23 research outputs found

    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Depok

    Full text link
    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS DEPO

    Status Kesehatan Masyarakat Di Daerah Tertinggal

    Full text link
    Status kesehatan masyarakat dapat diketahui dari status morbiditas atau penyakit, status mortalitas atau tingkat kematian penduduk atau status gizi pada penduduk dalam masyarakat. Berdasarkan data Riskesdas 2007, data Susenas 2007, dilakukan kajian untuk mengetahui gambaran status kesehatan masyarakat yang tinggal di daerah tertinggal. Kajian ini diharapkan dapat dipergunakan oleh pengambil kebijakan dan sebagai data dasar perbaikan yang berdampak ke status kesehatan masyarakat yang berada di daerah tertinggal. Sampel 199 kabupaten daerah tertinggal. Hasilnya status gizi Balita BB/U (22,5%), TB/U (41,3%) dan BB/TB (15,2%), kondisi ini masih tinggi dibandingkan daerah yang tidak tertinggal. Cakupan imunisasi lengkap (32,5%) dan kunjungan neonatal ke petugas kesehatan (KN1: 42,3% dan KN2: 24,2%) masih rendah bila dibandingkan daerah tidak tertinggal. Cakupan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan (47,1%) masih sangat rendah bila dibandingkan dengan daerah lain. Sebaliknya ASI Eksklusif (44,3%) lebih baik bila dibandingkan daerah tidak tertinggal. Sedangkan cakupan Ante Natal Care (K1: 65,4%) masih rendah dibandingkan daerah tidak tertinggal. Prevalensi penyakit Infeksi/menular masih tinggi di daerah tertinggal dibandingkan daerah tidak tertinggal. Prevalensi penyakit tidak menular termasuk gangguan mental paling banyak di daerah Tertinggal dibandingkan daerah tidak tertinggal. Prevalensi kurus pada orang dewasa cukup tinggi dibandingkan daerah tidak tertinggal. Sedangkan prevalensi berat badan lebih dan obese masih rendah dibandingkan daerah tidak tertinggal. Status kesehatan lingkungan masih jelek/rendah (akses RT air bersih: 51,9%, akses RT jamban: 30,5%, kepadatan hunian: 80%, dan lantai tanah: 83,2%) bila dibandingkan daerah tidak tertinggal. Dari kesimpulan dapat disarankan sebagai berikut: diperlukan kebijakan yang lebih khusus untuk peningkatan status kesehatan masyarakat yang tinggal di daerah tertinggal, perlu mendapat perhatian khusus untuk menurunkan angka kesakitan penyakit menular dan penyakit tidak menular di daerah Tertinggal

    Penerapan Model Pengembangan Sistem Registrasi Kematian Dan Penyebab Kematian Di Kabupaten/kota Daerah Pengembangan

    Full text link
    Registrasi Vital termasuk didalamnya penguatan registrasi kematian dengan mencatat sebab kematian sangat dibutuhkan di bidang kesehatan untuk membuat perencanaan intervensi guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Undang-undang no 23 tahun 2006 tentang kependudukan tercantum bahwa setiap kejadian kematian harus dilaporkan.Salah satu tujuan dari penelitian ini untuk mengembangkan model sistem registrasi kematian dan penyebab kematian di tingkat Kabupaten/Kota yang berkelanjutan menuju Sistem Registrasi Vital yang menyeluruh. Penelitian ini merupakan penelitian “Operasional” yang berupa studi pengembangan sistem registrasi kematian dan penyebab kematian dalam rangka menuju Registrasi Penyebab Kematian secara penuh yang mencakup seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia. Prinsip dari Model Sistem Pelaporan Penyebab Kematian merujuk pada model generic. Informasi kejadian kematian di peroleh dari administrasi kependudukan dan jajarannya. Selanjutnya dari informasi tersebut ditelusuri oleh petugas kesehatan untuk mendapatkan penyebab kematian dengan menggunakan kuesioner Autopsy Verbal(AV) dan mengisi Formulir Keterangan Penyebab Kematian (FKPK). Pengembangan sistem ini menghasilkan informasi tentang angka kematian dan pola penyebab kematian. Data kematian belum tercatat seluruhnya di Kelurahan/ Kantor desa maupun di kecamatan. Untuk itu sangat diperlukan adanya koordinasi lintas sektoral. Dari model generic registrasi pelaporan pencatatan kematian dan penyebab kematian, dikembangkan menjadi model yang sudah disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.Tidak semua daerah pengembangan memodifikasi model generic, karena sudah dirasa memadai dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah setempat. Pengembangan sistem registrasi kematian dan sebab kematian di kabupaten/ kota dilakukan bersama-sama lintas sektor dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menjadi leading sector. Dinas Kesehatan berperan dalam perbaikan catatan dan pelaporan sebab kematian. Kerjasama ini harus dapat dijabarkan hingga desa/kelurahan

    Analisis Deskriptif Kesehatan Lingkungan di Daerah Tertinggal, Perbatasan, Kepulauan dan Terpencil (Dtpk-t)

    Full text link
    Dalam Renstra Kementerian Kesehatan RI tahun 2009-2014 prioritas kesehatan antara lain peningkatan pelayanan kesehatan di DTPK dan meningkatkan penyehatan dan pengawasan kualitas lingkungan. Kajian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran status kesehatan lingkungan penduduk yang tinggal di DTPK-T. Sampel berasal dari 199 kabupaten (kab) daerah tertinggal, 20 kab/kota daerah perbatasan, 19 kab/kota daerah kepulauan dan 35 kab daerah terpencil. Hasil penelitian rumah tangga yang mempunyai akses yang baik terhadap air bersih di daerah kepulauan 58,6%, di daerah tertinggal 51,9%. Akses rumah tangga terhadap jamban paling tinggi di daerah kepulauan (42,4%) dan daerah terpencil (34,7%). Kepadatan hunian rumah di daerah terpencil sangat rendah (74,6%). Jenis lantai rumah bukan tanah paling banyak di daerah perbatasan dan tertinggal (83%). Hasil penelitian menunjukkan akses rumah tangga terhadap air bersih paling baik di daerah kepulauan dan daerah tertinggal serta di kab bukan daerah tertinggal, akses rumah tangga terhadap jamban paling tinggi di daerah kepulauan dan daerah terpencil serta di kab bukan daerah tertinggal. Secara keseluruhan status kesehatan lingkungan yang baik banyak ditemukan di daerah kepulauan (58,6%). Diperlukan kebijakan yang lebih khusus untuk peningkatan status kesehatan masyarakat yang tinggal di daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan dan terpencil (DTPK-T), program peningkatan perpipaan air bersih untuk menjangkau rumah tangga yang berada di DTPK-T dan program jambanisasi untuk seluruh rumah tangga di DTPK-T.Kata kunci : kesehatan lingkungan, daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan, terpencil.AbstractIn Strategic Plan of Ministry of Health year 2009-2014, health priority, among others are to increase health service enhanced at DTPK and health restructure and environment quality supervision. This study aims to detect environment health status description of society who live in DTPK-T. Sample are from 199 less development district area, 20 borderlands district/city area, 19 archipelagoes district/city area and 35 purilieus/remote district. The result shows that households which have good access towards clean water is at archipelagoes district/city area (58.6%) and less development area (51.9%). The highest rate of household access towards lavatory is at archipelago area (42.4%) and purilieus (34.7%). The lowest house dwelling density is at purilieus/remote area (74.6%). House floor type of not soil most is at borderland and less development area (83%). The result of the study shows that the access of household towards clean water best is at archipelago area and less development area and at development district area, the highest rate of household access towards lavatory is at archipelago area and purilieus and also at development district area. Overall good environmental health status are found in the archipelago area (58,6%). It is suggested to have more special policy to enhance health status of community who live in less development district area, borderland, archipelago and remote area (DTPK-T), program to enhance clean water piping to reache out for household reside in DTPK-T and lavatory programming to entire households at DTPK-T.Keywords : environment of health, less development area, borderland area, archipelago area, remote area

    Gambaran Status Kesehatan Penduduk Di Daerah Perbatasan

    Full text link
    The border region is a regional / geographic region associated with neighboring countries, withpeople living in this region united by ties of socio-economic and socio-cultural scope of a particularadministrative region after an agreement between states that border. Community health status can beknown of the status or disease morbidity, mortality or death status of the population or the nutritional statusof residents in the community. The health status of people living in border regions is expected to remainvery low when compared with other regions. Based on the data, Riskesdas 2007, data SUSENAS 2007, anddata Podes 2008, doing research to find out the picture of the health status of populations in border areas.This review is expected to be used by policy makers and the improvement of data base that affect the healthstatus of people residing in border areas. Total Samples 19 district border area. Sample population living inborder areas in 19 district : district Natuna, district Kupang, TTU, Belu, Sambas, Sanggau, Sintang, KapuasHulu, Bengkayang, Kutai Barat, Malinau, Nunukan, Kep. Talaud, North Halmahera, Jayapura, Merauke,Pegunungan Bintang, Boven Digoel and Keerom. Nutritional status of children of weight for age (27.1%),height for age (43.5%) and weight for height (16.2%) and this condition is still high compared with otherregions. Complete immunization coverage (44.2%) and neonatal visits to health care workers (KN1: 40%and KN2: 23.5%) were still low when compared with other regions. The scope of delivery by trained healthaides (48%) is still very low when compared with other regions. Instead exclusive breastfeeding (45.1%)better than other regions. Coverage of Ante Natal Care (Kl: 76.1%) is quite high compared to otherregions. The prevalence of infectious diseases / communicable still high in the Border region from otherregions. The prevalence of non-communicable diseases including mental disorders in the areas mostDisadvantaged from other regions. The prevalence of underweight in adults is quite high compared to otherregions. While the prevalence of overweight and obesity is still low compared with other regions.Environmental health status is poor 1 low (household access to clean water: 48.6%, household accesslatrine: 29.9%, density of occupancy: 75.9%, and the ground floor: 83.1%) when compared with otherregions . In the border areas, the ratio of doctors (17.4/100 000 population) below average, and the ratio ofdentists (4.8/100 000 population), manteri ratio of health personnel (55.6/100 000 population) aboveaverage, even midwife ratio (76.4/100 000 population) is more than twice the national average, but stilldoes not reach the target INA 2010, 100/100, 000. May be required as follows: more specific policies areneeded to improve the health of people living in border areas (DTPK), need special attention to reduce theincidence of infectious diseases. Nevertheless, the construction of health institutions in each region/city orhospital or border health center. Policies should be specialized in health workers and even a doctor to theborder area

    Status Mortalitas Dan Pola Penyebab Kematian Di Kabupaten Sukabumi Tahun 2007

    Full text link
    Indicators of mother and child survivalship generally has been accepted as an indicator of MMRatio, U5MR including IMR. Those indicators are reflecting the health status as stated in the Healthy Indonesia 2010 and Millennium Development Goals (MDGs). The benefit of this survey is to support evidence based data as a basic policy to reduce MMRatio and U5MR. The objective of this survey was to identify mortality status and also the cause of death in Sukabumi people. The survey design was cross sectional, the sample was all mothers who have been delivered and lived in Puskesmas study area in Sukabumi District area. The number of sample was 3008 household member interviewed. The result of IMR in Sukabumi 2006 was 45.7 per 1000 LB while the U5MR ways 59 per 1000 LB. The highest proportion of causes of death was cardiovascular system that is 18 percent, then, that of digestive system 9 percent. The recommendation is strengthening of midwives role in village and in Puskesmas, so that everydelivery can be assisted by health providers. Intensive education to reduce mortality cause by cardiovascular system is also necessary
    corecore