3 research outputs found

    *Observance and Non-observance of Gricean Maxims in Instructional Context: an Analysis of Efl Classroom Interaction*

    Full text link
    Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menganalisis dan menjelaskan tentang macam-macam kepatuhan dan ketidakpatuhan terhadap maksim Grice, percakapan implikatur, dan faktor ketidakpatuhan terhadap maksim yang diproduksi di dalam kelas. Subjek penelitian ini adalah guru-guru dan siswa-siswa kelas tujuh dan delapan dari Sekolah Internasional Gandhi. Sebagai sebuah penelitian kualitatif naturalistik, data di kumpulkan melalui observasi dan interview yang kemudian dianalisis menggunakan teori Cooperative Principle Grice (1975). Penelitian ini menemukan bahwa guru-guru dan siswa-siswa mematuhi semua maksim Grice dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa guru memproduksi persentase yang tinggi dari flouting maksim. Guru sering memilih untuk memberikan instruksi secara tidak langsung di dalam kelas dan berharap siswa untuk mencari makna tersembunyi. Di sisi lain siswa memproduksi persentase tinggi dalam violating maksim dan infringing maksim. Dalam hal ini, siswa gagal mematuhi maksim karena mereka tidak mampu untuk berbicara dengan jelas dan kurangnya kemampuan dalam berbahasa Inggris. Lebih jauh lagi ditemukan bahwa guru dan siswa lebih sering menggunakan flouting (53.55%) dan violating (46.66%) dalam interaksi kelas. Penelitian ini juga menunjukan bahwa guru dan siswa memproduksi flouting dan violating dari maksim quality, quantity, relation dan manner. Guru dan siswa memilih ketidaklangsungan dalam berbicara dan tidak mematuhi maksim Grice yang bertujuan untuk menunjukkan kesopanan dan membuat lelucon. Ketika konsep dari face threatening act dilibatkan, maka guru dan siswa akan menggunakan percakapan implikatur dan sering tidak mematuhi prinsip-prinsip dalam percakapan. Kata Kunci : Kepatuhan terhadap Maxim, Ketidakpatuhan terhadap Maxim, Percakapan Implikatur, Kesopanan This study was intended to describe, analyze and explain types of observance and non-observance of Gricean Maxims, conversational implicatures and factors of non-observance produced in the classroom. The subjects were the teachers and students of grades seven and eight of Gandhi Memorial International School (GMIS). The data for this naturalistic qualitative study were collected through observation and interviews which were then analyzed by using Paul Grice's (1975) Cooperative Principle theory. The study showed that both teachers and students observed all of the Gricean maxims in certain part of classroom teaching activities. This study also found that the teachers produced high percentage of flouting the maxims. Teachers often preferred not blatantly giving instructions in the classroom but hoped the students to find the implied meaning. Meanwhile the students produced high percentages of violating the maxims and infringing the maxims. In this case, the students failed to observe the maxims because they were unable to speak clearly or lacked language ability in English. Furthermore, in conversational implicature, it was found that teachers and students used flouting the maxims most (53.33 %) than violating the maxims (46.66 %) in classroom interaction. The study showed that both teachers and students flouted and violated maxim of quality, maxim of quantity, maxim of relation and maxim of manner. However, teachers and students preferred indirectness and did not observe Gricean maxims with the intentions of showing politeness and making jokes. When a face threatening act was involved, they employed conversational implicature and often violated the cooperative principle of conversation. keyword : *Observance of maxims, Non-observance of maxims, Conversational Implicature, Politeness

    Uji Aktivitas Analgesik Gel Fraksi Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) pada Mencit Jantan (Mus Musculus) dengan Metode Hot Plate

    Full text link
    UJI AKTIVITAS ANALGESIK GEL FRAKSI KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) pada Mencit Jantan (Mus musculus) dengan Metode Hot Plate). Rasa nyeri dapat timbul salah satunya diakibatkan oleh adanya gangguan pada reseptor nyeri dimana reseptor nyeri tersebut merupakan ujung saraf bebas yang tersebar di kulit, otot, tulang dan sendi. Timbulnya rasa nyeri tentu akan menggangu aktivitas sehingga diperlukan obat penghilang rasa nyeri. Obat-obatan yang dikenal mampu meredakan rasa nyeri disebut sebagai analgesik. Faktanya, saat ini telah beredar berbagai macam obat analgesik di pasaran. Di samping itu, terdapat pula tumbuhan yang memiliki aktivitas sebagai analgesik yaitu manggis (Garcinia mangostana L.). Tujuan penelitian ini yaitu menilai dan membandingkan mula kerja dan aktivitas dua jenis analgesik yang diberikan secara topikal serta nilai ED50 dengan menggunakan metode hot plate. Penelitian dilakukan dengan membagi enam ekor mencit menjadi 4 kelompok Uji. Kelompok I sebagai kelompok perlakuan (Gel Manggis); kelompok II sebagai kelompok kontrol positif (Voltaren Gel); kelompok III sebagai kelompok normal (tanpa perlakuan); dan kelompok IV sebagai kelompok kontrol negatif (Basis Gel). Tiga puluh menit setelah pemberian perlakuan, tiap mencit ditempatkan di atas beaker glass pada hot plate dengan suhu 700C. Waktu yang terlewat antara penempatan hewan di hot plate dan adanya perilaku menjilati telapak kaki, gemetar, atau melompat dari permukaan dicatat sebagai respon latensi dalam hitungan detik. Hasil dalam penelitian ini yaitu gel manggis (Garcinia mangostana L.) konsentrasi 0,3%, 0,4%,dan 0,5% memiliki efek analgesik. Semakin tinggi konsentrasi gel Garcinia mangostana L. semakin tinggi daya analgesik yang didapatkan. Nilai ED50 yang diperoleh yaitu sebesar 0,037 mg/kgBB

    Innovation of Utilizing Papaya Into Shredded as an Economic Empowerment of the Community of Dakung Praya Central Village

    Full text link
    Most of the residents of Dakung Village, Praya Tengah District, Central Lombok Regency are farming. The potential of natural resources in Dakung village is quite diverse, one of which is papaya. The availability of papaya in Dakung village is quite abundant, but it is little used by the community. So it is necessary to do innovations related to the use of papaya, namely processing papaya into food that is more durable, attractive appearance, aroma and taste is better, wider marketing, namely by processing papaya into shreds. The purpose of processing papaya into shreds is to optimize the utilization of village potential, especially papaya, and to empower the economy of the community in Dakung village. Through socialization and training on making shredded papaya with original and spicy flavors at the village head's office, and at different places and times in each hamlet. The socialization involved PKK women, housewives, and young people from Dakung village. As a result of this activity, the youth and women of Dakung village can take advantage of the village's potential, can make processed papaya more innovative, durable and more attractive. Socialization activities and training on making papaya shreds can improve the skills of the Dakung village community. The conclusion is: the Dakung village community is starting to learn to utilize the potential of the village more innovatively, which has the opportunity to open up new job opportunities, with further guidance and support from the village apparatus
    corecore