10 research outputs found

    Kedudukan Hukum Akta Ppat Setelah Terbitnya Sertipikat Karena Peralihan Hak Atas Tanah

    Full text link
    Berdasarkan Pasal 1 angka 4 dan Pasal 2 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998, bahwa akta PPAT mempunyai dua fungsi yaitu sebagai alat bukti perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan sebagai alat pendaftaran guna Perubahan data pendaftaran tanah. Ketika terjadi peralihan hak atas tanah, maka fungsi akta PPAT sebagai alat pendaftaran selesai dan menyisakan akta PPAT sebagai alat bukti perbuatan hukum. Begitu pula, bila terjadi peralihan hak berikutnya, maka akan menyisakan kembali akta PPAT sebagai alat bukti perbuatan hukum.                 Ada dua isu hukum yang dikaji terhadap kedudukan akta PPAT terkait dengan kewajiban PPAT menyimpan aktanya, yakni (1) kedudukan hukum akta PPAT yang dijadikan dasar penerbitan sertipikat setelah mengalami peralihan hak berikutnya dan (2) tanggung jawab PPAT terhadap akta yang telah mengalami peralihan hak berikutnya terkait dengan kewajibannya menyimpan akta. Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif beranjak dari kekosongan norma terhadap kedudukan akta PPAT yang membawa ikutan terhadap tanggung jawab PPAT terkait kewajibannya menyimpan akta. Pendekatan penelitian terdiri dari pendekatan Perundang-undangan dan pendekatan konsep.                 Dari hasil penelitian ini disimpulkan, bahwa kedudukan hukum akta PPAT yang dijadikan dasar penerbitan sertipikat setelah mengalami peralihan hak berikutnya dapat dikategorikan sebagai arsip inaktif, sedangkan terhadap akta PPAT untuk peralihan hak atas tanah berikutnya dapat dikategorikan sebagai arsip yang masih aktif. Akta PPAT dikategorikan sebagai arsip aktif selama 5 tahun, sedangkan sebagai arsip inaktif selama 30 tahun. Terhadap isi perbuatan hukum dalam akta yang sudah final menghentikan tugas produk hukum tersebut. Dalam hal akta PPAT telah mengalami peralihan hak berikutnya maka berhenti tanggung jawab PPAT, norma hukum sekalipun tidak beralih mengacu pada 30 tahun, terlebih lagi telah dialihkan.         Kepastian terhadap kedudukan akta PPAT juga memberikan kepastian terhadap tanggung jawab PPAT. Tanggung jawab PPAT harus dibedakan antara tanggung jawabnya sebagai pejabat umum dan tanggung jawabnya sebagai penyimpan dokumen negara, sehingga PPAT tidak berorientasi bertanggung jawab tanpa batas. Kata kunci : Akta PPAT, Alat Pendaftaran, Alat Bukti Perbuatan Hukum dan Peralihan Hak Atas Tanah

    Perlindungan Hukum Bagi Jabatan Notaris Berdasarkan Pasal 66 Uujn Setelah Lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 49/puu-x/2012

    Full text link
    Notary Supervisory Regional Assembly (MPD) is an institution that is based upon the provisions of Article 66 and Article70 (a) of Law No. 30 of 2004 Regarding Notary. The presence of MPD in the practice of providing protection for the notary public to call as a witness to the deed is made?? for the purpose of investigations or proceedings in a civil or criminal case. Based MKRI's Decision Number 49/PUU-X-2012 dated May 28, 2013, authorized the MPD as a protective institution notary office to be reduced, so that each call-related notary deed made?? in the examination as a witness or as a defendant/suspect by police, prosecutors and following a court decision photo copy minute deed or notarial protocol in storage no longer require the approval ofthe MPD. Issues arising under the MKRI's decision are the lack of legal protection forthe notary, but notary publicis an officer who makes authentic act that has legal force and position it perfectly guaranteed by law. Based on the problems, can be formulated in concerns about how the form of legal protection for the office of notary public in the event ofa notary as a witness by calling the police or the courts after the birth of the MKRI Judgment and Decision MKRI whether it also resulted in  the provision of Article 70 (a) does not need to be implemented by the MPD in relation to the result of calling the notary deed is made
    corecore