11 research outputs found

    Penggunaan Distribusi Normal Dalam Memodelkan Sebaran Persepsi Biaya Perjalanan Dan Transformasi Box-muller Pada Pengambilan Sampel Acak Model Pemilihan Rute Dan Pembebanan Stokastik

    Full text link
    Pada diri para pengguna jalan melekat perbedaan-perbedaan dari berbagai sisi, misalnya menyangkut usia, tingkat intelektual, status sosial, maksud perjalanan, cara pandang terhadap uang, dan lain-lain. Pada suatu sistem ruang, misalnya kota, di suatu interval waktu tertentu, misalnya satu jam, akan terjadi suatu pergerakan serentak dari berbagai zona asal ke berbagai zona tujuan. Dalam sistem ruang kota, terpetakan ruas-ruas jalan yang membentuk sistem jaringan jalan kota. Untuk keperluan perencanaan maupun manajemen operasional, akan dibutuhkan suatu perkiraan perilaku pergerakan lalulintas pada sistem jaringan jalan. Perkiraan perilaku pergerakan lalulintas bisa diperoleh melalui model pergerakan berbasis sistem. Dalam bidang pemodelan transportasi telah dikenal 4 komponen model perkiraan kebutuhan transportasi, yaitu Model Bangkitan, Model Distribusi, Model Pemilihan Moda, Model Pemilihan Rute, dan keempat model ini dapat digunakan dengan urutan tahapan sesuai jenis pendekatan persoalan transportasi yang akan diselesaikan. Memilih rute adalah suatu proses keputusan manusia, sebagai pengemudi atau pengguna jalan. Pada model yang paling sederhana keputusan manusia dapat dianggap seragam, atau semua memiliki persepsi yang sama. Upaya mendekati dunia nyata bahwa keputusan manusia sebagai pengemudi adalah beragam, dengan fokus pada keberagaman persepsi terhadap biaya perjalanan untuk suatu pasangan asal-tujuan, dapat dilakukan dengan menganggap bahwa persepsi biaya melintasi setiap ruas jalan dari sekelompok pengemudi merupakan suatu distribusi probabilitas. Pada studi ini dibahas model yang menggunakan distribusi normal sebagai distribusi biaya persepsi. Kemudian dalam simulasi (Monte Carlo) pembebanan model stokastik, dibutuhkan pengambilan sampel acak dari distribusi ini dengan menggunakan bilangan acak (random number). Untuk itu persamaan distribusi normal atau distribusi Gauss, perlu ditransformasikan melalui transformasi Box-Muller. Pada studi ini dicoba untuk menerapkan implementasi algoritma transformasi Box-Muller dengan pengkodean bahasa MS-Fortran Power Station . Kata

    (Implementation and Development of HACCP System on Food Industry in Indonesia)

    Full text link
    Research on implementation and development hazard analysis critical control point(HACCP) system on food safety on facing International trde and globalization .the methods used was based on descriptive analysis ,that are problem identification of food safety system issue on small and medium industry (SMI'S) ,selection and empowerment to SMI'S training and guiding in food safety system to SMI'S implementing of HACCP management system in SMI's ,food safety auditing based on food safety system to SMI's were still weak and need to be improved in terms of good manufacturing practice (GMP) facilities ,sanitation and personnel hygiene awareness ,responsibility and commitment on food safety system the food safety audit resulted that were five SMIs have met foodsafety plus requirements

    PROMOSI PARIWISATA DAERAH

    Full text link
    Arah pengembangan kepariwisataan nasional saat ini diarahkan menuju Quality Tourism Experience atau kualitas pengalaman pariwisata. Cakupan yang menjadi fokus kepuasan wisatawan mencakup jasa, harga, keselamatan dan keamanan, kebersihan, aksesibilitas, komunikasi, infrastruktur dan fasilitas, layanan umum, etika, transparansi dan sikap menghargai pada manusia secara individu dan masyarakat, alam dan budaya. Kualitas pelayanan pariwisata dikendalikan oleh prinsip-prinsip yang terkait dalam Global Code of Ethics for Tourism atau Kode Etik Etik Pariwisata Dunia (KEPD). KEPD merupakan acuan yang harus dipahami oleh setiap pemangku kepentingan di bidang pariwisata. Maka Konsep pelayanan dibuat sederhana serta berorientasi pada kualitas proses. Dalam buku ini disajikan citra dan target serta new media sebagai sarana promosi pariwisata yang dilanjutkan dengan kelembagaan promosi kemitraan dan strategi promosi serta implementasi program promosi destination branding terkait perencanaan dan implementasi lebih mendalam menelaah mengenai city branding sebagai strategi penguatan pariwisata, e-tourism dan mengembangkan event pariwisata daerah yang dilanjutkan dengan strategi pemasaran pariwisata di era new normal, studi kasus implementasi promosi pariwisata dan festival lokal sebagai media promosi serta ruang lingkup promosi pariwisata

    Regional Investment Attractiveness: Rating to 134 Regencies/Cities in Indonesia & Problems on Business Environment

    Full text link
    Committed to bring regional autonomy policy to a more meaningful existence, KPPOD (Regional Autonomy Watch) again comes up with result of another rating. This time, statistical aspects and dynamic aspects were combined to better rate autonomous regions and capture their real dynamics. Our focuses remain two: policy variables and endowment variables. Policy variables are grouped into two factors, namely institutional factor and sociopolitical factor; endowment variables into three: regional economy, labor and productivity, and physical infrastructure. For the whole, 42 indicators were employed here, each with its value different from others from the perception of business community. The research includes 134 regions, consisting of 97 regencies and 37 cities spread in 26 provinces in Indonesia. Data used in the analysis of indicators were primary and secondary, qualitative and quantitative. Valuation of variables and processing of data were done using AHP (The Analytic Hierarchy Process) method

    Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia: Peringkat 134 Kabupaten/Kota di Indonesia & Gambaran Permasalahan Dunia Usaha

    Full text link
    Selain perwujudan demokratisasi, dan pelembagaan hubungan pemerintahan pusat – daerah dan antar daerah, kesejahteraan rakyat menjadi salah satu dari tiga tujuan utama otonomi daerah; hal ini berarti bahwa dari segi ekonomi, keberhasilan otonomi daerah diukur dari sejauhmana warga daerah mendapat akses ekonomi yang lebih dari masa sebelumnya. Berbagai tolok ukur bisa digunakan dalam hal akses ekonomi itu, namun ukuran yang sangat jelas adalah keterserapan tenaga kerja secara langsung serta multiplier effect yang muncul dari adanya investasi
    corecore