5 research outputs found
Kelimpahan Populasi dan Serangan Ulat Heortia Vitessoides pada Tanaman Penghasil Gaharu (Aquilaria Microcarpa) di Kalimantan Selatan
Informasi kelimpahan populasi dan intensitas serangan suatu hama diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan strategi pencegahan dan pengendalian yang akan dilakukan. Kelimpahan populasi ulat dan intensitas serangan hama ulat tanaman penghasil gaharu di Kalimantan Selatan bersifat fluktuatif dari waktu ke waktu. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi kelimpahan populasi dan persentase intensitas serangan hama ulat Heortia vitessoides di desa Gumbil dan Layuh provinsi Kalimantan Selatan. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setiap bulan dengan melakukan penghitungan jumlah populasi ulat serta skoring kerusakan daun. Pengamatan kelimpahan populasi ulat di Gumbil terdiri dari 5 plot, setiap plot terdiri dari 12 – 36 batang sedangkan di Layuh 4 plot dengan jumah tanaman 12 – 24 batang. Plot pengamatan intensitas serangan terdiri dari 2 plot di Gumbil dengan jumlah tanaman 12 batang disetiap plot dan 2 plot di Layuh dengan jumlah tanaman 14 batang disetiap plot. Total plot pengamatan yang dibuat adalah 13 plot. Hasil penelitian menunjukkan tahun ke tiga pengamatan di Gumbil rataan intensitas serangan ulat paling tinggi (22,9%) terjadi pada bulan September dan jumlah populasi ulat paling banyak (121,53 ekor/pohon) pada bulan Februari. Sementara itu di Layuh rataan intensitas serangan ulat paling tinggi (21%) terjadi pada bulan Februari tahun ke dua pengamatan dan jumlah populasi ulat paling banyak (37,71 ekor/pohon) pada bulan Februari tahun ke tiga pengamatan. Dinamika kelimpahan populasi dan intensitas serangan ulat H. Vitessoides sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan faktor lingkungan tempat tumbuh tanaman inang
The Plants Extract Toxicity Againts Achatina Fulica (Ferussac, 1821) in Nyawai Ficus Variegata (Blume)
One of the problems in developing Nyawai plants is the attack of snail pests Achatina fulica (Ferussac, 1821) at seedling level of the plants. Plant damage caused by these pests is quite large and causes seedling death. One of the control efforts that can be done is utilizing biomaterials which have molluscicidal properties (can kill mollusks). This study aimed to determine the toxicity of some extracts of biomaterial to control Achatina fulica (Ferussac, 1821) pests. The research was conducted on a laboratory scale. The study used a factorial random design with 3 replications. The treatment consisted of four biomaterials namely sembung (Blumea balsamifera), gadung (Discorea hispida), tuba (Derris eliptica and betel nut (Areca catechu) with each concentration of 10.25.50 g/l. Each concentration used 4 snails as a test sample. The parameters observed were snail mortality, and Lethal Concentration (LC50 and LC95). The results showed that the gadung tuber extract had the highest toxicity as indicated by mortality of 75 % and the lowest LC95 value of 80.63 g/l. While the lowest toxicity is betel nut with mortality of 49.75 % and the highest LC95 value is 567.75 g/l. The Toxicity of tuba, pinang, and sembung are highest on 50 g/l concentration, excepted the gadung extract. In gadung extract, the highest toxicity was obtained on 10 g/l concentration. However, the application was consideration to the attack intensity of Achatina fulica (Ferussac, 1821) because the toxicity effect of biomaterial pesticide was slower than chemical molluscicide
Sifat Fisikokimia dan Kandungan Mikronutrien pada Madu Kelulut (Heterotrigona Itama) dengan Warna Berbeda
Madu merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang sarat manfaat. Madu populer sebagai suplemen penjaga kesehatan dan stamina tubuh. Terdapat banyak jenis lebah yang dapat menghasilkan madu, salah satunya adalah lebah kelulut spesies Heterotrigona itama. Berbeda dengan madu yang banyak dijumpai di pasaran, madu kelulut memiliki cita rasa lebih masam dan lebih tinggi kadar airnya. Beberapa konsumen diketahui memiliki preferensi tertentu terhadap produk madu kelulut. Sebagian konsumen cenderung memilih madu dengan warna terang. Kebalikannya, sebagian lebih memilih madu dengan warna gelap. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah warna menentukan kualitas madu yang mencakup sifat fisikokimia dan kandungan mikronutrisi. Analisis fisikomia dan proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan madu. Hasil penelitian menunjukkan madu kelulut berwarna gelap memiliki kandungan gula pereduksi lebih tinggi dibandingkan dengan yang berwarna terang. Selain itu, hasil analisis proksimat juga menunjukkan bahwa madu kelulut dengan warna yang berbeda memiliki kandungan nutrisi dan mikronutrisi yang berbeda pula. Adanya hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada konsumen dalam pengambilan keputusan saat membeli madu kelulut