21 research outputs found

    Penangkapan dan Perdagangan Trenggiling Jawa (Manis Javanica Desmarest, 1822) di Indonesia

    Full text link
    Status konservasi trenggiling Jawa tidak terlepas dari ancaman perdagangan illegal. Tujuan penelitian adalah mengetahui persepsi masyarakat terkait dengan penangkapan dan tata niaga perdagangan serta perkiraan populasi yang telah diperdagangkan sampai tahun 2015. Metode yang digunakan adalah teknik snow-ball dan purposive random sampling dengan kuesioner. Persepsi masyarakat untuk menambah pendapatan (40%) melalui kesempatan (52%). Selama empat belas tahun terakhir, trenggiling Jawa yang diperdagangkan sebanyak 319.460 individu yang diekspor ke mancanegara. Hal ini disebabkan oleh kebijakan dan sanksi terhadap satwaliar yang dilindungi, belum efektif dalam menanggulangi perdagangan illegal sehingga belum memberikan efek jera

    Inbreeding Pada Populasi Banteng (Bos Javanicus D'Alton 1832) Di Kebun Binatang Surabaya

    Full text link
    Inbreeding Population of Banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) at Surabaya Zoo. Reny Sawitry and Mariana Takandjandji. Banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) is one of wildlife that is maintained in Surabaya Zoo, their mating system happened from a couples, and so overlap from generation to next generation. The purposed of this research was to determine effective population size, genetic diversity, and the change of physical and physiological of the herd. The methods used in this study were analysis DNA mitochondria from hair samples, description of physical and physiological change, and inbreeding coefficient. The results showed that effective populations size of herd in Surabaya Zoo tended to decline from productive age of Banteng. Haplotype diversity of herd population was very low, the distance of genetic intra population zerro, and it’s genetic diversity was very homogen. This occured caused change in sex ratio of which male dominated the offspring population. Subsequently, the impact of inbreeding was the change of physic and physiology of Banteng such as skin colour, sterile and infertile. Inbreeding that happened in Surabaya Zoo affected extinction of third population because of individual number of live sex less than one. The inbreeding coeficient was calculate using of pedigree analysis and inbreeding rate per generation based on the population structure. The calculation result of inbreeding coeficient was 0.42, while the inbreeding rate was 4.3% per generation. Finally, it’s needed to supply Banteng from nature to fix offsprings and it’s genetic diversity

    Pengaruh Pengelolaan Hutan Produksi terhadap Keragaman Jenis Plasma Nutfah Perairan

    Full text link
    Pengelolaan hutan produksi dengan model penebangan Reduced Impact Logging (RIL) membuat pembukaan tajuk seluas 13,3% yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan penebangan konvensional (CNV) dengan pembukaan tajuk seluas 19,2%, memberikan pengaruh yang berbeda terhadap keanekaragaman hayati perairan. Ketersediaan nutrisi dan hara penting yang lebih baik di perairan kawasan RIL ditunjang oleh tingginya residu terlarut 95% dan rendahnya kecepatan aliran air sungai 50% dari perairan sekitar CNV. Kondisi fisik perairan yang demikian menunjukkan perbedaan nyata terhadap perbandingan nitrat dan fosfat (N/P rasio) di RIL dan CNV, yaitu 77,5 dan 51,3. Nilai ini menunjukkan kadar nitrat perairan yang tinggi, dan perairan berada dalam tipe oligotropic. Indeks keragaman jenis plankton di RIL 1,754 dan di CNV 1,682 dengan populasi masing-masing 12.916 individu/liter dan 7.222 individu/ liter. Jumlah plankton ini berkorelasi positif dengan N/P rasio (r = 0,9). Di perairan sekitar DAS areal penelitian terdapat 28 jenis ikan tergolong kedalam 20 genera dan 8 famili. Famili dominan adalah Cyprinidae 57,14%, Bagridae 17,14%, dan Anguillidae 7,14%. Sebagian besar ikan jenis endemik Kalimantan terdapat pula di kedua perairan RIL dan CNV, tetapi jenis yang mempunyai kerapatan dan frekuensi relatif tinggi ditemukan lebih banyak di perairan RIL

    Kajian Ekologi Permudaan Saninten (Castanopsis Argentea (Bl.) A.DC.) Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat

    Full text link
    The study of population and distribution of saninten (Castanopsis argentea (Bl.) A.DC) seedling was conducted in August 2003 at block Pasarean, Cibodas Resort, Gede Pangrango National Park. The square inventory of 20 plots sizing at 2 x 2 m for seedling level and 20 x 20 m for tree level. Regeneration analysis were laid down at 1,300, 1,400, 1,500, 1,600, and 1,700 m asl. The research showed that the species composition of seedling communities at 1,300 and 1,600 m asl was kileho (Saurauia pendula Bl.), at 1,400 and 1,700 m asl was huru (Litsea sp.) and at 1,500 m asl was nangsi (Villebrunea sp.). The highest density distribution of tree and seedling stage of saninten were at 1,400 m asl which were 18 trees/ha and 833 seedlings/ha with dominance index of 0.06. While the highest of species diversity index occured at 1,300 m asl about 3.34 with 35 invidual species. More over, based on altitudinal sites, the value of index similarity was occured between 1,600 m asl and 1,700 m asl was 65.24%

    Keragaman Genetik Dan Situs Polimorfik Trenggiling (Manis Javanica Desmarest, 1822) Di Penangkaran

    Full text link
    Trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822) merupakan satwa yang terancam keberadaannya akibat perburuan liar dan perdagangan ilegal, sehingga termasuk satwa dilindungi dan terdaftar pada Appendix IICITES. Upaya penangkaran trenggiling telah dilakukan oleh penangkar satwa di Medan, Sumatera Utara,menggunakan indukan dari alam. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang variabilitasgenetik dan hubungan kekerabatan populasi trenggiling di penangkaran tersebut untuk mencegah perkawinansedarah. Metode yang digunakan adalah analisis sekuen D loop mitokondria (mt) DNA melalui sampel darahKonsentrasi DNA dari 11 individu trenggiling berkisar antara 74,75-1013,25 ng/Β΅l, memiliki delapanmacam haplotipe. Keragaman genetik ke-11 trenggiling sangat rendah (0,00337). Uji Tajima (D = -0,75298)dan uji Fu & Li (0,19158) menunjukkan 11 individu dalam populasi tersebut telah terjadi inbreeding dan berasal dari lokasi yang berdekatan, tetapi kedua nilai tersebut tidak signifikan (P>0,10). Berdasarkan pohonfilogeni, perkawinan induk trenggiling dapat diatur sebagai berikut: SIB-05/SIB-10 (β™‚) dapat dikawinkan dengan SIB-08/SIB09 (♀), SIB 01/SIB-07/SIB-03/SIB-06 (β™‚) dapat dikawinkan dengan SIB-04 (♀),sedangkan SIB-02 (♀) dapat dikawinkan dengan SIB-11 (β™‚), sehingga laju inbreeding dapat ditekan dan keragaman genetiknya dapat dipertahankan

    Kajian Usulan Zona Khusus Taman Nasional Kutai

    Full text link
    Pembangunan jalan poros Bontang-Sangatta di Taman Nasional Kutai memicu terjadinya konflik tenurial maupun konflik satwa, karena okupasi masyarakat. Kondisi ini mengarahkan pengelolaan kawasan ini menjadi zona khusus, untuk itu tujuan penelitian ini mengevaluasi usulan zona khusus dihubungkan dengan tipologi etnis masyarakat, potensi biofisik kawasan dan persepsi masyarakat. Metode penelitian dilakukan melalui wawancara dan kuesioner pada 58 Kepala Keluarga (KK). Usulan zona khusus ini layak ditetapkan mengingat peningkatan kepadatan penduduk sekitar 22% per tahun dan peningkatan pengusahaan lahan β‰₯ 2 ha pada masyarakatdi Kecamatan Teluk Pandan dan Sangatta Selatan. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan berdampak pada menurunnya kesuburan lahan. Sementara itu, keberadaan perkebunan karet memperluas daerah jelajah satwa terutama orangutan. Persepsi masyarakat terhadap status kawasan yang menghendaki enclave (45%) mengindikasikan bahwa mereka masih menginginkan menetapdi kawasan. Usulan hasil penelitian ini, pengelolaan kawasan seluas 18.831ha layak sebagai zona khusus dan penataan lahannya terbagi ke dalam zona budidaya selebar 250 m di kiri kanan jalan Bontang-Sangatta, zona interaksi selebar 251-750 m serta kawasan hijau yang berfungsi sebagai koridor > 751 m disertai pembinaan kelompok tani dan nelayan masyarakat

    Keragaman Benthos sebagai Indikator Kualitas Ekosistem Perairan Hutan Produksi

    Full text link
    Kualitas ekosistem pcrairan di hutan produksi dipeugaruhi olch teknik penebangan hutan secara konvesional (CNV) dalamhal ini TPTI a tau ramah lingkungan (Re.duced Impact loggiflg, RIL). Penelitian pengaruh penebangan terhadap kualitas air bertujuan melihat dari keragaman dan populasi benthos di perairan CNV dan Rll. dan menjadikan keragaman bcnthos sebagai indikator kualitas perairan. Metode penentuan lokasi pengambilan contoh adalah purposive random sampling dan parameter yang diteliti adalah kualitas fisik dan kimia air, keragaman benthos, serta tekstur dasar sungai. hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman benthos di CNV dipengaruhi oleh BOD dan COD, sedangkan di perairan RIL, dipengaruhi oleh DO. Kandungan hara yang diindikasikan dari jumlah nitrogen dan fosfat di kawasan RTL lcbih tinggi daripada di CNV. Dari 15 jenis benthos yang teridcnti likasi di lokasi penelitian termasuk ke dalam 9 ordo. Jenis yang penyebarannya Joas atau dengan frekuensi keberadaannya tinggi adalah Laccophylus sp. (Coleoptera), llagenius sp. (Odonata), Palaemonetes sp. (Dccapoda), dan Macrobrachium sp. (Decapoda). Keberadaan jenis benthos ini dipengaruhi oleh substrat dasar sungai di ekosistem perairan, di mana CNV lebih banyak mengandung tanah lempung dan liat dibandingkan dengan di perairan RJL, sehingga populasi benthos lebih tinggi, yaitu 180 individu per m2 dibandingkan dengan 108, 75 individu per m2. Keberadaan jenis benthos tersebut mcnunjukkan kualitas air tergolong dalam kategori bersih

    Karakteristik dan Persepsi Masyarakat Daerah Penyangga Taman Nasional Gunung Halimun-salak

    Full text link
    Penetapan perluasan kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI No. 175/KPTS-II/2003 dari 40.000 hektar menjadi 113.357 hektar, bagi Kabupaten Lebak menimbulkan permasalahan antara kepentingan konservasi dan pembangunan daerah melalui pendapatan asli daerah (PAD). Untuk melihat permasalahan ini, dilakukan pengamatan karakteristik masyarakat, pengelolaan lahan, pemanfaatan sumberdaya hutan berupa potensi geologi, pertambangan emas, air, tumbuhan, satwaliar serta persepsi masyarakat terhadap potensi tersebut, terutama masyarakat pada lima kampung di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak. Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar mata pencaharian utama dan sampingan masyarakat di bidang pertanian sebagai petani dan buruh tani dan di bidang pertambangan, sedangkan pekerjaan lainnya adalah perdagangan dan transportasi. Pendapatan masyarakat yang bermata pencaharian di bidang pertanian dengan luas sawah β‰₯ 0,5 ha (Rp 1.350.000,00 per KK per bulan) lebih rendah dibandingkan bidang pertambangan (Rp 1.500.000,00 per KK per bulan). Pemanfaatan sumberdaya hutan yang paling utama adalah sumber air, perkayuan untuk bahan bangunan dan kayu bakar. Persepsi masyarakat lebih banyak ditujukan pada pemanfaatan potensi geologi berupa pertambangan emas, tetapi bagi masyarakat Kampung Lebak Sembada, Desa Citorek Kidul sebaiknya lokasi pengambilan emas tersebut dikembalikan kepada fungsinya sebagai kawasan konservasi untuk melestarikan sumber mata air. Kegiatan yang dapat meningkatkan sosial ekonomi masyarakat yaitu permudaan tanaman cengkeh, penanaman aren, dan peternakan dengan sistem kandang
    corecore