12 research outputs found

    Pemanfaatan Teknologi Transgenik Untuk Perakitan Varietas Unggul Kapas Tahan Kekeringan

    Full text link
    The Use of Transgenic Approach in Developing Drought Tolerant Cotton VarietiesAmong abiotic stresses, drought is the most crucial factor that influence cotton's productivity and development. As cotton development in Indonesia is focused in dry-rainfed areas, measures for developing drought tolerance varieties are needed. Evaluation of cotton accessions tolerance to drought has been done directly in the field, or indirectly by PEG simulation and resulted in drought tolerance cotton accessions. Hybridization by genes pooling or gene-pyramiding approaches involving selected accessions which are tolerant to drought and jassids attack, A. biguttula, have resulted in two new cotton varieties namely Kanesia 14 and Kanesia 15. In addition to conventional breeding, there are new avenues to engineer transgenic cotton varieties resistant to drought. by transforming the identified genes responsible for drought resistance. Transgenic technologies could combine several genes responsible for different characters in cotton genome. A number of genes have been transformed into various plants such as arabidopsis, tobacco, tomato, rice, and cotton, and have conferred improved resistance to drought. Technology support in terms of high yielding promising varieties resistant to drought or other characters should be accomplished with efficient farming techniques so that significant increase in cotton production can be achieved

    Kemajuan Genetik Varietas Unggul Kapas Indonesia Yang Dilepas Tahun 1990-2003

    Full text link
    Genetic Progress Of Indonesian Cotton Varieties Released In 1990 - 2003Kanesia 1 and Kanesia 2 are two high yielding cotton varieties which were obtained from individual selection from populations of Reba BTK-12 and Tak Fa 1, and have pioneered the development of the engineering of Indonesian national cotton varieties. The other high yielding varieties are engineered by using gene pooling or genes pyramiding approaches involving the use of genetic sources in the cotton germplasm collection which have resulted in the release of seven more new Indonesian cotton varieties (Kanesia 3 - Kanesia 9). As compared to Kanesia 1 and 2, the seven new Kanesias show a significant increase in productivity level as well as fibre properties. In parallel, those are accomplished with improved resistance to insect pests focusing on jassid (A. biguttula) via physical resistance mechanism expressed by long and high hair density on leaves and stem; this has resulted in reduced insecticide USAge. This paper reviews the genetic improvements which have been obtained from breeding program of Indonesia national cotton varieties, Kanesia 1 - Kanesia 9 and describes the future cotton breeding programmes

    Pengaruh Kerapatan Bulu Daun pada Tanaman Kapas terhadap Kolonisasi Bemisia Tabaci Gennadius

    Full text link
    Ketahanan tanaman terhadap serangga hama berdasarkan karaktermorfologi bulu (trichom) pada daun merupakan salah satu cara potensialmengurangi penggunaan insektisida kimia dalam pengendalian hama.Serangga hama pengisap Bemisia tabaci pada tanaman kapas juga dapatdikendalikan dengan menggunakan varietas kapas resisten berdasarkankarakter morfologi bulu daun. Penelitian peranan kerapatan bulu daunpada tanaman kapas terhadap kolonisasi B. tabaci Gennadius dilakukan diKebun Percobaan Pasirian, Kabupaten Lumajang, dan di LaboratoriumEntomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Malang, mulaiApril hingga Juli 2005. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahuiperanan kerapatan bulu daun pada beberapa aksesi plasma nutfah kapasterhadap kolonisasi B. tabaci. Perlakuan terdiri atas 11 aksesi plasmanutfah kapas yang dipilih berdasarkan penilaian visual pada karakterkerapatan bulu daun yang mewakili kerapatan bulu rendah hingga tinggi,yaitu: (1) KK-3 (KI 638), (2) Kanesia 1 (KI 436), (3) A/35 Reba P 279 (KI257), (4) Acala 1517 (KI 174), (5) Asembagus 5/A/1 (KI 162), (6) 619-998xLGS-10-77-3-1 (KI 76), (7) DP Acala 90 (KI 23), (8) TAMCOT SP21 (KI 6)), (9) Kanesia 8 (KI 677), (10) CTX-8 (KI 494), dan (11) CTX-1(KI 487). Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan10 ulangan. Paramater yang diamati adalah jumlah bulu daun, telur dannimfa pada 1 cm2 luas daun, serta jumlah imago B. tabaci pada daunketiga dari atas tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatanbulu daun berkorelasi positif dengan kolonisasi B. tabaci (R=0,9701).Semakin tinggi kerapatan bulu daun, semakin meningkat kolonisasi B.tabaci. Kolonisasi B. tabaci lebih tinggi pada CTX-1, CTX-8, Kanesia 8,dan KK-3 (150-250 individu/cm 2 luas daun) karena tingkat kerapatan buludaun juga lebih tinggi (150-300 helai/cm 2 luas daun) dibanding TAMCOTSP 21, DP Acala 90, 619-998xLGS-10-77-3-1, Asembagus 5/A/1, Acala1517, A/35 Reba P 279, dan Kanesia 1 yang memiliki kerapatan bulu daun(0-100 helai/cm 2 luas daun) dan tingkat kolonisasi B. tabaci (<100individu/cm 2 luas daun) lebih rendah

    Potensi Hasil Galur-galur F1 Mandul Jantan Kapas pada Persilangan Alami

    Full text link
    Produksi benih varietas kapas hibrida dapat ditempuh dengan duacara, yaitu dengan persilangan manual dan dengan memanfaatkan galurmandul jantan (male-sterile line). Memproduksi benih kapas secarapersilangan manual memerlukan tenaga dan biaya yang tinggi, dan biayatersebut dapat dikurangi dengan menggunakan galur male steril. Penelitiandilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Tembakaudan Serat, di Karangploso, Malang, Jawa Timur, dari bulan April sampaiOktober 2007. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi hasilgalur-galur mandul jantan kapas untuk memproduksi benih hibrida. Tigaaksesi kapas yaitu KI 487, KI 489, dan KI 494 yang memiliki persentasetanaman mandul jantan masing-masing 60,8%, 57,5%, dan 65% telahdigunakan sebagai donor sifat mandul jantan dan telah dilakukan introgresisifat mandul jantan dari ketiga aksesi tersebut ke varietas komersialKanesia 7, Kanesia 8, dan Kanesia 9 melalui persilangan pada tahun 2006dan diperoleh 9 set kombinasi persilangan. Pada tahun 2007, evaluasipotensi galur dilakukan terhadap 8 galur F1 mandul jantan, 3 tetua jantanyaitu varietas Kanesia 7, Kanesia 8, dan Kanesia 9, serta satu varietas baruyaitu Kanesia 12 sebagai pembanding yang disusun dalam rancangan acakkelompok yang diulang 3 kali. Plot percobaan berukuran 3 x 10 m 2dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm; satu tanaman per lubang. Dosispupuk yang digunakan adalah 100 kg urea + 100kg ZA + 100kg SP 36 +100kg KCL per ha. Tidak dilakukan pengendalian hama denganinsektisida kimia selama penelitian. Pengamatan yang dilakukan adalahkemandulan benangsari secara visual dan mikroskopis, jumlah buah pertanaman, bobot buah, dan hasil kapas berbiji. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa pengamatan secara visual dan mikroskopis terhadapstruktur bunga menunjukkan bahwa semua individu tanaman dari 8 galurF1 yang diuji adalah mandul jantan. Jumlah buah galur mandul jantan 7 –96% lebih banyak tetapi ukuran buahnya lebih kecil dibandingkan denganKanesia. Galur-galur mandul jantan KI 494 x Kanesia 7 dan KI 494 xKanesia 8 memberikan hasil kapas berbiji paling tinggi masing-masing2.609kg dan 2.153kg per hektar dibandingkan dengan galur-galur lain,atau sebesar 94 % dan 95% dibandingkan dengan Kanesia 7 dan Kanesia8. Persilangan alami galur-galur tersebut bervariasi sebesar 51 – 95%

    Evaluasi Kemampuan Merestorasi Sifat Mandul Jantan Pada Beberapa Aksesi Kapas

    Full text link
    Pendekatan teknologi hibrida menawarkan perbaikan tingkat produktivitas, ketahanan terhadap hamadan kekeringan, serta mutu serat melalui pemanfaatan gen-gen dari kedua tetua potensial. Dalammemproduksi benih varietas kapas hibrida dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu secara konvensionaldan dengan me-manfaatkan sifat jantan mandul. Penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi sumberdaya genetik kapas untuk karakter restorer atau kemampuan merestorasi fertilitas pada F1 dilaksanakan diMalang (untuk kegiatan persilangan), dan Bojonegoro (untuk pengujian F1 hasil persilangan) pada tahun2010 dan 2011. Persilangan dilakukan antara galur mandul jantan 06050 BC3/15 X K7 (BC4) sebagai tetuabetina, dengan masing-masing 60 aksesi kapas sebagai tetua jantan pada tahun 2010 dan 2011. F1 hasilpersilangan untuk mendapatkan restorer ditanam di Bojonegoro dalam rancangan acak kelompok diulang2 kali dengan luas masing-masing plot adalah 2 m x 5 m. Pengamatan meliputi persentase fertilitas dari F1,komponen hasil, dan hasil kapas berbiji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama dua tahun pengujiandiperoleh sebelas aksesi kapas yang mampu merestorasi karakter mandul jantan, yaitu 9442, SHR, KPX22, CTX 5, CTX 7, CTX 4, CTX 2, CTX 6, 9445, 9446, dan NFBL 3, namun hanya dua aksesi yang stabilmenunjukkan potensi merestorasi karakter mandul jantan, yaitu SHR dan KPX 22. Produktivitas tertinggidicapai oleh hasil persilangan dengan aksesi SHR, yaitu tetua jantan dengan potensi restorasi 100% yanggalurnya mampu menghasilkan 1.457,5 kg kapas berbiji/ha. Dengan demikian SHR merupakan aksesi yangcukup prospektif untuk digunakan sebagai salah satu tetua jantan dalam perakitan kapas hibrida nasional

    Uji Daya Hasil Pendahuluan Delapan Galur F6 Kapas (Gossypium Hirsutum L.) Serat Warna Coklat

    Get PDF
    Kapas (Gossypium hirsutum L.) merupakan salah satu tanaman penghasil serat yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Sebagian besar permintaan serat oleh industri Tekstil dan Produk Tekstil >99% bahan baku berupa serat masih di impor dari negara-negara penghasil serat (BPS, 2010). Kelebihan kapas serat warna coklat yaitu warna seratnya bisa lebih tahan terhadap pencucian, tidak mudah pudar oleh sinar ultra violet, dan tidak memerlukan proses pewarnaan secara kimia. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai September 2012 di kebun percobaan Karangploso, Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), terdiri dari 8 galur F6 dengan 2 (dua) ulangan. Parameter yang diamati antara lain tinggi tanaman, jumlah cabang vegetative, generative, bulu daun, jumlah buah, panen dan potensi hasil per hektar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 8 galur yang diuji tidak memberikan perbedaan pada tinggi tanaman, jumlah cabang vegetatif, dan generatif. Perbedaan nyata terdapat pada jumlah buah, bulu daun dan hasil (kg/30 m2). Galur yang memiliki hasil tinggi dan berserat coklat adalah K1 (06063/3)
    corecore