20 research outputs found

    BIONOMI VEKTOR MALARIA KELOMPOK Anopheles punctulatus (Anopheles farauti, Anopheles koliensis, Anopheles punctulatus) DI PROVINSI PAPUA

    Get PDF
    ABSTRAKMalaria merupakan masalah kesehatan utama di Provinsi Papua dengan angka Annual Parasite Incidence (API) padatahun 2011 sebesar 58 per 1000 penduduk dan Annual Malaria Incidence (AMI) sebesar 169 per 1000 penduduk. Vektormalaria Papua dilaporkan Anopheles farauti, An. punctulatus dan An. koliensis. Tiga spesies tersebut aktif menggigit padamalam hari (nokturnal), antropofilik dengan karakteristik tempat perkembangbiakan, aktifitas menggigit, dan tempatistirahat dilaporkan spesifik setiap spesies. Kajian ini untuk melihat beberapa aspek bionomi (tempat perkembangbiakan,aktifitas menggigit, dan tempat istirahat. Larva An. farauti memiliki habitat di daerah pantai, perairan payau (memilikitoleransi terhadap salinitas 4,6%), irigasi buatan atau alami. Nyamuk dewasa An. farauti betina bersifat nokturnal,eksofagik, eksofilik, dan antropofilik. Larva An. koliensis tidak ditemukan di perairan payau, banyak ditemukan di hutanrawa, hutan sagu, kolam semi permanen atau permanen yang dangkal dan terpapar sinar matahari langsung. Nyamukdewasa An. koliensis bersifat nokturnal, antropofilik (78% menggigit manusia), eksofagik, eksofilik sedangkan larva An.punctulatus tidak ditemukan di air payau, tetapi ditemukan pada kolam dengan air jernih atau keruh dengan vegetasi atautanpa vegetasi air. Larva An. punctulatus juga ditemukan di hutan sagu dan hutan rawa dengan paparan sinar mataharilangsung. Nyamuk dewasa An. punctulatus bersifat nokturnal, antropofilik (98% menggigit manusia), eksofagik, endofilik.Data dasar mengenai perilaku nyamuk Anopheles (bionomi) sangat diperlukan dalam mengembangkan pola intervensi dankontrol vektor yang lebih efektif dan efisien

    Bionomy of Anopheles Punctulatus Group (Anopheles Farauti, Anopheles Koliensis, Anopheles Punctulatus) Malaria Vector in Papua Province

    Full text link
    Malaria is a major health problem in Papua province with Annual Parasite Incidence (API) was reported 58/1000population in 2011, and the Annual Malaria Incidence (AMI) was 169/1000 population. The malaria vector in Papua wereAnopheles farauti, An. punctulatus and An. koliensis. These three species were nocturnal, antrophopilic with the diferrencebionomics such as breeding habitats, biting activity, and resting places. The aim of this study was to determine the bionomicaspects of the malaria vectors (resting places, biting activity and breading habitats) in the study areas. The larvae of An.farauti was reported found at coastal, area with brackish water (salinity ± 4.6 %), natural or artificial irrigation canals.Adult female mosquitoes of An. farauti were found nocturnal, eksofagik eksofilik , and antrophopilic habit. An. koliensislarvae not found in brackish, they were found in the swamp and sago forest, semipermanent or permanent ponds whichshallow and exposed to direct sunlight . Adult mosquitoes of An. koliensis were nocturnal, antrophopilic (78% human bites),eksofagik, eksofilik. The larvae of An. punctulatus was not found in brackish water, it was found in a pool with clear or turbidwater which presence or no water vegetation, the larvae of An. punctulatus also found in sago and swamp forest withexposure to direct sunlight. Adult mosquites of An. punctulatus were nocturnal, antrophopilic (98% human bites), eksofagik,endofilik. Basic data on the behaviour of Anopheles spp (bionomic) is necessary in developing effective and efficientintervention pattern and control vector

    DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KABUPATEN KEEROM PROVINSI PAPUA TAHUN 2011-2014

    Get PDF
    Kejadian Luar Biasa (KLB) demam berdarah Dengue di Papua pernah dilaporkan pada tahun 1993, 1994 dan 2001. DiKabupaten Keerom sudah ditemukan kasus DBD walaupun jumlahnya sedikit.Tujuan penulisan artikel ini untukmemberikan gambaran mengenai situasi DBD di Kabupaten Keerom periode 2011-2014 sehingga dapat digunakan menjadi data dasar program pengendalian DBD. Artikel ini menggunakan hasil kajian data sekunder DBD dari Dinas KesehatanKabupaten Keerom dan Balai Metereologi dan Geofisika (BMG) Jayapura, kemudian dilakukan analisis secara deskriptifuntuk menilai kecendrungan kasus DBD periode tahun 2011-2014. Angka insidensi (IR) cenderung meningkat dari 15.99 per100.000 penduduk tahun 2011 menjadi 19.30 per 100.000 penduduk pada tahun 2012, 28.97 per 100.000 penduduk padatahun 2013 dan 34.44 per 100.000 penduduk pada tahun 2014. DBD periode 2011-2014 lebih banyak ditemukan pada laki-laki(31 kasus) dibandingkan perempuan (20 kasus), sedangkan kelompok umur yang paling banyak terkena demam berdarah adalah kelompok usia 5-14 tahun. DBD di Kabupaten Keerom mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan mobilitas penduduk, pembukaan lahan pemukiman dan juga adanya pengaruh perubahan iklim global

    Analisis Model Faktor Risiko Infeksi Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides) pada Murid SD di Distrik Arso Kabupaten Keerom Papua

    Full text link
    Infeksi soil transmitted helminthes (STH), merupakan penyakit neglected tropical diseases yang disebabkan oleh beberapa spesies cacing yaitu Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale dan Trichuris trichiura. World Health organization (WHO) memperkirakan 250 juta orang terinfeksi askariasis. Kondisi geografis, sosial-budaya, ekonomi, pendidikan, Perubahan iklim merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi infeksi askariasis. Jumlah kasus kecacingan di Kabupaten Keerom yaitu 599 kasus pada tahun 2011, identifikasi faktor-faktor risiko terhadap penularan penyakit askariasis dapat digunakan mengembangkan metode intervensi yang efektif dan efisien. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross sectional) dengan lokasi di Distrik Arso, Kabupaten Keerom pada bulan September-Desember 2012. Sampel merupakan murid SD kelas 3 – 6 sebanyak 224 murid SD yang bersedia ikut dalam penelitian. Pengambilan data faktor risiko menggunakan kuesioner terstruktur, pengukuran antropometri dan kadar Hemoglobin (Hb) menggunakan Quick Chek Hb-meter. Spesimen tinja diperiksa menggunakan metode Kato-Katz untuk menemukan telur cacing gelang (A. lumbricoides). Analisis data menggunakan statistik bivariat (Chi Square) dan multivariat (logistik berganda). Hasil penelitian menunjukkan prevalensi askariasis 23,2 % (N = 224 responden) sedangkan yang menjadi faktor risiko dari analisis multivariate yaitu jenis lantai rumah [OR 0,436 ; (95% KI 0,217-0,876) ; p = 0,02 ] , kebiasaan mencuci tangan sebelum makan [ OR 0,05 ; (95% KI 0,009-0,288) p = 0,001 ] dan setelah buang air besar [ OR 0,05 ; (95% KI 1,292-23,181) p = 0,021 ]. Prevalensi askariasis pada murid SD di Distrik Arso Kabupaten Keerom cukup tinggi sehingga masih menjadi permasalahan kesehatan. Diperlukan suatu intervensi yang efektif dan efisien untuk menurunkan jumlah kasus cacingan

    Pengaruh iklim terhadap Annual Parasite Incidence malaria di Kabupaten Jayapura tahun 2011 – 2018

    Get PDF
    Penyakit malaria di kabupaten Jayapura merupakan penyakit yang endemic karena penyakit ini telah ada sejak lama dan hampir sebagian masyarakat di Kabuapten Jayapura pernah menderita penyakit malaria. letak geografis dimana banyaknya rawa-rawa dan pengaruh lingkungan seperti iklim juga berkontribusi terhadap peningkatan kasus malaria. Penelitian ini bersifat studi retrospektif, menggunakan data sekunder berupa data curah hujan, kelembapan udara, suhu, kecepatan dan arah angin dari Badan Pusat Statistik Provinsi Papua dan serta data angka Annual Parasite Incidence (API) malaria dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura selama kurun waktu tahun 2011-2016. Hasil analisis menunjukkan bahwa curah hujan, suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin memiliki korelasi yang lemah namun tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan angka API malaria. Kesimpulan menunjukkan bahwa kecenderungan perubahan variabel iklim tidak mempengaruhi secara langsung terjadinya peningkatan kasus malari

    Gambaran pengetahuan, perilaku dan pencegahan malaria oleh masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya

    Get PDF
    Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya merupakan salah satu daerah endemis malaria di Provinsi Maluku. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria antara lain pengetahuan, aktifitas masyarakat, keberadaan habitat nyamuk dan pengunaan kelambu. Desain penelitian potong lintang, sampel diambil secara purposive, dan pengambilan data dilakukan dengan wawancara. Analisis data secara deskriptif dan bivariat non parametrik (Uji Chi Square dan Uji Fisher ). Hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan pencegahan malaria pada masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya antara lain: pengetahuan masyarakat tentang gejala penyakit malaria OR=10,523 (p=0,002), informasi tentang malaria dari petugas kesehatan OR=7,302 (p=0,003) dan aktifitas masyarakat di kebun pagi hari (pukul 05.00) dan sore hari (pukul 18.00) OR=3,685 (p=0,007)

    Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Taeniasis dan Sistiserkosis di Papua Barat

    Get PDF
    Taeniasis and cysticercosis are zoonotic diseases pigs and still become a health problem in West Papua. In 2003-2004, the prevalence of taeniasis was 4.1% and cysticercosis 2.3%. The aim of the study was to determine the prevalence and determinants of transmission of the disease. A cross-sectional design was carried out in March-December 2016, with 1,489 of respondents. Data was collected  through fingertip blood collection and interviews for determinant factors of taeniasis transmission and cysticercosis. Examination of blood samples was carried out using magnetic microparticle immunoassay. The results of the study on taeniasis proportion were 3.0% (n=1.489) and taeniasis determinant factors were education [RR=1.3; CI 95% (0.695-2.418); p=0.047], hand washing habits before eating [RR=12.3; CI 95% (5.857-25.853); p=0.0001], habit of washing hands after defecate (p=0.0001), consuming vegetables (p=0.0001), vegetables being washed in the river [RR=0.3; CI 95% (0.153-0.674); p=0.002] and consumption of roast meat [RR=0.3; CI 95% (0.166-0.570); p=0.0001]. The proportion of cysticercosis is 3.2% (n=1,489). and cysticercosis determinant factors are education [RR=0.3; CI 95% (0.162-0.819); p=0.011], hand washing habits before eating [RR=2.4; CI 95% (1.344-4.351); p=0.002], the habit of washing hands after defecate [RR=3.2; 95% CI (1.787-5.809); p=0.0001], nail hygiene [RR=2.8 CI 95% (1.415-5.546); p=0.002], consumption of vegetables [RR=0.3; CI 95% (0.179-0.577); p=0,0001], vegetables are washed in the river [RR=0.4; CI 95% (0.222-0.837); p=0.012]. Determinant factors of Taeniasis and cysticercosis were education level, hand washing, nail hygiene, consumption of vegetables, washing vegetables in the river and consumption of roasted meat. It is crucial to provide education to community about clean,healthy behavior, and consumption of cooked meat

    Entomological Surveillance Of Malaria Vectors In Saumlaki, Maluku Tenggara Barat Regency, Maluku Province

    Full text link
    The research aims to determine the prevalence of malaria and Anopheles spp using bio-ecology surveillance in Alusi and Waturu community health centers in Maluku Tenggara Barat Regency. The study was conducted in March-April 2015 with cross sectional design. In this research, we performed mass blood survey on 489 participants in the Kilmasa village and 434 participants in Waturu village. We also performed entomology surveillances, i.e. larval density, catching Anopheles spp, temperature, humidity, and salinity. To confirm malaria vectors, we used enzyme linked immunoabsorbent assay (ELISA) techniques. The data analyzed descriptively. The results of the study showed proportion 0.20% malaria morbidity in Kilmasa village and 0.23% in Waturu village. Anopheles flavirostris and An. barbirostris group were likely to bite a human outside and inside the house and peaked at 11.00 pm-12.00 pm. The parous rate of An. flavirostris and An. barbirostris was 46% and 26%, respectively. Human blood index of An.flavirostris and An. barbirostris was 33.3% and by 70%, respectively. Anopheles flavirostri and An. barbirostris were malaria vectors with sporozoite rate 0.38% and 12.5%, respectively
    corecore