26 research outputs found

    Simbiosis Zooxanthellae dan Karang Sebagai Indikator Kualitas Ekosistem Terumbu Karang

    Get PDF
    TINJAUAN TEORITIS SIMBIOSIS ZOOXANTHELLAE DAN KARANG SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS EKOSISTEM TERUMBU KARANG   Unstain NWJ Rembet1   ABSTRACT   A symbiotic process between zooxanthellae and corals can support the adaptative factors in terms of natural vulnerability criteria. The proposed consideration are 1) the symbiosis between zooxanthellae and corals provides phenomenal contributions to coral evolutionary process and 2) the criteria used by Gomez and Yap have been merely based on live coral cover that is still becoming key tools for the evaluation of coral reef health status measure. These criteria have been weaker and weaker due to neglecting the feature of intra- and interspesific relationship in coral biota itself. Therefore, the use of zooxanthellae and coral symbiotic relationship is thought of being able to complete the coral reef quality evaluation since its information could address this relationship feature beside on the basis of response to environmental pressures.     Keywords : symbiotic, zooxanthellae, coral.   ABSTRAK Proses simbiosis antara zooxanthellae dengan karang dapat memberikan suatu support terhadap faktor penyesuai dalam hal ini dari segi kriteria kerentanan alami. Pertimbangan yang diajukan adalah (1) simbiosis antara karang dengan zooxanthellae memberikan konstribusi fenomenal dalam proses evolusi karang dan (2) kriteria yang dipergunakan saat ini dari analisis Gomez dan Yap hanya didasarkan atas tutupan karang hidup yang sampai sekarang menjadi acuan bagi evaluasi tingkat status kesehatan terumbu. Kriteria tersebut dipandang mengalami kelemahan karena mengabaikan sifat hubungan intra dan ekstraspesifik dari biota karang itu sendiri. Atas dasar hal tersebut, maka penggunaan hubungan simbiosis zoxanthellae dan karang dipandang dapat melengkapi evaluasi kualitas terumbu karang karena informasinya dapat menjelaskan sifat hubungan intra dan ekstra spesifik, disamping atas dasar respon terhadap tekanan lingkungan.     Kata kunci : simbiosis, zooxanthellae, karang.       1 Laboratorium Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu, FPIK UNSRA

    Economic Analysis of Coral Reefs in Bahoi Village, North Minahasa District

    Get PDF
    For the management activity of coastal area, especially coral reefs, need basic data about economic condition of the coral reefs. Therefore, to manage the ecosystem of coral reefs in Bahoi Village, need an analysis act of economic condition. Whereas, for the economic values, analyze base on direct use of the society. Total economic values of the coral reefs in Bahoi Village, analyze only from the direct use. At the moment its about Rp.2.420.130.000/year. This values is the acumulation from the direct use of fisheries (coral fish) about Rp.2.368.980.000/year and the direct use of the tourism about Rp.51.150.000/year. The relation of ecological and economic condition, base on the result of the coefficient values is 0.0887 for coral and 0.2470 for algae, indicated that 1% growth of the coral coverage unit, will raise 8.87% unit of the total fish. Likewise, 1% growth of the algae coverage, will raise 24.70% of the total fish. In other words, every growth of the coral coverage and algae coverage, will raise the total fish. The relation of fish diversity and fishing trip to the fisherman income, the coefficient values is 2.7475 for fish diversity and 1.1693 for fishing trip, indicated that 1% growth of fish diversity fish, will raise 274.75% unit of the fisherman income. Likewise, 1% growth of fishing trip per month, will raise 116.93% unit of the fisherman income. To improve the ecological condition that finally can increase the society income, therefore activity that cause damage to the coral reefs, such as fishing with “bubu” and coral mining, need to be stopped. It’s also need to develop the other benefit of coral reefs, like tourism. Key words : analysis, ekonomic, ekological, coral reff Abstrak   Untuk suatu kegiatan pengelolaan wilayah pesisir khususnya terumbu karang, diperlukan data dasar mengenai nilai ekonomi dari terumbu karang. Oleh sebab itu guna pengelolaan ekosistem terumbu karang di Desa Bahoi perlu dilakukan pengkajian ekonomi. Nilai ekonomi total dari terumbu karang di Desa Bahoi hanya dilihat dari nilai manfaat langsung, yang saat ini memiliki nilai sebesar Rp 2.420.130.000/tahun. Nilai ini merupakan akumulasi dari manfaat langsung perikanan tangkap (ikan karang) sebesar Rp 2.368.980.000/tahun dan manfaat langsung wisata sebesar Rp 51.150.000/tahun. Hubungan kondisi ekologi dan ekonomi dilihat dari nilai koefisien yang diperoleh yaitu 0.0887 untuk karang batu dan 0.2470 untuk algae  menunjukkan bahwa setiap pertambahan 1% dari satuan tutupan karang batu akan diikuti dengan penambahan 8.87% satuan jumlah ikan. Demikian juga dengan penambahan 1% satuan tutupan algae akan dikuti dengan penambahan 24.70% satuan jumlah ikan. Dengan kata lain, setiap penambahan tutupan karang dan tutupan algae akan diikuti dengan peningkatan jumlah ikan. Dalam hubungan keanekaragaman ikan dan trip penangkapan terhadap pendapatan nelayan nilai koefisien yang diperoleh yaitu 2.7475 untuk keanekaragaman ikan dan 1.1693 untuk trip penangkapan, menunjukkan bahwa setiap pertambahan 1% dari satuan keanekaragaman ikan akan diikuti dengan penambahan 274.75% satuan pendapatan nelayan. Demikian juga dengan penambahan 1% satuan jumlah trip per bulan akan dikuti dengan penambahan 116.93% satuan pendapatan nelayan. Untuk meningkatkan kondisi ekologi, yang pada akhirnya akan meningkatkan penghasilan masyarakat, maka kegiatan yang mengakibatkan rusaknya terumbu karang seperti penangkapan ikan dengan bubu dan penambangan karang harus dihentikan, serta perlu dikembangkannya manfaat lain terumbu karang seperti pariwisata yang sangat potensial untuk dikembangkan di wilayah ini. Kata-kata kunci : kajian, ekonomi, ekologi, terumbu karang   1 Dibiayai oleh Direktorat Pendidikan Tinggi dalam program PENPRINAS MP3EI 2015-2016 2 Staf pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRA

    Ecological-Economic Assesment Trevally Culture In North Lembeh District Of Bitung City, North Sulawesi Province

    Get PDF
    This study aimed to know several water quality conditions for trevally culture, determine the culture area suitability, and inform the financial benefit of the trevally culture activity in floating net system. Determination of the trevally culture was based on physical and chemical water conditions. Results showed that water conditions in Pintu Kota was suitable for trevally culture.  Net B/C Ratio was more than one, 1.34; Positive NPV was IDR. 173,838,237,98; IRR reached 36,5%; PI was > 1, 11.61; and POT was 2.7 years, where the return period was 6 cycles at an interest rate of 0,5%. The calculations of stochastic approach got positive NPV of IDR. 202,964,498, the IRR was not less than 46,2%, the PI was > 2,7; and POT was 2,8 years at the most. There were two trevally culture groups, poparo and tude each of which consisted of 10 members. With one floating net cage system of 6 nets, the investment was economically feasible.Key words: trevally culture, floating net cage system, feasibility, suitability landABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk Mengetahui kondisi beberapa kualitas air untuk budidaya ikan kuwe,  Menentukan kesesuaian lahan budidaya ikan kuwe,  Menginformasikan manfaat finansial usaha budidaya ikan kuwe (Caranx sp)  sistem karamba jaring apung. Penelitian ini dilakukan di perairan Pintu Kota, dan penentuan lokasi budidaya ikan bobara dilakukan berdasarkan pengamatan kondisi perairan fisika dan kimia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi perairan di Pintu Kota masih sesuai untuk dilakukan usaha budidaya. Hasil perhitungan analisis ekonomi diperoleh Net B/C Ratio lebih besar dari satu yakni 1,34; NPV positif yakni Rp 173,838,237,98; IRR mencapai 36,5%; PI lebih besar dari satu yakni 11,61, dan POT selama 2,7 tahun, dimana jangka waktu pengembalian investasi sebanyak 6 siklus pada tingkat suku bunga 0,5%. Perhitungan dengan pendekatan stokastik NPV diperoleh paling besar Rp 202,964,498, IRR tidak kurang dari dari 46,2%; PI paling sedikit turun menjadi 2,7 dan POT paling lama 2,8 tahun. Hanya ada dua kelompok usaha yaitu kelompok poparo dan tude yang masing-masing berjumlah 10 orang. Dengan satu paket keramba ada 6 jaring, Investasi usaha ikan kuwe dikategorikan layak secara ekonomi.Kata kunci: Budidaya Ikan Kuwe, Karamba Jaring Apung, Kelayakan Usaha, Kesesuaian Laha

    Study on the Taxonomy of Genus Favia (Oken, 1815) at the Reef Flats of Kampung Ambong Village in Likupang Timur District, Minahasa Utara

    Get PDF
    Coral reefs in the world occupy around 250.000 km2 of coastal areas and provide habitats for approximately 25 % of marine species.  Reefs are usually reognise as marine rain forest (Knowlton et al., 2010 in Andi Haerul, 2014).  Indonesia has a high level of hard corals diversity, and, at least 80 genera consist of 74 % of 800 coral spesies of the world could be found here.Favia (Oken, 1815) is one genus of Faviidae.  Faviidae is one of the largest coral family, after Acroporidae.  Coral species of Faviidae live in a colony. Generally, the main characteristic of Favia has plocoid shape corallite. Data collection has been conducted on reef flats of Kampung ambong Village in Likupang Timur District of Minahasa Utara Regency. Visual survey method was done at 3 – 5 meters depths during high tide rising. This research was focused on genus Favia (Oken, 1815) of Faviidae family.Five species of hard corals of genus Favia were founded in this study,i.e Favia speciosa (Dana, 1846), Favia favus (Forskål, 1775), Favia truncatus (Veron, 2000), Favia pallida (Dana, 1846) dan Favia matthaii (Vaughan, 1918). These species have similar characteristics in some parts, i.e septum, corallite form and corralite diameter.Keywords: Taxonomy, Hard Coral, Favia (Oken, 1815) ABSTRAK      Terumbu karang di dunia memiliki luas sekitar 250.000 km2 dan merupakan tempat tinggal bagi 25% spesies laut sehingga terumbu karang disebut juga rain forest laut (Knowlton et al. 2010 dalam Andi Haerul, 2014). Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman spesies karang yang tinggi yaitu kurang lebih 80 genera meliputi 74% dari 800 spesies yang ada di dunia.Karang Favia (Oken, 1815) merupakan salah satu genus dari famili karang Faviidae yang menjadi salah satu famili terbesar setelah Acroporidae. Spesies dari famili Faviidae hidup secara berkoloni. Ciri-ciri umum dari genus ini adalah bentuk koralit plocoid. Pengambilan data dilakukan di Desa Kampung Ambong Kecamatan Likupang Timur, Minahasa Utara. Metode yang digunakan adalah metode survei jelajah pada kedalaman 3-5 meter pada saat terjadi pasang naik. Karang yang diamati adalah famili Faviidae, genus Favia (Oken, 1815).Pada penelitian ini ditemukan lima spesies karang genus Favia, yaitu Favia speciosa (Dana, 1846), Favia favus (Forskål, 1775), Favia truncatus (Veron, 2000), Favia pallida (Dana, 1846) dan Favia matthaii (Vaughan, 1918). Spesies ini memiliki karakteristik yang hampir mirip pada beberapa bagian seperti septa, bentuk koralit, serta diameter koralit.Kata Kunci: Taksonomi, Karang Batu, Favia (Oken, 1815

    Distribution of Coral Reefs Stone at the Reef Flat of South Coast Putus-Putus Island East Ratatotok, Ratatotok District Southeast Minahasa Regency

    Get PDF
    This research was conducted at the reef flat of south Putus-Putus Island, East Ratatotok, Ratatotok district, Southeast Minahasa Regency. This research was done no data of coral distribution available in Putus-Putus Island. This research aimed to describe the distribution of corals in Putus-Putus Island. The benefit of the study was to provide information and contribution to coral reef management efforts in the region. Data was collected using transect-quadrat methodt. There were 3 sampling points determined, the inner reef flats, the middle reef flats, and the outer reef flat. Each depth was laid five 50 m–transects, and each transect had 10 1x1-quadrats. The distance between quadrats was 5 m. Any coral found in the quadrat was recorded on a data sheet and photographed using an underwater camera. The highest percent cover was recorded at the outer reef flat, 57.32%, followed by the middle reef flat, 39.08%, and the lowest was found in the inner reef flat, 11.38%. The most coral lifeform cover in Putus-Putus Island reef flat was Coral Massive, 42.98%. General condition of coral reefs was good at the outer reef flat, moderate at the middle reef flat, and poor at the inner reef flat, respectively. Hard coral diversity index (H’) value was 0.36 at the inner reef flat, 0.56 at the middle reef flat, and 0.51 at the outer reef flat. Eveness index was 0.52 at the inner reef flats, 0.59 at the middle reef flat and 0.60 at the outer reef flat, respectively. Dominance index was 0.61 at the inner reef flat, 0.43 at the middle reef flat, and 0.45 at the outer reef flat. The distribution pattern was clustered in all sampling points. Keyword : Distribution, Coral Abstrak Penelitian ini dilaksanakan di pantai selatan Pulau Putus-Putus Desa Ratatotok Timur Kecamatan Ratatotok Kabupaten Minahasa Tenggara. Penelitian ini dilakukan karena belum ada data distribusi karang batu di rataan terumbu Pulau Putus-Putus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi karang batu di rataan terumbu Pulau Putus-Putus. Manfaat penelitian yaitu dapat menjadi sumber informasi dan mampu memberikan kontribusi bagi upaya pengelolaan terumbu karang di wilayah Ratatotok di masa yang akan datang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode transek kuadran. Pada lokasi penelitian, ditentukan tiga titik pengambilan data, yaitu kedalaman inner reef flat, middle reef flat dan outer reef flat. Pada setiap kedalaman diletakkan 5 transek ulangan, dengan panjang 50 meter, pada setiap transek diletakkan 10 buah kuadran berukuran 1x1 meter dengan jarak antar kuadran  adalah 5 meter. Setiap karang yang ditemukan dalam kuadran dicatat pada data sheet dan mengambil gambar dengancamera underwater. Persentase tutupan karang batu tertinggi diperoleh pada kedalaman outer reef flat yaitu sebesar 57,32 % diikuti dengan middle reef flat 39,08 % dan tutupan terendah pada kedalaman inner reef flat yaitu 11,38 %. Bentuk pertumbuhan karang batu yang paling banyak menutupi rataan terumbu Pulau Putus-Putus adalah Coral massive sebesar 42,98%. Secara umum kondisi terumbu karang pada kedalaman outer reef flat dikategorikan baik, kedalaman middle reef flat dikategorikan cukup dan kedalaan inner reef flat dikategorikan rusak/buruk. Dari hasil analisis, nilai indeks keanekaragaman karang batu di tiap kedalaman sebagai berikut: kedalaman inner reef flat (H' = 0,36), kedalaman middle reef flat (H' = 0,56) dan kedalaman outer reef flat (0,51). Hasil indeks kesamarataan untuk tiap kedalaman adalah kedalaman inner reef flat (e = 0,52), kedalaman middle reef flat (e = 0,59) dan outer reef flat (e = 0,60). Nilai indeks dominasi pada kedalaman inner reef flat tergolong dalam kriteria dominasi sedang 0,61 dan kedalaman middle reef flat dan outer reef flat dominasi rendah 0,43 – 0,45. Pola distribusi karang batu pada ketiga kedalaman adalah mengelompok. 1Staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulang

    Reef Fishes Colonization Rate Around Artificial Reef in Putus-putus Island, South-East Minahasa District

    Get PDF
    A comprehensive research effort was directed to increase the ecological role of Putus-Putus island coral reefs. This study was an implementation of artificial reef technology as fish colonization locality. The artificial reefs were made of 20x20x100 cm-concrete blocks placed in 6 levels and located at the depth of 8-10 m. Reef fish observations were done three times in two locations. Environmental parameters, such as temperature, salinity and visibility, were also measured. Environmental parameters (temperature, salinity a. Water temperature (29.65oC and 29.64oC) supported the coral growth as well. Salinity distribution  was not significantly different among the study sites.  This study also found 37 reef fish species belonging to 18 families. Number of species varied with observed time and localities. Total number of individuals increased with number of fish species. Mean number of individuals and species of reef fish in locality B were higher than those in locality A. Moreover, the reef fish colonization rate in the study site followed the model y = 4.3801e0.5249x with R2= 0.9297 in the strait and y = 5.0397e0.5493x  with R2= 0.9297 for the Bay. Keywords: Artificial reefs, reef fish. Abstrak Suatu upaya penelitian yang komprehensif diarahkan untuk peningkatan fungsi ekologi terumbu karang Pulau Putus-Putus. Penelitian ini berupa penerapan teknologi terumbu buatan sebagai tempat hunian ikan. Terumbu buatan terbuat dari balok cor beton berukuran 20x20x100 cm bersusun 6 dan ditempatkan pada kedalaman 8-10 m. Pengamatan ikan karang dilakukan 3 kali di 2 lokasi berbeda. Parameter lingkungan, seperti suhu, salinitas, dan kecerahan, juga diukur.    Hasil pengukuran yang diperoleh (29,65 oC dan 29,64 oC) termasuk suhu yang optimal untuk pertumbuhan karang. Dari hasil penelitian, ditemukan 37 spesies yang masuk dalam 18 famili ikan karang. Jumlah spesies yang ditemukan bervariasi pada setiap waktu dan lokasi pengamatan. Pengambilan spesies ikan karang dilakukan pada 2 lokasi dengan masing-masing lokasi dilakukan 3 kali pengambilan sampel. Berdasarkan hasil yang diperoleh (tabel 03) dapat dilihat bahwa jumlah individu bertambah seiring dengan banyaknya jumlah spesies ikan karang yang didapat. Rata-rata jumlah individu dan jumlah spesies ikan karang pada lokasi B lebih banyak. Laju hunian ikan karang di lokasi penelitian mengikuti model y = 4.3801e0.5249x dengan R2= 0,9297 untuk lokasi Selat dan y = 5.0397e0.5493x  dengan R2= 0,9297 untuk lokasi Teluk. Kata kunci : Terumbu buatan, ikan karan

    Ecological Conditions And Economic Values Of Coral Reef Flats In Mattiro Deceng Village, Badi Island, Pangkajenne Kepulauan Regency, South Sulawesi

    Get PDF
    This research was carried out in Badi Island waters on Mattiro Deceng Village, Pangkajenne Kepulauan Regency, South Sulawesi.  The aims of this study are to know the ecological conditions of the coral reef ecosystem at; and to calculate the economic value of coral reef ecosystems at the research area. To determine the ecological conditions of coral reefs, data were obtained by using the Transect Line Intercept (LIT) method which were used in 3 different locations including: inner reef, middle reef, and outer reef. All benthic biota passed through the transect were recorded based on their growth form. On the other hand, to obtain the total economic value, interviews were conducted within the community who were active in utilizing the coral reef ecosystem by using the purposive sampling method. The condition of the coral reef of Badi Island on inner reef area (48.62%) was considered in the medium category and for the middle reef area is 64.10% and the outer reef area is 50.01% were both considered in the good category. The total economic value of Badi Island's coral reef ecosystem in Mattiro Deceng Village is Rp. 10,567,286,000 / year, whereas for the direct benefit calculated value is Rp. 9,213,714,286 / year and for the value of indirect benefits is totaling Rp. 1,353,572,000/year.Keywords: Ecological Conditions, Economic Value, Coral ReefsABSTRAKPenelitian ini dilakukan di Perairan Pulau Badi Desa Mattiro Deceng Kabupaten Pangkajenne Kepulauan, Sulawesi Selatan dengan tujuan untuk: 1. Mengetahui kondisi ekologi ekosistem terumbu karang pada lokasi penelitian. 2.  Mengetahui nilai ekonomi ekosistem terumbu karang pada lokasi penelitian. Untuk menentukan kondisi ekologi terumbu karang akan di peroleh dengan menggunakan metode Line Intercept Transek (LIT) pada 3 lokasi berbeda yaitu inner reef, middle reef, dan outer reef, dimana setiap biota bentik yang dilewati transek akan dicatat menurut bentuk pertumbuhannya. Sedangkan untuk memperoleh nilai ekonomi total dilakukan wawancara kepada masyarakat yang beraktivitas di ekosistem terumbu karang dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Kondisi terumbu karang Pulau Badi pada inner reef (48,62%) termasuk dalam kategori sedang dan pada  middle reef ( 64,10%) dan outer reef (50,01%) termasuk dalam kategori baik.  Nilai total ekonomi ekosistem terumbu karang Pulau Badi Desa Mattiro Deceng sebesar Rp. 10.567.286.000/tahun, dimana untuk nilai manfaat langsung sebesar Rp. 9.213.714.286/tahun  untuk nilai manfaat tidak langsung sebesar Rp. 1.353.572.000/tahun.Kata Kunci : Kondisi Ekologi, Nilai Ekonomi, Terumbu Karan

    Structure Of Mangrove Community In Palaes Village Coastal West Likupang District, North Minahasa

    Get PDF
    Indonesia is a tropical archipelago shaped (13,664 Island) with an estimated coastline along (95,181 km) get hold of a good area for the growth of mangrove plants. ). The area thrives in mangrove estuaries or estuaries which is the ultimate goal of the organic particles or sediment mud washed from upstream akibar the presence of erosion. The fertility of the region is also determined by the presence of the nutrient mentransportasi of ups and downs. According to the Directorate General of Rehabilitas Social Forestry land and extensive Mangrove Forests in Indonesia in 1999 was estimated at 8.60 million hectares will be but around 5.30 million hectares in a State of disrepair. While FAO data (2007) extensive Mangrove Forests in Indonesia in 2005 only reaches 3,062,300 haor 19% of the vast Mangrove Forests in the world and the largest in the world surpassing Australia (10%) and Brazil (7%). Mangrove forest condition in the village of Palaes still good enough, this is because the villagers very Palaes keep the existence of mangrove forests. Additionally the utilization of mangrove forests for household needs Palaes's village community is relatively small and yet still giving effect to the environment of mangrove ecosystems. This funded research activities in the area of the coastal village of Palaes Sub-districtLikupang Barat Regency North Minahasa in North Sulawesi province, in may 2016. Use the quadrant method followed by the analysis of the community structure. Quadrant method undertaken by the way pull line transek daro land into the ocean then put the quadrant line 10. After quadrant is laid do data retrieval of vegetation after it conducted an analysis of the data by using the structure of the community. Based on the types of mangroves found in the village of Palaes Sub-district Likupang Barat Regency North Minahasa mangrove species found 6 different family and Rizhopora apiculata is a species of the most influential in the mangrove community in the area of such. And found the value of diversity index 1.73. The identification of the types of mangroves found in the village of Palaes Sub-district Likupang Barat Regency North Minahasa found as many as 501 individuals from 6 species in 4 families namely Rizophoraceae, Lytraceae, Meliaceae and Avicenniaceae as for species found namely Rizhopora mucronata, Sonneratia caseolaris, Rizhopora apiculata and Bruguiera gymnorrhiza, Xylocarpus granatum,and Avicennia officinalis.­­Keys: Mangrove, environment, vegetation, komonitas. AbstrakIndonesia merupakan daerah tropis berbentuk kepulauan (13.664 pulau) dengan garis pantai yang diperkirakan sepanjang (95.181 km) meenjadi kawasan yang baik bagi pertumbuhan tanaman mangrove. ). Mangrove tumbuh subur di daerah muara sungai atau estuari yang merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibar adanya erosi. Kesuburan daerah ini juga ditentukan oleh adanya pasang surut yang mentransportasi nutrient.Berdasarkan data Direktorat Jendral Rehabilitas Lahan dan Perhutanan Sosial luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 1999 diperkirakan mencapai 8.60 juta hektar akan tetapi sekitar 5.30 juta hektar dalam keadaan rusak. Sedangkan data FAO (2007) luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 2005 hanya mencapai 3,062,300 ha atau 19% dari luas hutan Mangrove di dunia dan yang terbesar di dunia melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%).Kondisi hutan mangrove di Desa Palaes masih cukup baik, hal ini dikarenakan masyarakat Desa Palaes sangat menjaga keberadaan hutan mangrove. Selain itu pemanfaatan hutan mangrove untuk kebutuhan rumah tangga masyarakat Desa Palaes relatif masih kecil dan belum menimbulkan dampak terhadap lingkungan ekosistem mangrove.Kegiatan Penelitian ini di laksanakan di kawasan pesisir pantai Desa Palaes Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara, pada bulan Mei 2016. Menggunakan metode kuadran yang dilanjutkan dengan analisis struktur komunitas.Metode kuadran dilakukan dengan cara menarik line transek daro darat ke laut kemudian meletakkan sebanyak 10 line kuadran tersebut. Setelah kuadran diletakkan dilakukan pengambilan data vegetasi setelah itu dilakukan analisis data dengan menggunakan struktur komunitas.Berdasarkan jenis mangrove  yang ditemukan di Desa Palaes Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara ditemukan  6 spesies mangrove dari famili yang berbeda dan Rizhopora apiculata  merupakan spesies yang paling berperan dalam komunitas mangrove di daerah tersebut. Dan didapati nilai indeks keanekaragaman 1,73.Identifikasi jenis mangrove yang ditemukan di Desa Palaes Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara ditemukan sebanyak 501 individu dari 6 spesies yang termasuk dalam 4 famili yaitu Rizophoraceae, Lytraceae, Meliaceae dan Avicenniaceae Adapun spesies yang ditemukan yaitu  Rizhopora mucronata, Rizhopora apiculata, Sonneratia caseolaris dan Xylocarpus granatum, Bruguiera gymnorrhiza,dan Avicennia officinalisKeys : Mangrove,Lingkungan, Vegetasi, komonitas.

    Distribution of Pocillopora verrucosa (Ellis dan Solander, 1786) at the Reef Flat of South Coast Putus-Putus Island East Ratatotok, Ratatotok District Southeast Minahasa Regency

    Get PDF
    This research was conducted at the reef flat of south Putus-Putus Island, East Ratatotok, Ratatotok district, Southeast Minahasa Regency. The study aims to identify the distribution of P. verrucosa reefs in the reef flat area of Putus-Putus Island. This research is able to be utilized as an informations resource, and also able to contribute an effort in order to manage the coral reefs in the Ratatotok area in the near future. The sample is obtained with using simple random method, which collects the data randomly as the sample collecting system by drawing way or by using random number table. The random number table contains with some amount of numbers which is formed with coloumn and rows, and the drawing is done freely.  There was three point of study site determined, and geographical location of every site was noted, the north and east latitude. In every point of the site was put quadrant with 10 x 10 m, where every quadrant is divided into 100 quadrants with 1 x 1 m sized. The every 1 x 1m quadrant was made grid with 10 x 10m (100 grids for every quadrant). The percentage of the reef’s cover at the first station is (0,28%), the second station (1,4%). and the third station (1,41%). Based on the study’s result, the highest reef’s cover percentage is in the third station (1,41%) which is located further from the strait, whereas the lowest reef’s cover percentage is in the first station (0,28%) located near the strait. The distribution scheme of P.verrucosa from the three stations are grouping (Id> 1). There is no noticeable diffrences from the three location for the cover percentage, the diameter and the distribution scheme. The ANOVA test showed that the amount of the colony : Hhit (1.25) 1). Pada ketiga stasiun ini tidak terdapat perbedaan nyata dalam hal Persentase tutupan, diameter dan pola distribusi. Dari uji ANOVA Jumlah koloni: dimana Fhit (1.25) < Ftab (3.10) artinya Ho diterima, bahwa tidak ada perbedaan nyata jumlah koloni pada ketiga stasiun tersebut. Jumlah Diameter: dimana Fhit (1) < Ftab (3.10) artinya Ho diterima, bahwa tidak ada perbedaan nyata dalam hal jumlah diameter. Jumlah Persentase tutupan: dimana Fhit (1.17) < Ftab (3.10 ) artinya Ho diterima,bahwa tidak ada perbedaan nyata jumlah diameter pada ketiga stasiun tersebut

    The Distribution of Favites abdita Coral Reef (Ellis and Solander, 1786) in the Land of Coral Coast Village of Malalayang Dua, Malalayang sub-district Manado

    Get PDF
    This study was conducted at Malalayang Dua waters (Sub-district Malalayang Dua, Manado City). The aim of study is: To know and to inform the coral of Favites abdita. The other aim was to describe the distribution of  Favites abdita. This research also will contribute for the management effort of coral reef in Malalayang Dua area, and also as information and literature in doing research at the same place in the future. Data collection was done by using simple random method with 1x1 meter quadrant. Every coral found was wrote at data sheet. The pictures of those coral was taken by using underwater camera. The highest percentage cover of  hard coral was found in station 3 (1.46%), while the lowest was wrote at station first (0.13%). The distributions patterns of hard coral were found in each stations are Clumped. There is no significant difference in number of colony, percentage cover and diameter for the three depths. Keyword : Distribution coral, Favites abdita Abstrak Penelitian ini dilaksanakan di pantai Kelurahan Malalayang Dua Kecamatan Malalayang Kota Manado. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menginformasikan serta bagaimana mengkaji distribusi karang batu F. abdita. Manfaat penelitian yaitu Memberikan kontribusi bagi upaya pengelolaan terumbu karang di wilayah Pantai Malalayang Dua dan Sebagai bahan informasi dan pustaka serta acuan dalam melakukan penelitian pada tempat yang sama di waktu yang akan datang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana dengan mengunakan kuadran. Pada lokasi penelitian, ditentukan tiga titik pengambilan data, yaitu stasiun 1 stasiun 2 dan stasiun 3. Pada setiap stasiun diletakkan transek berukuran 10x10 meter sebanyak 30 kali ulangan mengunakan kuadran 1x1 meter dengan jarak setiap stasiun 100 meter. Setiap karang yang ditemukan dalam kuadran dicatat pada data sheet dan mengambil gambar dengan camera underwater. Persentase tutupan karang batu tertinggi diperoleh pada stasiun 3 yaitu sebesar 1,46 % dan tutupan terendah pada stasiun 1 yaitu 0,13 %. Pola distribusi karang batu pada ketiga stasiun masing (mengelompok). Pada ketiga kedalaman ini tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah koloni, persentase tutupan dan panjang diameter
    corecore