3 research outputs found

    INSTRUMENT OF COMMAND DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

    Get PDF
    Dalam pemberian kredit, bank telah menyediakan blangko/formulir-formulir perjanjian kredit yang isinya telah disiapkan lebih dahulu dan kalaupun perjanjian kredit tersebut dibuat dalam akta notaris, notaris diminta untuk memberikan pedoman terhadap klausul dari model perjanjian kredit yang telah disiapkan oleh bank. Hal ini tentunya menimbulkan ketidakseimbangan dan rasa ketidakadilan bagi debitur bank, karena klausul-klausul dalam perjanjian kredit tersebut dibuat secara sepihak. Pengaturan mengenai perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok sampai saat ini yang berupa undang-undang belum ada, sedangkan perjanjian pemberian jaminan sebagai perjanjian tambahan (accesoir) berupa UU Fidusia dan UU Hak Tanggungan telah diatur secara tegas dalam bentuk undang-undang, sehingga agak janggal bahwa di satu sisiperjanjian kredit sebagai perjanjian pokok pengaturannya belum diatur secara tegas, di sisi lain perjanjian pemberian jaminan pengaturannya telah diatur dalam undang-undang. Larangan penggunaan atas klausula baku seyogianya diberlakukan secara selektif, seperti klausula baku dalam perjanjian kredit tidak semua mengandung muatan negatif dan merugikan debitur bank karena banyak klausula dalam perjanjian kredit bank telah diterima dan lazim digunakan di dunia perbankan. Untuk itulah klausul dalam perjanjian kredit dapat dibuat dalam bentuk instrument of command atau perjanjian baku standar Pemerintah, sebagaimana mengenai hal inipun telah disebutkan dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Perkreditan Perbankan yang menyebutkan perjanjian kredit dibuat secara tertulis dalam bentuk standar yang dibuat oleh Bank Indonesia dengan berasaskan pada kepercayaan, keadilan, kejujuran, transparan, kepatutan, kebiasaan, kesusilaan dan sesuai kepastian hukum. Namun sampai saat ini Rancangan Undang-Undang ini belum menjadi menjadi skala proritas dari legislasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) padahal kredit perbankan telah menjadi kebutuhan masyarakat, pebisnis dan juga negara. Tulisan ini dibuat berdasarkan penelitian normatif yang menggunakan pendekatanstatute approach dan conceptual approach

    NATURAL DISASTER AS THE REASON TO WRITING OFF BANKING CREDIT IN INDONESIA

    No full text
    Non-performing loans is a credit risk in the banking business. One of them is due to natural disasters and this is a force majeure  where the presence of unexpected events that occurred outside the fault of the debtor after entering into the agreement, these events preclude the debtor from fulfilling his achievements before debtor is declared to be negligent and therefore the debtor cannot be blamed and do not bear the risk for such events. Natural disasters are included in clause of force majeure. It must be explained the definition and criteria in the loan agreement in detail, as this brings the law result to writing off the debt (liabilities) to the creditor (Bank). The writing off bank credit as a result of natural disasters can be performed with the following reasons: a) The natural disaster was declared as a national disaster by the government's decision, b) Debtor bank including in the criteria that is directly affected by the disaster, and c) the obligation of reserving from the bank over loans given to debtor in the form of Loan Loss Provision (LLP). In addition to it, in practice, the non-legal factors settlement produce a new model law, therefore the writing off the non-performing due to natural disasters need strong legal basis within the framework of the legal system in the banking regulation in the form of legislation so that the force majeure clause of the Banking Credit Agreement has a binding force power
    corecore