10 research outputs found
Kolesteatom Kongenital dengan Komplikasi Abses Retroaurikula
Kolesteatom kongenital dapat tumbuh di telinga tengah, apeks petrosus dari tulang temporal dan mastoid. Penyakit in biasanya ditemukan secara tidak sengaja saat melakukan tomografi komputer atau setelah ada komplikasi. Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah mastoiditis yang menyebabkan abses retroaurikula. Diagnosis kolesteatom kongenital ditegakkan apabila ditemukan kolesteatom tanpa perforasi membran timpani, riwayat otore maupun riwayat operasi telinga sebelumnya. Operasi adalah terapi mutlak pada kasus ini. Dilaporkan satu kasus kolesteatom kongenital dengan komplikasi abses retroaurikula pada seorang anak perempuan berusia 12 tahun. Pada pasien ini dilakukan tindakan timpanomastoidektomi dinding utuh, yang di follow up selama 3 bulan dengan hasil yang memuaskan. Abses retroaurikula merupakan salah satu komplikasi kolesteatom kongenital yang sering menjadi awal gejala adanya kolesteatom kongenital. Deteksi dini dan tatalaksana yang tepat akan memberikan hasil yang maksimal.Kata kunci: abses retroaurikula, kolesteatom kongenital, membran timpani utu
Diagnosis dan Penatalaksanaan Hipofungsi Vestibular Perifer Bilateral
Pendahuluan: Hipofungsi vestibuler perifer bilateral merupakan kasus yang jarang ditemui dan memiliki gejala gangguan keseimbangan yang menyebabkan gangguan penglihatan dan stabilitas postural. Etiologi penyakit ini sebagian besar idiopatik, selain itu disebabkan oleh zat ototoksik, penyakit autoimun, infeksi dan neoplasma yang melibatkan telinga dalam. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan keseimbangan sederhana dan tes khusus seperti dynamic visual acuity test (DVA), Rotatory Chair dan elektronistagmografi (ENG) pada tes kalori sebagai standar baku. Tatalaksana hipofungsi vestibuler perifer bilateral terutama berupa terapi rehabilitasi vestibuler berupa terapi adaptasi, subtitusi dan kompensasi/ habituasi lebih dipilih jika dibandingkan dengan terapi farmakologis atau terapi bedah. Laporan Kasus: Seorang pasien usia 65 tahun datang dengan keluhan pusing berputar dan berkurangnya pendengaran. Pemeriksaan pendengaran menunjukkan hasil tuli sensorineural dan tes DVA menunjukkan adanya penurunan tiga baris huruf pada Snellen chart dan elektronistagmografi menunjukkan paresis kanal bilateral. Pasien didiagnosis dengan hipofungsi vestibuler perifer bilateral ec. suspek prebiastasis. Tatalaksana adalah dengan terapi rehabilitasi vestibuler dengan metode adaptasi. Simpulan: Hipofungsi vestibuler perifer bilateral merupakan kasus yang jarang ditemui, dapat dibedakan dengan pemeriksaan objektif spesifik yaitu elektronistagmografi. Terapi pilihan utama untuk penyakit ini adalah berupa terapi rehabilitasi vestibuler metode adaptasi, subtitusi dan habituasi
Hubungan gangguan pendengaran dengan penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut
Tujuan: Mengetahui hubungan antara gangguan pendengaran dengan penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut. Metode: Menggunakan metode studi potong lintang pada kelompok usia lanjut yang menghuni panti sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu di Batusangkar dari bulan Juli sampai September 2017. Terdapat 38 orang usia lanjut lebih dari 60 tahun yang masing-masingnya dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif dengan Mini Mental State Examination (MMSE) dan pemeriksaan fungsi pendengaran dengan Oto Acoustic Emission (OAE). Data kemudian dianalisis dengan Fisher Exact Test dimana nilai p<0,05 dianggap bermakna. Hasil: Didapatkan median umur 71 tahun (60-86 tahun), jenis kelamin laki-laki sebanyak 76,3%, fungsi kognitif terganggu sebanyak 68,4% dan pendengaran terganggu sebanyak 68,4%. Simpulan: Terdapat hubungan antara gangguan pendengaran dengan fungsi kognitif pada usia lanjut.
Penatalaksanaan Acute Low-tone Sensorineural Hearing Loss
Acute Low-tone Sensorineural Hearing Loss (ALHL) merupakan ketulian mendadak sensorineural pada nada rendah dengan penyebab yang tidak diketahui secara jelas (idiopatik) dan tidak disertai dengan keluhan vertigo. Tujuan: Melaporkan ALHL sebagai salah satu kegawatdaruratan di bagian telinga hidung tenggorok bedah kepala dan leher (THT-KL) yang memerlukan tindakan penanganan yang cepat. Diagnosis dini dan penatalaksanaan segera pada kasus ALHL dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan risiko ketulian permanen pada pasien. Kasus: Dilaporkan seorang pasien perempuan 22 tahun dengan diagnosis Acute Low-tone Sensorineural Hearing Loss telinga kanan. Pasien datang dengan keluhan telinga berdengung, telinga terasa penuh, penurunan pendengaran tanpa disertai dengan pusing berputar. Pasien diberikan terapi kombinasi kortikosteroid dengan terapi tambahan lainnya dan menunjukkan perbaikan komplit dalam 2 minggu terapi. Simpulan: Pemberian terapi yang cepat dan tepat (terapi inisial) dapat memberikan perbaikan yang maksimal pada pasien dengan ALHL. Evaluasi terapi awal sangat berpengaruh terhadap prognosis jangka panjang pasien ALHL, terutama evaluasi pada satu bulan pertama
Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Kolesteatom dengan Komplikasi Meningitis dan Paresis Nervus Fasialis Perifer
Pendahuluan: Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) tipe kolesteatom merupakan penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi akibat komplikasinya. Kolesteatom dapat menyebabkan erosi tulang dan kerusakan struktur-struktur di sekitarnya sehingga terjadi komplikasi. Kombinasi antibiotik dan tindakan bedah timpanomastoidektomi menjadi modalitas utama penatalaksanaan kasus OMSK dengan komplikasi. Laporan Kasus: Dilaporkan satu kasus seorang laki-laki 18 tahun dengan keluhan sakit kepala hebat disertai dengan penurunan kesadaran dan wajah mencong. Pada pasien terdapat riwayat telinga berair dan penurunan pendengaran. Pasien didiagnosis sebagai OMSK auris dektra dengan kolesteatom disertai komplikasi meningitis dan paresis nervus fasialis perifer. Pasien diterapi dengan antibioik dosis tinggi dan dilakukan tindakan timpanomastoidektomi dinding runtuh dengan dekompresi nervus fasialis. Kesimpulan: Penatalaksaan segera dan tepat pada OMSK dengan komplikasi dapat meningkatkan angka kesembuhan dan mencegah kematian
Injeksi Kortikosteroid Intratimpani Sebagai Salvage Therapy pada Pasien Tuli Mendadak
Pendahuluan : Tuli mendadak merupakan salah satu kegawatdaruratan di bagian telinga hidung tenggorok bedah kepala dan leher (THT-KL). Tuli mendadak atau sudden sensorineural hearing loss (SSNHL) adalah tuli sensorineural lebih dari 30 dB pada 3 frekuensi berturut turut secara mendadak dalam waktu 3 hari. Etiologi tuli mendadak hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, namun penyebab tersering tuli mendadak, yaitu idiopatik (71%). Penatalaksanaan tuli mendadak meliputi terapi konservatif, salah satunya dengan pemberian kortikosteroid secara sistemik dan lokal. Pemberian lokal dapat dilakukan dengan cara injeksi langsung intratimpani. Terapi kortikosteroid secara lokal dapat diberikan sebagai terapi primer, terapi adjuvan (kombinasi) dan salvage therapy. Laporan kasus : seorang pasien perempuan berusia 36 tahun dengan diagnosis tuli mendadak pada telinga kanan yang dilakukan salvage therapy dengan penyuntikan deksametason intratimpani sebanyak empat kali secara selang 3 hari setelah gagal dengan terapi sistemik. Kesimpulan : Injeksi kortikosteroid intratimpani digunakan sebagai salvage therapy dapat menjadi pilihan untuk pasien yang gagal diterapi dengan kortikosteroid sistemik
Neuropati Auditori
Abstrak
Latar belakang: Neuropati auditori merupakan suatu gangguan pendengaran yang jarang terjadi dengan
prevalensi yang belum diketahui secara pasti dan membutuhkan identifikasi dan diagnosis secara dini. Tujuan:
Untuk menjelaskan gambaran audiologi dan elektrofisiologi neuropati auditori sehingga dapat menentukan terapi
dan intervensi yang efektif. Tinjauan Pustaka: Neuropati auditori merupakan bagian dari tuli sensorineural,
dimana suara dapat masuk hingga telinga dalam, tetapi transmisi sinyal dari telinga dalam ke otak terganggu pada
jaras tertentu. Kelainan ini dapat mengenai semua umur mulai dari bayi hingga dewasa. Pasien dengan neuropati
auditori dapat memiliki derajat pendengaran yang normal atau mengalami penurunan dari ringan hingga tuli sangat
berat, tetapi selalu memiliki kemampuan persepsi bicara yang buruk. Neuropati auditori ditandai dengan hasil
abnormal pada brainstem evoked response audiometry (BERA), tetapi otoacoustic emission (OAE) yang normal.
Kelainan ini membutuhkan pendekatan manajemen yang berbeda untuk masalah pendengaran dan komunikasi
dibandingkan tuli perifer lainnya. Kesimpulan: Evaluasi klinis dan audiologi yang akurat dibutuhkan pada
neuropati auditori, dan pada akhirnya, diagnosis yang tepat memberikan strategi terapi dan rehabilitasi yang lebih
baik.
Kata kunci: Neuropati auditori, BERA, OAE, persepsi bicara
Abstract
Background: Auditory neuropathy is a rare hearing disorder which is the prevalence not well established
and need an early identification and diagnosis. Purpose: To describe the audiological and electrophysiological
features of auditory neuropathy in order to determine the effective treatment and intervention. Literature Review:
Auditory neuropathy is a kind of sensorineural hearing loss, in which sounds enter the inner ear normally, but the
signal transmission from the inner ear to the brain is impaired in some ways. It can affect people of all ages from
infant to adult. Patients with auditory neuropathy may have normal hearing or hearing loss ranging from mild to
profound hearing loss, but they always have poor speech perception abilities. Auditory neuropathy is characterized
by the abnormal result of the auditory brainstem response (BERA), but in the presence of preserved otoacoustic
emissions (OAE). It requires a different management approach to the auditory and communication problems that
used for usual peripheral hearing losses. Conclusion: An accurate clinical and audiological evaluation are needed
in auditory neuropathy, and finally, a correct diagnosis allow better treatment and rehabilitative strategies.
Keywords: Auditory neuropathy, BERA, OAE, speech perceptio
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN COVID-19 MELALUI PEMBUATAN DAN PENDISTRIBUSIAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA BERBAGAI PUSKESMAS DI KOTA PADANG
Kasus Covid-19 yang merebak di Indonesia mengharuskan dilakukannya upaya dari berbagai pihak untuk mengatasinya. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas turut berupaya melakukan upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meminimalisir kemungkinan penyebaran pesat Covid-19 dan usaha preventif untuk menjaga agar masyarakat sekitar Pauh, Kuranji serta Air Dingin tetap sehat dan terhindar dari Covid-19. Kegiatan ini dilaksanakan di tiga puskesmas yaitu: Puskesmas Pauh, Puskesmas Kuranji dan Puskesmas Air Dingin Kota Padang. Metode yang digunakan adalah KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) seputar penyakit Covid-19 berupa publikasi artikel pada media masa dan pemberian masker. Sasaran kegiatan adalah masyarakat sekitar Pauh, Kuranji serta Air Dingin Kota Padang. Hasil kegiatan yang diperoleh yaitu telah memproduksi APD (Alat Pelindung Diri) sebanyak 80 faceshield, 400 masker serta 60 hazmat suit dengan melibatkan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dan konveksi. Selanjutnya APD ini disebarluaskan kepada puskesmas yang membutuhkan, yaitu Puskesmas Pauh, Puskesmas Kuranji dan Puskesmas Air Dingin Kota Padang. Selanjutnya didistribusikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, yaitu masyarakat dan tenaga medis. Program pencegahan dan pengendalian Covid-19 dilakukan untuk menekan dan mengurangi angka positif Covid-19 serta melindungi tenaga medis agar dapat memberikan pelayanan maksimal kepada pasien. Selanjutnya pembuatan APD yang melibatkan UMKM dan konveksi dapat membantu perekonomian masyarakat yang merosot akibat pandemi ini