MIGRASI DAN PEMBENTUKAN IDENTITAS MUSLIM DI PALAWAN FILIPINA 1970-2001 M

Pada tahun 1970-an, Muslim Filipina di Mindanao mengalami ketegangan dengan pemerintah. Konflik tersebut tidak hanya menghilangkan nyawa tetapi juga mendorong adanya migrasi keluar dari Mindanao. Salah satu tujuan migrasi tersebut adalah Pulau Palawan. Pulau Palawan terletak di barat daya Kepulauan Filipina. Letaknya yang cukup terpisah dari Kepulauan Filipina membuat Palawan disebut sebagai “The Last Frontier”. Fokus penelitian ini mengkaji migrasi Muslim di Palawan dan pembentukan identitasnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah sosial dan antropologi sosial. Sumber primer dalam penelitian ini adalah sensus penduduk Palawan tahun 1970, 1980, 1990, dan 2000. Metode survei dan wawancara terbatas juga dilakukan untuk melengkapi studi literatur, baik dari sumber primer maupun sekunder. Untuk menganalisis migrasi yang terjadi di Palawan, teori migrasi konflik dari Nancie L. Gonzalez sedangkan untuk menganalisis pembentukan identitas digunakan teori identitas kolektif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa migrasi Muslim Palawan Filipina terjadi karena adanya konflik di Mindanao dan peluang ekonomi di Palawan. Dalam hal pembentukan identitas, masjid menjadi simbol sekaligus upaya awal Muslim migran di Palawan. Selain itu, pembentukan identitas masih terus berlangsung secara kolektif yang mana mereka berbagi makna yang sama (shared meaning) dalam fenomena Balik-Islam dan rasa keterikatan (sense of belonging) mereka dalam upaya memasukkan Palawan ke ARMM melalui plebisit

PENGISLAMISAN SEJARAH ISLAM DI NUSANTARA DALAM CERAMAH USTAZ SALIM A FILLAH

The article focuses on the lectures of Salim A Fillah (SAF), a popular preacher known for his Islamist activism within the Prosperous Justice Party (PKS) in Indonesia. The data is obtained through digital observation and literature review. The analysis employs the Roland Barthes semiology method to examine SAF's lectures on the history of Islamization in Nusantara, which are widely available on platforms like YouTube. The denotation stage of the analysis involves SAF dividing the history of Islam's arrival in the archipelago into seven waves, each characterized by distinct discourse. However, during the connotation stage, it is revealed that SAF's periodization of Islamic history is framed by a narrative of Islamism. This means that SAF portrays the history of Islam in the archipelago as the history of Islamism. The article suggests that SAF implicitly preaches that the saints who spread Islam in the archipelago were individuals with missionary missions similar to present-day Islamists in Indonesia. Additionally, the article highlights SAF's emphasis on transnational Islamic movements like HTI and the Muslim Brotherhood, which are associated with the PKS, as continuations of the missionary efforts of these saints. Therefore, it concludes that SAF has constructed an Islamist narration of Islamic history in Indonesia. SAF also blurred the lines between historical facts and ideological storytellin