7 research outputs found

    Pengaruh Pemberian Boraks Dengan Dosis Bertingkat Terhadap Perubahan Makroskopis Dan Mikrokskopis Ginjal Tikus Wistar Selama 4 Minggu Dilanjutkan 2 Minggu Tanpa Paparan Boraks

    Full text link
    Background : Borax or sodium tetraborate decahydrate is a mineral with low toxicity. Borax is generally used in various products such as the product insecticides, fungicides, herbicides, and borax can also be dissolved in water and used to clean gold and silver . However now many are using borax as a food preservative,it is contrary to the minister of health regulations. Borax contained in foods with excessive doses can cause poisoning. However,to date research on the influence of borax in oral histopathological kidney remains unclear.Objective: This study aimed to verify the effect of graded doses of borax orally for 4 weeks followed 2 weeks to changes in macroscopic and microscopic picture of Wistar rat kidney.Methods : The research laboratory with an experimental post -test only control group design. Sample of 21 Wistar rats that have met the inclusion and exclusion criteria,adapted for 7 days. After a period of adaptation,Wistar rats were divided by simple random sampling into 3 groups. K is a control group without borax given orally. Borax P1 given orally 300 mg / kg /day ( 100 mg / cc / day ) and P2 borax was given orally 600 mg / kg / day ( 200 mg / cc / day).Results : The results of the Kruskal - Wallis test for kidney macroscopic found no significant differences between the 3 groups ( p = 0.083 ) and then proceed Mann Whitney Post Hoc Test for kidney weight was not found significant differences in the K - P1 ( p = 0.482 ), obtained difference K - P2 significant ( p = 0.041 ),and found no significant difference P1 - P2 ( p = 0.085 ). Kruskal - Wallis test results for the microscopic kidney obtained significant differences between the 3 groups ( p = 0.000 ).Conclusion : Delivery of oral doses of borax stratified for 4 weeks followed 2 weeks without exposure to borax no macroscopic changes ( kidney weight ) in Wistar rats as well as a change in the microscopic ( histopathological ) Wistar rat kidney. Changes seen in the form of lumen narrowing,and loss of brush border protein cast ( lumen contains )

    Pengaruh Pemberian Boraks Dengan Dosis Bertingkat Terhadap Perubahan Makroskopis Dan Mikroskopis Ginjal Tikus Wistar Selama 4 Minggu

    Full text link
    Background :Borax or Natrium Tetraborat is a chemically compund which widely used in industries and research field mainly for preservative, buffer, and disinfectant. However nowadays many used borax as additive for food, this issue is a violation againts the BPOM regulation. Many research have conducted experiment on the effect of swallow borax towards kidney, but they are slightly any research about effect of oral formalin towards histopatological image of kidney.Aim: This research aimed to proof the effect of 4-weeks administered gradual dose of oral borax to the macroscopic and microscopic or wistar rat's kidneyMethod: Experimental study with post test only control group design. The sampel were 15 wistar rats which have already met and fullfulled inclusion and exclusion criteria were adaptefd for 7 days. After adaption wistar rats divided using simpel random sampling into 3 groups. K (control group) was not given borax, P1 was given 300mg/KgBW/day oral Borax; P2 was given 600mg/KgBw/day oral borax. After 4 weeks all kidney sample were taken to identified any changes in macroscopic and microscopic image of wistar rat's kidney. Data was described in table, picture, and statistical analyze using SPSS for windows 15.0Result : P2 showed the highest of total kidney tubulus cell damage. From Mann-Whitney test showed there are no significant difference on first landmark between K-P1 (p=0.086) and 2nd -3rd landmark between P1-P2 (p<0.05). On the Organ Weight Test showed no significant difference in all groups.Conclusion : There are microscopic changes on kidney tubulus that was given with 300mg/KgBW/day and 600mg/KgBw/day oral borax, and then on the control group found no pathological effect. The Weight test Showed no effect with giving oral borax, no macroscopic effect

    Gambaran Histopatologi Pada Saluran Napas Bawah Intravital, Perimortem Dan Postmortem Mencit Balb/c Yang Diberi Paparan Api

    Full text link
    Latar Belakang : Luka bakar merupakan salah satu cedera yang paling luas yang berkembang di dunia dan merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Kejadian luka bakar yang semakin luas menimbulkan tantangan bagi investigator, ahli forensik dan penegak hukum untuk membedakan apakah luka bakar terjadi saat korban masih hidup, sesaat setelah korban meninggal atau saat korban sudah meninggal.Tujuan : Mengetahui perbedaan gambaran histopatologi saluran napas bawah intravital, perimortem, dan postmortem mencit Balb/c yang diberi paparan api.Metode : Penelitian eksperimental dengan Post Test-Only Control Group Design. Sampel terdiri dari 49 mencit Balb/c jantan yang terbagi menjadi 7 kelompok. Kelompok K tidak diberi perlakuan. Kelompok P1 diberi paparan api intravital selama 10 detik. Kelompok P2 diberi paparan api intravital selama 20 detik. Kelompok P3 diberi paparan api perimortem selama 10 detik. Kelompok P4 diberi paparan api perimortem selama 20 detik. Kelompok P5 diberi paparan api postmortem 10 detik. Kelompok P6 diberi paparan api postmortem 20 detik. Setelah intervensi, dilakukan pembuatan preparat paru dan pemeriksaan gambaran mikroskopis. Uji analisis menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney.Hasil : Uji Kruskal-Wallis menunjukkan perbedaan bermakna pada seluruh kelompok dilatasi vaskuler dengan nilai p bronkus = 0,022; nilai p bronkiolus = 0,010; dan nilai p alveolus = 0,000. Pada kelompok sel radang menunjukkan perbedaan bermakna dengan nilai p bronkus = 0,005; nilai p bronkiolus = 0,024; dan nilai p alveolus = 0,002. Pada kelompok jelaga menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan nilai p bronkus = 0,005; dan nilai p alveolus = 0,002, dan tidak bermakna pada bronkiolus yaitu dengan nilai p = 0,709.Kesimpulan : Terdapat perbedaan bermakna pada bronkus, bronkiolus dan alveolus untuk parameter dilatasi vaskuler dan sel radang, sedangkan untuk parameter jelaga didapatkan perbedaan bermakna pada bronkus dan alveolus, namun tidak bermakna pada bronkiolus

    Penentuan Intravitalitas Gantung Berdasarkan Gambaran Histopatologis Otak Besar Mencit Balb/c

    Full text link
    Latar Belakang : Asfiksia merupakan salah satu mekanisme kematian yang dapat terjadi akibat gantung. Otak merupakan salah satu organ penting yang dinilai dalam otopsi kasus gantung. Secara makroskopis tidaklah mudah membedakan temuan asfiksia pada otak yang terjadi antemortem dan perimortem. Adanya temuan asfiksia pada pemeriksaan mikrokopis dapat menentukan intravitalitas gantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penentuan intravitalitas gantung berdasarkan gambaran histopatologis otakbesar mencit Balb/c. Metode : Penelitian eksperimental ini menggunakan post test only with control group design yang telah memenuhi kelayakan etik dengan sampel berjumlah 18 mencit Balb/c jantan yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan, kelompok antemortem yang digantung saat masih hidup, kelompok perimortem yang digantung 15 menit setelah mati. Pada kelompok pelakuan mencit digantung selama 1 jam dengan tali yang ditambahkan beban 50 gram. Penilaian gambaran histopatologi otak besar berdasarkan reaksi inflamasi dan perdarahan. Hasil : Pada kelompok kontrol hampir tidak terdapat inflamasi dan perdarahan, pada kelompok antemortem terdapat inflamasi sedang hingga berat dan perdarahan berat, pada kelompok perimortem terdapat inflamasi dan perdarahan ringan hingga sedang. Pada uji Kruskal Wallis didapatkan perbedaan bermakna pada semua kelompok (p<0,05). Pada Uji Man Whitney didapatkan perbedaan yang bermakna pada parameter inflamasi dan perdarahan antara kelompok kontrol dengan kelompok antemortem dan perimortem, antara kelompok antemortem dan perimortem (p<0,05). Simpulan : Intravitalitas Gantung dapat ditentukan berdasarkan gambaran histopatologis otak besar mencit Balb/c dimana reaksi inflamasi dan perdarahan berat didapatkan pada kelompok antemortem. Kata Kunci: gantung, histopatologis, intravital, otak besar   Hanging Intravitality Determination based on Cerebrum Histopathological Features in Balb/c Mic

    Kematian Mendadak Akibat Kardiomiopati Hipertrofi pada Dewasa Muda

    Full text link
    Latar Belakang : Kematian mendadak merupakan kasus yang paling sering terjadi dan dapat ditemukan dalam berbagai macam kondisi. Penyebab kematian mendadak terbanyak adalah sistem kardiovaskular dan salah satu kelainan yang jarang terjadi adalah kardiomiopati hipertrofi. Kardiomiopati hipertrofi merupakan kelainan jantung yang ditandai dengan hipertrofi miokardial akibat mutasi sarkomer dengan angka kejadian 1 dari 500 orang dewasa. Temuan utama pada kardiomiopati hipertrofi antara lain adanya hipertofi ventrikel dan atau septum interventrikel, kerusakan miosit dan peningkatan fibrosis miokardium. Terdapat variasi manifestasi klinis pada Kardiomiopati hipertrofi, dari asimptomatik hingga mengakibatkan kematian mendadak akibat gagal jantung. Tujuan laporan kasus ini adalah mengetahui diagnosis kematian akibat kardiomiopati hipertrofi pada dewasa muda. Kasus : Seorang laki-laki usia 18 tahun ditemukan meninggal di kamar kostannya dibawa ke kamar jenazah RSUP dr. Kariadi Semarang untuk diotopsi. Pemeriksaan luar tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan. Pemeriksaan dalam didapatkan adanya jendalan darah dalam ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, penebalan pada katub jantung, pengerasan pada otot jantung dan penggantung katub serta tanda asfiksia. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan kardiomiopati hipertrofi. Pembahasan : Patogenesis kardiomiopati hipertrofi dapat menyebabkan asfiksia yaitu terjadinya mutasi intrasarkomer yang meningkatkan peningkatan sensitivitas dan produksi Calsium yang mengakibatkan peningkatan kontraksi miokardium sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu juga terjadi peningkatan sintesis kolagen yang mengakibatkan terjadinya fibrosis miokard yang menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Terjadinya hipertrofi ventrikel kiri jangka panjang akan menyebabkan kondisi gagal jantung yang dapat mengakibatkan asfiksia. Simpulan : Kematian mendadak akibat kardiomiopati hipertrofi merupakan hal yang jarang. Oleh karena itu dibutuhkan otopsi yang teliti dan pemeriksaan histopatologi untuk mendiagnosis dengan pasti. Kata Kunci : Kematian mendadak, kardiomiopati hipertrofi, dewasa muda, sarkomer   Background : Sudden death is the most common case and can be found in a variety of conditions. The most common cause of death is the cardiovascular system and a rare one disorders is hypertrophic cardiomyopathy. Hypertrophy cardiomyopathy is a heart disorder characterized by myocardial hypertrophy due to sarcomere mutations with an incidence of 1 in 500 adults. The main findings in hypertrophic cardiomyopathy include the presence of ventricular hypertrophy and / or interventricular septum, myocyte damage and increased myocardial fibrosis. There are variations in clinical manifestations in hypertrophic cardiomyopathy, from asymptomatic to sudden death due to heart failure. The purpose of this case report is to know the diagnosis of sudden death due to hypertrophic cardiomyopathy in young adults Case : A 18-year-old man was found dead in his boarding room. On the external examination there were no signs of violence. On the internal examination in the presence of blood in the ventricles, left ventricular hypertrophy, thickening of the entire heart valve, hardening of the heart muscle and hanging valves and signs of asphyxia. Histopathological examination showed hypertrophic cardiomyopathy. Discussion : The pathogenesis of hypertrophic cardiomyopathy can cause asphyxia is the occurrence of intrasarcomere mutations that increase the sensitivity and production of calcium which results in increased contraction of the myocardium causing left ventricular hypertrophy. In addition there is also an increase in collagen synthesis which results in the occurrence of myocardial fibrosis which causes left ventricular hypertrophy. The occurrence of long-term left ventricular hypertrophy will cause a condition of heart failure which can lead to asphyxia. Conclusion : Sudden death due to hypertrophic cardiomyopathy is rare one. Therefore a careful autopsy is needed and histopathological examination is needed to get definitive diagnose. Keywords : Sudden death, hypertrophic cardiomyopathy, young adults, sarcomer
    corecore