41 research outputs found

    Aktivitas Antioksidan Daun Muda Mangrove Sonneratia alba Segar Asal Pesisir Desa Wori Sulawesi Utara : Antioxidant Activity of Fresh Young Leaves Mangrove Sonneratia alba from Coastal Wori Village North Sulawesi

    Get PDF
    The results of research on S. alba  antioxidants collected from the coast of Wori Village, North Sulawesi, especially about S. alba  leaves that have undergone drying have very strong antioxidant activity, so far there have been no research reports on antioxidants in young leaves that have not been dried (fresh) from the location of Wori Village.  The purpose of this study was to explore the antioxidant potential of fresh young leaves of S.alba  mangroves  collected on the coast of Wori Village, North Sulawesi. The method used in this study is exploratory, the data is analyzed descriptively, the treatment used is the length of extraction time of 5, 10, 15, 20, 25 and 30 minutes with boiling water, the test parameters used are antioxidant activity using the DPPH method (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) and supporting parameters, namely yield, phytochemistry qualitatively and total phenol content using the Folin-Ciocalteau method. The results obtained were as follows: the highest yield was found at 30 minutes extraction time which was 30.97%, phytochemical components detected at all extraction time were alkaloids, flavonoids, tannins, saponins and phenolics, the highest total phenol content was found at 15 minutes extraction time of 0.7388 ± 0.044 mg GAE / g, the strongest antioxidant activity of 15 minutes straction with IC value50DPPH = 21.05±2.95 μg / ml. In general, it can be concluded that the best treatment is the duration of extraction time in boiling water for 15 minutes because it has the highest total phenol content and the samllest IC50DPPH value. Kata kunci:  young leaves of S.alba, boiling water extract, antioxidant activity Hasil penelitian tentang antioksidan S.alba yang dikoleksi dari pesisir Desa Wori Sulawesi Utara khususnya tentang daun S.alba yang sudah mengalami pengeringan mempunyai aktivitas antioksidan tergolong sangat kuat, selama ini belum ada laporan penelitian tentang antioksidan dalam  daun muda yang belum dikeringkan (segar) dari lokasi Desa Wori ini.    Tujuan penelitian ini adalah menggali potensi antioksidan daun muda mangrove S.alba  segar yang dikoleksi di Pesisir Desa Wori Sulawesi Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat eksploratif, data dianalisis secara deskriptif, perlakuan yang digunakan adalah lama waktu ekstraksi 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 menit dengan air mendidih, parameter uji yang digunakan adalah aktivitas antioksidan  menggunakan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) serta parameter pendukung yaitu rendemen, fitokimia secara kualitatif dan kandungan total fenol menggunakan metode Folin-Ciocalteau. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:  rendemen tertinggi terdapat pada lama ekstraksi 30 menit yaitu 30,97%, komponen fitokimia yang terdeteksi pada semua lama waktu ekstraksi adalah  alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan fenolik,  kandungan total fenol tertinggi terdapat pada lama waktu ekstraksi 15 menit yaitu sebesar 0,7388 ± 0,044 mg GAE/g, aktivitas antioksidan terkuat straksi 15 menit dengan nilai IC50DPPH= 21,05±2,95 µg/ml. secara umum dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang terbaik adalah lama ekstraksi waktu dalam air mendidih selama 15 menit karena mempunyai kandungan total fenol tertinggi dan nilai IC50 DPPH terkecil. Kata kunci:  daun muda S.alba, ekstrak air mendidih, aktivitas antioksidan ma waktu ekstraksi adalah  alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan fenolik,  kandungan total fenol tertinggi terdapat pada lama waktu ekstraksi 15 menit yaitu sebesar 0,7388 ± 0,044 mg GAE/g, aktivitas antioksidan terkuat straksi 15 menit dengan nilai IC50DPPH= 21,05±2,95 µg/ml. Secara umum  dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang terbaik adalah lama ekstraksiwaktu  dalam air mendidih selama 15 menit karena mempunyai kandungan total fenol tertinggi dan nilai IC50DPPH terkecil. Kata kunci :   daun muda S.alba, ekstrak air mendidih, aktivitas antioksida

    PENGARUH KONSENTRASI ASAP CAIR DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP MUTU ORGANOLEPTIK IKAN KAYU (KATSUO-BUSHI)

    Get PDF
    Dried smoked skipjack or better known as Katsuo-bushi is a popular type of smoked fish in Japan. It has a distinctive flavor and widely used in traditional Japanese cuisine. The weakness of commercial Katsuo-bushi nowadays is the high content of Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) (may exceed 10 ppb).  Recent study examined the low PAH Katsuo-bushi product made with liquid smoke. However, the sensory acceptance of this product has not been determined yet.  The purpose of this study was to determine the effect of liquid smoke concentration (1%, 2% and 3%) and soaking time (10, 20 and 30 min) on the sensory quality of Katsuo-bushi. Duo-trio method was used for sensory evaluation. Additional chemical analysis such as moisture content and pH were performed. Significant differences were found among liquid smoke Katsuo-bushi product compare to traditional Katsuo-bushi (P<0.1). Also, it is suggested that the longer the soaking time, the higher the moisture content and pH value. Keyword: Katsuo-bushi, liquid smoke, Duo trio method.   Ikan kayu atau lebih dikenal dengan Katsuo-bushi adalah sejenis ikan asap yang telah lama dikenal dan memiliki flavor yang khas yang biasanya digunakan pada masakan tradisional di Jepang.  Kelemahan ikan kayu yang ada di dunia dewasa ini adalah tingginya kandungan Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang melebihi 10 ppb. Penelitian terkini (Berhimpon, dkk 2016) meneliti ikan kayu asap cair yang rendah PAH, tetapi belum diteliti tingkat kesukaan secara organoleptik. Penelitian ini adalah untuk mendapatkan ikan kayu asap cair yang rendah PAH tetapi disukai oleh konsumen. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asap cair dan lama perendaman terhadap mutu organoleptik ikan kayu asap cair yang dibuat dengan berbagai konsentrasi dan lama perendaman, dan dibandingkan dengan ikan kayu konvensional. Parameter pengamatan ialah analisa organoleptik dengan metode duo trio (Berhimpon, dkk. 2005), analisa kadar air dan pH (AOAC, 2005). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan kayu yang direndam dalam asap cair dengan konsentrasi 2% dan 3% masing-masing selama 30 dan 10 menit berbeda sangat nyata (P<0,1) dengan ikan kayu konvensional. Sedangkan perlakuan yang lain sama dengan ikan kayu konvensional. Untuk analisa kadar air dan pH menunjukkan bahwa lama perendaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kadar air dan pH dari ikan kayu asap cair, dimana semakin lama waktu perendaman dalam larutan asap cair maka semakin tinggi kadar air dan pH dari ikan kayu tersebut. Kata Kunci: Ikan kayu (Katsuo-bushi), asap cair, metode duo trio

    Tingkat Kesukaan Konsumen Terhadap Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis L.) Asap Yang Direndam Dalam Ekstrak Kulit Manggis

    Get PDF
    The purpose of this study was to determine consumer acceptance of smoked skipjack (Katsuwonus pelamis L) pre-treated in a solution of mangosteen peel with a concentration of 3%, 4% and 5%, in various soaking time 15 min or 30 min. The results showed that the pH and moisture content were relatively constant. Based on sensory evaluation, smoked fish pre-treated with 5% mangosteen peel and soaked for 30 min had higher value of taste, odor, and texture attribute

    Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Dan Lama Perendaman Terhadap Mutu Organoleptik Ikan Kayu (Katsuo-bushi)

    Full text link
    Dried smoked skipjack or better known as Katsuo-bushi is a popular type of smoked fish in Japan. It has a distinctive flavor and widely used in traditional Japanese cuisine. The weakness of commercial Katsuo-bushi nowadays is the high content of Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) (may exceed 10 ppb). Recent study examined the low PAH Katsuo-bushi product made with liquid smoke. However, the sensory acceptance of this product has not been determined yet. The purpose of this study was to determine the effect of liquid smoke concentration (1%, 2% and 3%) and soaking time (10, 20 and 30 min) on the sensory quality of Katsuo-bushi. Duo-trio method was used for sensory evaluation. Additional chemical analysis such as moisture content and pH were performed. Significant differences were found among liquid smoke Katsuo-bushi product compare to traditional Katsuo-bushi (P<0.1). Also, it is suggested that the longer the soaking time, the higher the moisture content and pH value. Keyword: Katsuo-bushi, liquid smoke, Duo trio method. Ikan kayu atau lebih dikenal dengan Katsuo-bushi adalah sejenis ikan asap yang telah lama dikenal dan memiliki flavor yang khas yang biasanya digunakan pada masakan tradisional di Jepang. Kelemahan ikan kayu yang ada di dunia dewasa ini adalah tingginya kandungan Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang melebihi 10 ppb. Penelitian terkini (Berhimpon, dkk 2016) meneliti ikan kayu asap cair yang rendah PAH, tetapi belum diteliti tingkat kesukaan secara organoleptik. Penelitian ini adalah untuk mendapatkan ikan kayu asap cair yang rendah PAH tetapi disukai oleh konsumen. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asap cair dan lama perendaman terhadap mutu organoleptik ikan kayu asap cair yang dibuat dengan berbagai konsentrasi dan lama perendaman, dan dibandingkan dengan ikan kayu konvensional. Parameter pengamatan ialah analisa organoleptik dengan metode duo trio (Berhimpon, dkk. 2005), analisa kadar air dan pH (AOAC, 2005). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan kayu yang direndam dalam asap cair dengan konsentrasi 2% dan 3% masing-masing selama 30 dan 10 menit berbeda sangat nyata (P<0,1) dengan ikan kayu konvensional. Sedangkan perlakuan yang lain sama dengan ikan kayu konvensional. Untuk analisa kadar air dan pH menunjukkan bahwa lama perendaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kadar air dan pH dari ikan kayu asap cair, dimana semakin lama waktu perendaman dalam larutan asap cair maka semakin tinggi kadar air dan pH dari ikan kayu tersebut

    Secondary Metaboliti of Gorgonia, Paramuricea Clavata

    Get PDF
    Gorgonians are important organisms living around coral reefs. They have high abundance and very important ecological role. They can be found in shalow to deep sea. Gorgonians belong to octoral taxon rarely studied either their taxonomy or other aspects. Some studies have informed that gorgonians can produce secondary metabolites as anti-bacteria. These belong to terpenoid, alkaloid, and steroid groups. The objective of this study was to obtain secondary metabolites of gorgonian, Paramuricea clavata, through several analytical steps, i.e. extraction, partition, chromatograpgy, and spectroscopy. Extraction was done through 5 phases of maceration and then continued with partition, chromatography, and spectroscopy. The secondary metabolites detected in ethyl acetate solvent, such as flavonoid, triterpenoid, steroid, and saponin, were the same as those in n-hexane solvent, while not all these compounds were detected in methanol solvent.Steroid was found in all gorgonian samples extracted in all solvent materials used in this study. Triterpenoid was also detected in gorgonian skin and axial extract using ethyl acetate, n-hexane, and methanol. Saponin was detected in all gorgonian extract, except the axial extract using ethyl acetate solvent

    Kandungan Fitokimia Dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii

    Get PDF
    The objective of the study was to determine the phytochemical content and antioxidant activity of Kappaphycus alvarezii seaweed extracted with methanol solvent. The extract was obtained by maceration of dried seaweed. Phytochemical tests were performed to determine the presence of alkaloids, flavonoids, saponins, triterpenoids and steroids. Kaphaphycis alvarezii seaweed antioxidant activity was tested by DPPH method (1-1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). A phytichemical test revealed that there was not any alkaloids, flavonoids, saponins, steroids and triterpenoids content in methanol extract Kappaphycus alvarezi. The antioxidant activity by DPPH method showed the high IC50 value (163.82 ppm) It is indicated that the antioxidant activity of Kappaphycus alvarezii of dried seaweed extracted with methanol was very weak. The negative result from phytochemical test was speculated caused by the drying process of seaweed samples, the type of seaweed itself, and the insufficiency of desalting process. The unsaturated fatty acids was suspected to act as antioxidant in this type of seaweedTujuan penelitian adalah untuk mengetahui kandungan fitokimia dan aktivitas antioksidan rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diekstraksi dengan pelarut metanol. Ekstrak diperoleh dengan cara maserasi terhadap rumput laut kering. Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui keberadaan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, triterpenoid dan steroid. Aktivitas antioksidan rumput laut Kaphaphycis alvarezii diuji dengan metode DPPH (1-1-difenil-2-pikrilhidrazil). Hasil penelitian memperlihatkan tidak terdeteksinya senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid pada ekstrak metanol Kappaphycus alvarezi. Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menunjukkan nilai IC50 sebesar 163.82 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan rumput laut Kappaphycus alvarezii kering yang diekstraksi dengan metanol sangat lemah. Tidak terdeteksinya kandungan fitokimia diduga karena sampel rumput laut dikeringkan dengan sinar matahari langsung, jenis rumput laut ini tidak memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan proses desalting yang tidak maksimal. Aktivitas antioksidan yang sangat lemah dari rumput laut ini diduga berasal dari kandungan asam lemak tak jenu

    MUTU STICK IKAN BELUT (Monopterus albus) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG KARAGENAN: The Quality of Eel (Monopterus albus) Fish Stick with Addition of Carrageenan Flour

    Get PDF
    Indonesia is endowed with a plethora of diverse animal food sources, one of which is the eel fish (Monopterus albus). Eel is a fish that can be consumed as a functional food, exhibiting a higher nutritional content than ordinary foodstuffs and providing health benefits for the body. Eel is processed into a variety of products, including the eel fish sticks. It is anticipated that the production of eel fish sticks with the incorporation of carrageenan flour will enhance the cohesiveness and binding power of the product, thereby extending its shelf life. The objective of this study was to assess the quality of eel fish sticks (Monopterus albus) with the incorporation of carrageenan flour through organoleptic evaluations, fat content analyses, crude fiber assessments, and water content examinations. The results of the study indicated that the panelists preferred the 0% carrageenan flour treatment in terms of organoleptic characteristics, including taste, color, texture, and aroma, when compared to treatments with 5%, 10%, and 15% carrageenan flour. The water content value was found to be lower with the addition of 5% carrageenan (6.78) compared to the addition of 0% carrageenan (7.52). The fat content value with a 5% carrageenan addition (9.71) was found to be lower than that observed with a 0% carrageenan addition (11.03). The crude fiber content exhibited a higher value with the addition of 5% carrageenan (0.78) compared to the 0% carrageenan addition (0.48). Similarly, the dietary fiber content demonstrated a higher value with the addition of 5% carrageenan (0.60) compared to the 0% carrageenan addition (0.44). Kata kunci:  Carageenan, Eel, Monopterus albus, Stick   Indonesia memiliki kekayaan sumber pakan hewani yang beragam, salah satunya ikan belut (Monopterus albus). Belut adalah ikan yang dapat dikonsumsi sebagai pangan fungsional yang memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi dari pangan biasa dan dapat memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh, belut tersebut diolah menjadi produk dengan cara diversifikasi. Sehingga dalam penelitian ini dilakakukan pembuatan stick ikan belut dengan penambahan tepung karagenan diharapkan dapat meningkatkan kekompakan dan daya ikat produk serta meningkatkan daya simpan pada stick ikan belut. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui mutu stick ikan belut (Monopterus albus) dengan penambahan tepung karagenan melalui uji organoleptik uji kadar lemak, uji serat kasar, dan uji kadar air. Hasil Penelitian pada nilai organoleptik panellis lebih menyukai perlakuan tepung karagenan 0%, dari segi rasa, warna, tekstur, aroma, dibandingkan dengan penambahan karagenan sebanyak 5%, 10% dan 15%. Nilai kadar air dengan penambahan karagenan 5% (6,78) lebih rendah dibandingkan dengan penambahan karagenan 0% (7,52). Nilai kadar lemak dengan penambahan karegenan 5% (9,71) lebih rendah dibandingkan dengan penambahan karagenan 0% (11,03). Nilai kadar serat kasar dengan penambahan karegenan 5% (0,78) lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan karagenan 0% (0,48). Nilai kadar serat pangan dengan penambahan karagenan 5% (0,60) lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan karagenan 0% (0,44). Kata kunci:  Belut, Karagenan, Monopterus albu, Stick

    Karakteristik Mutu Bakso Ikan Tuna dengan Penambahan Tepung Agar-Agar

    Get PDF
    The quality of fish balls is one of the indicators used in the food industry, this study aims to analyze the best quality of tuna fish balls with the addition of gelatin flour by increasing the analysis of water content, ash content, crude fiber content and organoleptic. The method that will be used in this research is descriptive exploratory with 4, namely the addition of agar-agar flour (T0), the addition of 6g of gelatin flour (T1), the addition of 8g of agar-agar flour (T2) and the addition of 10g of agar-agar flour (T3 ). The results of data analysis showed that the addition of agar-agar flour was able to improve the quality of tuna fish balls, the addition of 10g agar-agar flour was the best treatment with a round and neat shape of meatballs with a distinctive smell of tuna and jelly with a strong gel texture and does not break when folded, water content is 72.57%, ash content is 0.62%, crude fiber is 29.61%.Keywords:    Tuna fish balls, water content, ash content, crude fiber, organoleptic, gelatinous flour. Peningkatan mutu bakso ikan merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam industri pangan, penelitian ini bertujuan menganalisis karakteristik mutu terbaik bakso ikan tuna dengan penambahan tepung agar-agar dengan menganalisis kadar air, kadar abu, kadar serat kasar dan organoleptik. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan 4 perlakuan yaitu tanpa penambahan tepung agar-agar (T0), penambahan tepung agar-agar 6g (T1), penambahan tepung agar-agar 8g (T2) dan penambahan tepung agar-agar 10g (T3). Data hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan tepung agar-agar mampu meningkatkan mutu dari bakso ikan tuna, perlakuan penambahan tepung agar-agar 10g merupakan perlakuan yang terbaik dengan bentuk bakso yang bulat dan rapi dengan aroma bau khas ikan tuna dan agar-agar dengan tekstur gel yang kuat dan tidak patah bila dilipat, kadar air 72,57%, kadar abu 0,62%, serat kasar 29,61%.Kata kunci:  Bakso ikan tuna, kadar air, kadar abu, serat kasar, organoleptik, tepung agar-agar

    Testing Frozen Tuna Histamine As Raw Material For Canned Fish In Pt. Sinar Pure Foods International Bitung City

    Get PDF
    Bitung City is known as an industrial city, one of the fishing industries that is currently developing. There is a canned fish industry using tuna as raw material, which is export-oriented because the market potential of canned tuna is so large and spread in various countries in the world, becoming an export opportunity for canned tuna exporters in Indonesia, especially the canned tuna industry in Bitung city. Considering that developed countries are very sensitive in terms of the quality and safety of their products, so that the standards set are often not in line with some industries, so that it can lead to rejection of Indonesian fishery products in importing countries. The purpose of this study was to determine the histamine content in canned tuna raw materials at PT. Sinar Pure Foods International. Histmain value values from 2 samples of yellowfin tuna (Thunnus allbacares), and 1 sample of bigeye tuna (Thunnus obeseus) after passing the histamine testing process. Bigeye tuna (Thunnus obesus) with a size of 1kg, on the tail (RA), abdomen (RB), and head (RC) did not exceed 4ppm. The highest histamine content in the 1 kg large eye tuna (Thunnus obesus) sample was located in the abdomen (RB). While the lowest histamine content is located in the tail (RA). This proves that the fastest increase in histamine occurs in the stomach area (RB) which results can be considered very low because it is in the range of numbers below 4 ppm. yellowfin tuna (Thunnus Allbacares) with a size of 1.4 kg, on the tail (MA), stomach (MB), and head (MC) did not exceed 4ppm. The highest histamine content in yellowfin tuna (Thunnus Allbacares) samples measuring 1.4 kg was located in the abdomen (MB). While the lowest histamine content is located in the tail (MA). This proves that the fastest increase in histamine occurred in the abdominal area (MB) of 1.4 kg yellowfin tuna. yellowfin tuna (Thunnus Allbacares) with a size of 1.8 kg, on the tail (EA), stomach (EB), and head (EC) did not exceed 4ppm. The highest histamine content in yellowfin tuna (Thunnus Allbacares) samples measuring 1.8 kg was located in the abdomen (EB). While the lowest histamine content is located in the tail (EA). This proves that the fastest increase in histamine occurred in the abdominal area (EB) of 1.8 kg yellowfin tuna. This is in line with the standards set at the company, the standard for frozen tuna raw materials is 30 ppm and for canned fish 50 ppm, the increase in histamine content of the 3 samples studied, namely bigeye tuna 1kg, yellowfin tuna 1.4kg, and 1.8 kg yellowfin tuna has the same pattern, namely, histmin content is very easily formed in the belly of the fish Keywords: Tuna, Histamine, Canning Abstrak Kota Bitung dikenal sebagai kota industri salah satu industri perikanan yang saat ini sedang berkembang. Terdapat industri ikan kaleng menggunakan bahan baku ikan tuna, yang berorientasi pada ekspor karena potensi pasar ikan tuna kaleng yang begitu besar dan tersebar di berbagai negara di dunia menjadi sebuah peluang ekspor bagi eksportir ikan tuna kaleng di Indonesia khususnya industri ikan tuna kaleng di kota Bitung. Mengingat negara maju sangat peka dalam hal mutu dan keamanan produknya, sehingga standar yang ditetapkan sering tidak sejalan dengan beberapa industri, sehingga dapat menyebabkan penolakan produk perikanan Indonesia di negara importir. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kandungan histamin pada bahan baku ikan tuna kaleng di PT. Sinar Pure Foods International. Nilai kadar histmain dari 2 sampel ikan tuna madidihang (Thunnus allbacares), dan 1 sampel ikan tuna mata besar (Thunnus obeseus) setelah melewati proses pengujian histamin. Tuna mata besar (Thunnus obesus) dengan ukuran 1kg, pada bagian ekor (RA), perut (RB), dan kepala (RC) tidak melewati 4ppm. Kandungan histamin tertinggi pada sampel ikan tuna mata besar (Thunnus obesus) ukuran 1kg terletak pada bagian perut (RB). Sedangkan kandungan histamin terendah terletak pada bagian ekor (RA). Hal ini membuktikan bahwa kenaikan histamin paling cepat terjadi pada area perut (RB) hasil yang di dapat terbilang sangat rendah karna berada di kisaran angka dibawah 4 ppm. tuna madidihang (Thunnus Allbacares) dengan ukuran 1,4kg, pada bagian ekor (MA), perut (MB), dan kepala (MC) tidak melewati 4ppm. Kandungan histamin tertinggi pada sampel ikan tuna madidihang (Thunnus Allbacares) ukuran 1,4kg terletak pada bagian perut (MB). Sedangkan kandungan histamin terendah terletak pada bagian ekor (MA). Hal ini membuktikan bahwa kenaikan histamin paling cepat terjadi pada area perut (MB) dari ikan tuna madidihang ukuran 1,4kg. tuna madidihang (Thunnus Allbacares) dengan ukuran 1,8kg, pada bagian ekor (EA), perut (EB), dan kepala (EC) tidak melewati 4ppm. Kandungan histamin tertinggi pada sampel ikan tuna madidihang (Thunnus Allbacares) ukuran 1,8kg terletak pada bagian perut (EB). Sedangkan kandungan histamin terendah terletak pada bagian ekor (EA). Hal ini membuktikan bahwa kenaikan histamin paling cepat terjadi pada area perut (EB) dari ikan tuna madidihang ukuran 1,8kg. Hal ini sejalan dengan standar yang di tetapkan pada perusahan tersebut, standar untuk bahan baku ikan tuna frozen 30 ppm dan untuk ikan kaleng 50 ppm, kenaikan kandungan histamin dari 3 sampel yang di teliti yaitu tuna mata besar 1kg, tuna madidihang 1,4kg, dan tuna madidihang 1,8kg memiliki pola yang sama yaitu, kandungan histmin sangat mudah terbentuk pada bagian perut ikan. Kata Kunci : Ikan Tuna, Histamin, Pengalenga

    Secondary Metaboliti of Gorgonia, Paramuricea clavata

    Get PDF
    Gorgonians are important organisms living around coral reefs. They have high abundance and very important ecological role. They can be found in shalow to deep sea. Gorgonians belong to octoral taxon rarely studied either their taxonomy or other aspects. Some studies have informed that gorgonians can produce secondary metabolites as anti-bacteria. These belong to terpenoid, alkaloid, and steroid groups. The objective of this study was to obtain secondary metabolites of gorgonian, Paramuricea clavata, through several analytical steps, i.e. extraction, partition, chromatograpgy, and spectroscopy.  Extraction was done through 5 phases of maceration and then continued with partition, chromatography, and spectroscopy. The secondary metabolites detected in ethyl acetate solvent, such as flavonoid, triterpenoid, steroid, and saponin, were the same as those in n-hexane solvent, while not all these compounds were detected in methanol solvent.Steroid was found in all gorgonian samples extracted in all solvent materials used in this study. Triterpenoid was also detected in gorgonian skin and axial extract using ethyl acetate, n-hexane, and methanol. Saponin was detected in all gorgonian extract, except the axial extract using ethyl acetate solvent. Keywords: Secondary metabolite, Gorgonia, anti-bacteria.   Abstrak Gorgonia merupakan organisme penting yang hidup di sekitar terumbu karang. Hewan ini memiliki kelimpahan besar dan peranan ekologis yang sangat ppenting. Organisme ini dapat ditemukan di perairan dangkal sampai laut dalam. Gorgonia termasuk taksa octokoralia yang jarang diteliti baik taksonominya maupun aspek-aspek lain. Beberapa penelitian telah menginformasikan bahwa gorgonia dapat menghasilkan metablit sekunder sebagai anti-baketri. Senyawa-senyawa ini termask golongan terpenoid, alkaloid dan steroid. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan metabolit sekunder gorgonia (Paramuricea clavata) melalui beberapa tahap analisis, yaitu  ekstraksi, partisi, kromatografi, dan spektroskopi.  Ekstraksi dilakukan melalui 5 tahap maserasi dan dilanjutkan dengan partisi, kromatografi, dan spectroskopy. Metabolit sekunder yang terdeteksi pada larutan ethil asetat, seperti flavonoid, triterpenoid, steroid dan saponin adalah sama dengan pada pelarut n-heksan, sedangkan tidak semua senyawa ini terdeteksi pada pelarut metanol. Steroid ditemukan pada semua sampel gorgonia yang diekstrak dalam semua bahan pelarut yang digunakan pada penelitian ini. Triterpenoid terdeteksi pada ekstrak kulit dan aksial  gorgonia yang menggunakan pelarut ethil asetat, n-hexane, dan methanol. Saponin terdeteksi pada semua ekstrak gorgonia, kecuali ekstrak axial yang menggunakan pelarut ethil asetat
    corecore