya LBP diantara keempat variabel yang diteliti adalah merokok dengan nilai OR 2,813. Pada penelitian penentuan posisi kerja dan beban pekerjaan ditentukan atas dasar wawancara antara petugas dan responden sehingga masih menimbulkan bias.   Kata Kunci: Nyeri pinggang, merokok, posisi kerja, beban kerja, indeks massa tubu

    Clinical Characteristics of Ocular Toxoplasmosis Patients

    Get PDF
    Toxoplasma gondii infection causes posterior uveitis and blindness. The diagnosis of ocular toxoplasmosis is based on typical clinical findings accompanied by positive anti-Toxoplasma serology. This study aims to see the clinical characteristics of ocular toxoplasmosis patients. Cross-sectional observational descriptive research is done. This study used 2019-2021 medical records from RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang patients. The highest incidence of ocular toxoplasmosis at RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang in 2019-2021 occurred in 2021 (54.5%). The most common age range found in this case is the age group of 0-19 years (45.5%) and the majority are women (72.7%). The majority of patients are out of work (45.5%) and live outside Palembang (81.8%). The most lateralization was found in the right eye (63.6%). The most commonly complained clinical symptom is blurred vision (90.9%). Clinical signs were found lesions of retinochoroiditis in the macular (45,5%), in the extramacular (18,2%), chorioretinal scar (90,9%), vitritis (54,5%), decreased visual acuity (100%), and increased IOP (36,4%). Anti-Toxoplasma IgG was found positive in all patients. The highest incidence of ocular toxoplasmosis was found in 2021. The most commonly complained clinical symptom is blurred vision and the most commonly found clinical sign is a decrease in visual acuity.  Toksoplasmosis okular adalah penyebab utama dari uveitis posterior yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii dan dapat menyebabkan kebutaan. Diagnosis toksoplasmosis okular didasarkan pada temuan klinis yang khas disertai serologi anti-Toksoplasma yang positif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik klinis pasien toksoplasmosis okular. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif observasional dengan desain potong lintang. Data sekunder penelitian  adalah rekam medis pasien di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2019-2021. Angka kejadian toksoplasmosis okular di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2019-2021 yang terbanyak terjadi pada tahun 2021 (54,5%). Rentang usia yang paling banyak ditemukan pada kasus ini adalah kelompok usia 0-19 tahun (45,5%) dan mayoritasnya adalah perempuan (72,7%). Lateralisasi terbanyak ditemukan pada mata kanan (63,6%). Gejala klinis yang paling sering dikeluhkan adalah penglihatan kabur (90,9%). Tanda klinis ditemukan lesi retinokoroiditis di makula (45,5%), di ekstramakula (18,2%), chorioretinal scar (90,9%), vitritis (54,5%), penurunan visus (100%), dan peningkatan TIO (36,4%). IgG anti-Toxoplasma ditemukan positif pada seluruh pasien. Angka kejadian toksoplasmosis okular terbanyak ditemukan pada tahun 2021. Gejala klinis yang paling sering dikeluhkan adalah penglihatan kabur dan tanda klinis yang paling banyak ditemukan adalah penurunan visus

    Pirani Score Difference in CTEV Patients Treated with Ponseti’s Serial Cast in RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

    Get PDF
    Congenital talipes equinovarus (CTEV) is a congenital deformity involving calcaneo-navicular complex. It is best understood with mnemonic CAVE which includes cavus, adduction, varus, and equinus of the foot. Ponseti’s method, the gold standard of treating CTEV, includes strapping and tapping technique, manipulation, serial casting, and functional therapy. The purpose of this study is proving that there is a significant Pirani score difference in CTEV patients treated with Ponseti’s serial casts. It is an observational study with time series design. Observation and evaluation to the CTEV patients were conducted during the period of August-December 2017 at The Orthopedics Clinic in RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang. All the data were analyzed with Wilcoxon test using IBM SPSS version 24. Total 14 CTEV feet were treated with Ponseti method. From all of the 7 patients, four were females (57.1%) and three were males (42.9%). Every patient had bilateral deformity and less than a year in age. Mean Pirani score of the study group after the second plaster cast were 3.78 ± 2.05 for the left feet and 4.07 ± 1.66 for the right feet. Mean post-treatment Pirani score of the study group, respectively left and right feet, were 0.57 ± 0.60 and 0.28 ± 0.39. Total 92% of the feet were treated successfully by Ponseti’s serial casts. There is a significant difference in Pirani score before and after the treatment of CTEV using Ponseti’s serial casts (p < 0.05)
    corecore