71 research outputs found

    SATELLITE-MEASURED SPATIAL AND TEMPORAL CHLOROPHYLL-A VARIABILITY IN THE GULF OF TOMINI, SULAWESI

    Get PDF
    Chlorophyll-a concentration, an index of phytoplankton biomass, is an important parameter for fisheries resources and marine aquaculture development. Spatial and temporal variability of surface cholophyll-a (chl-a) concentration and water condition in the Gulf of Tomini were investigated using monthly climatologies the Sea-viewing Wide Field-of-view sensor (SeaWiFS), sea surface temperature (SST), and wind data from January 2000 to December 2007. The results showed seasonal variation of chla and SST in the Gulf of Tomini. High chl-a concentrations located in the eastern part of the gulf were observed during the southeast monsoon in August. During the northwest monsoon, chl-a concentrations were relatively low (<0.2 mg m-3) and distributed uniformly throughout most of the region. Chl-a concentrations peaked in August at every year, and chl-a concentrations were observed low in November at every year from 2000 to 2007. SSTs were relatively high (> 28oC) during the northwest monsoon, but low during the southeast monsoon. High wind speed was coincided with high chl-a concentrations. Local forcing such as sea surface heating and wind condition are the mechanisms that controlled the spatial and temporal variations of chlorophyll concentrations

    MODEL PENERAPAN IPTEK PENGEMBANGAN KEBUN BIBIT RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii, DI KABUPATEN MINAHASA UTARA, SULAWESI UTARA

    Get PDF
    Kabupaten Minahasa Utara dengan luas laut sekitar 295.000 km² dan panjang garis pantai sekitar 229,2 km memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar. Kabupaten ini telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan rumput laut sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.39/MEN/2011. Kebutuhan bibit merupakan faktor utama dalam pengembangan rumput laut. Ketersediaan bibit yang memadai, berkualitas, dan berkesinambung merupakan faktor penentu keberhasilan budidaya rumput laut. Model penerapan IPTEK dari program IPTEKMAS (ilmu pengetahuan dan teknologi untuk masyarakat), merupakan langkah efektif yang ditempuh oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya dengan tujuan penyebar luasan hasil penelitian dan pengembangan berupa teknologi pengembangan kebun bibit di Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara. Pelaksanaan IPTEKMAS di kabupaten ini melibatkan lima kelompok pembudidaya rumput laut dari dua desa yang berdampingan yaitu Desa Kema II dan Desa Kema III Kecamatan Kema. Pengembangan kebun bibit model IPTEKMAS ini diterapkan dengan sistem rawai (long line) berukuran 50 m x 35 m. Hasil kegiatan menunjukkan pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan di lokasi kegiatan sangat baik dengan rata-rata pertumbuhan setiap siklus pemeliharaan bibit adalah 200 g (bibit awal 50 g). Model penerapan IPTEK ini mendapat respons positif dari masyarakat pembudidaya

    VERTICAL-HORIZONTAL WATER QUALITY PROFILES OF BATUR LAKE, BANGLI DISTRICT, BALI SUPPORTING SUSTAINABLE LAKE MANAGEMENT

    Get PDF
    Batur Lake located in Bangli District is one of fisheries-basedregions in Bali with niletilapia as the main cultured species. Monitoring on environmental conditions of the lake was carried out to get the vertical and horizontal water quality profiles of the lake. Climatology condition of the area was also presented in the study. The study area were between 8o13’-8o18’ S and 115o22’-115o26’ E. Field survey was done with random and transect sampling points distribution. The water quality monitored in the lake essential ly covers important parameters such as depth, transparency, temperature, pH, dissolved oxygen, salinity, nutrients (ammonia, nitrate, nitrite, and phosphate), sulfide, chlorophyll, and planktonic composition. Results of spatial analysis (vertically and horizontal ly) of water quality indicated that oxygen concentration up to 10 m deep is still appropriate for nile tilapia culture. Nutrient (phosphate, ammonia, nitrate, and nitrite) contents of the lake meet the standard levels set by Ministry of Environment of Indonesia, and were still suitable for aquaculture operation at depth 710 m. From climatology point of view, it is known that the extreme climate occurred in June-August resulting in water mass changes, thus, affecting aquaculture sustainability in the lake

    PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MANAJEMEN SUMBER DAYA PERIKANAN BUDIDAYA DI INDONESIA

    Get PDF
    Perikanan budidaya telah memberikan kontribusi yang nyata bagi pembangunan di Indonesia. Perkembangan perikanan budidaya sering berefek pada pengrusakan lingkungan dan sumber daya alam di antaranya konversi lahan, pengrusakan ekosistem, dan konflik kepentingan. Oleh karena itu, untuk menjaga keberlanjutan usaha perikanan budidaya, perencanaan, dan pengelolaannya harus dijalankan dengan baik dan tetap berpatokan pada kondisi dan kemampuan lingkungan yang ada. Penginderaan jauh (inderaja) dan sistem informasi geografis (SIG) dewasa ini telah banyak dimanfaatkan dan memberikan kontribusi nyata bagi pengelolaan sumber daya perikanan budidaya. Tujuan dari tulisan ini untuk memberikan gambaran mengenai aplikasi inderaja dan SIG bagi perencanaan dan pengelolaan sumber daya perikanan budidaya guna mendukung keberlanjutan usaha perikanan budidaya

    GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM-BASED MODELING AND ANALYSIS FOR SITE SELECTION OF GREEN MUSSEL, Perna viridis, MARICULTURE IN LADA BAY, PANDEGLANG, BANTEN PROVINCE

    Get PDF
    Green mussel is one of important species cultured in Lada Bay, Pandeglang. To provide a necessary guidance regarding green mussel mariculture development, finding suitable site is an important step. This study was conducted to identify suitable site for green mussel mariculture development using geographic information system (GIS) based models. Seven important parameters were grouped into two submodels, namely environmental (water temperature, salinity, suspended solid, dissolve oxygen, and bathymetry) and infrastructural (distance to settlement and pond aquaculture). A constraint data was used to exclude the area from suitability maps that cannot be allowed to develop green mussel mariculture, including area of floating net fishing activity and area near electricity station. Analyses of factors and constraints indicated that about 31% of potential area with bottom depth less than 25 m had the most suitable area. This area was shown to have an ideal condition for green mussel mariculture in this study region. This study shows that GIS model is a powerful tool for site selection decision making. The tool can be a valuable tool in solving problems in local, regional, and/or continent areas

    DISTRIBUSI RUMPUT LAUT ALAM BERDASARKAN KARAKTERISTIK DASAR PERAIRAN DI KAWASAN RATAAN TERUMBU LABUHANBUA, NUSA TENGGARA BARAT: STRATEGI PENGELOLAAN UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA

    Get PDF
    Keberadaan rumput laut di alam sangat dipengaruhi oleh karakteristik substrat dasar perairan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis distribusi dan hubungan tutupan rumput laut alam dengan komponen substrat dasar perairan di sepanjang pantai Labuhanbua, Kabupaten Sumbawa. Pengumpulan data lapangan pada 46 titik pengamatan menggunakan transek kuadrat ukuran 1 m x 1 m yang ditempatkan sepanjang transek garis yang disebar tegak lurus terhadap garis pantai dengan jarak masing-masing sekitar 50 m. Parameter yang diamati adalah: persentase tutupan dasar perairan yang terdiri atas tutupan pasir, karang hidup, pecahan karang, lumpur, batu karang, lamun, dan rumput laut (total tutupan 100%). Pengambilan sampel substrat dasar perairan juga dilakukan pada beberapa titik pengamatan untuk analisa parameter P2O5, N total, C organik total, dan tekstur substrat 3-fraksi: pasir, liat, dan debu. Analisis data dilakukan secara spasial dan statistik (analisis klaster dan deskriptif). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jenis Rhodophyta banyak ditemukan di kawasan dengan substrat dominan berlumpur; Chlorophyta pada substrat dengan asosiasi antara pasir, karang hidup, dan batu karang; sedangkan Phaeophyta lebih banyak ditemukan pada substrat dasar yang didominasi oleh pecahan karang. Secara keseluruhan, jenis-jenis dari kelompok Phaeophyta memiliki tutupan yang relatif jauh lebih tinggi dibandingkan Chlorophyta dan Rhodophyta. Strategi pengelolaan sumberdaya rumput laut alam dan pengembangan budidayanya dapat diimplementasikan melalui beberapa langkah penting, yaitu pengaturan pemanenan rumput laut alam, identifikasi jenis prospektif dan potensinya, pengembangan teknologi budidaya adaptif dan spesifik, serta studi kesesuaian lahan untuk pengembangan budidaya rumput laut potensial

    PERBEDAAN MUSIM TANAM TERHADAP PERFORMA BUDIDAYA EMPAT VARIAN RUMPUT LAUT EUCHEUMATOIDS DI TELUK GERUPUK, NUSA TENGGARA BARAT

    Get PDF
    Musim tanam rumput laut di perairan Teluk Gerupuk dikelompokkan menjadi musim produktif dan non-produktif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan performa budidaya dari empat varian rumput laut: Kappaphycus alvarezii varian Tambalang dan Maumere, Eucheuma denticulatum, dan K. striatum yang dibudidayakan di perairan Teluk Gerupuk dengan metode long line pada musim tanam yang berbeda. Pengamatan terhadap parameter performa budidaya meliputi laju pertumbuhan harian, pertambahan biomassa, dan produksi rumput laut, yang dilakukan setiap 15 hari sekali selama masa budidaya yaitu 45 hari per siklus. Pengamatan dilakukan selama tiga siklus tanam dari bulan Juli-Desember. Analisis ragam (ANOVA) dengan rancangan acak lengkap faktorial dan uji lanjut Tukey Test dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan varian rumput laut dan periode musim tanam terhadap parameter yang diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa musim tanam (produktif dan non-produktif) merupakan salah satu aspek penting yang berpengaruh nyata terhadap performa budidaya rumput laut (P<0,05). Dari keempat varian yang dibudidayakan, E. denticulatum merupakan varian yang memiliki performa terbaik yang berbeda nyata dengan ketiga varian lainnya (P<0,05), baik pada musim produktif maupun musim non-produktif. Pemilihan varian rumput laut yang tepat dengan tingkat pertumbuhan dan daya adaptasi yang lebih baik terhadap perbedaan kondisi lingkungan merupakan salah satu kunci keberhasilan dan keberlanjutan budidaya rumput laut

    KONUNIKASI RINGKAS SUMBER DAYA IKAN PADA EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN SANGIHE TALAUD, SULAWESI UTARA

    Get PDF
    Penelitian sumber daya ikan pada ekosistem terumbu karang telah dilaksanakan pada bulan November 1995, bertempat di Kepualuan Sangihe Talaud, Sulawesi utara. Penelitian ini merupakan bagian penelitian dalam kegiatan hoyek Evalumi dan Perencanan Sumber Daya Kdartan yang diharapkan d4at menambah data dan informasi tentang kondisi terumbu karang dan ikan karang di perairan Sulawesi Utara, yang berguna bagi pengelolan secara berkelanjutan

    PEMETAAN DISTRIBUSI KERAMBA JARING APUNG IKAN AIR TAWAR DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT DENGAN MULTI TEMPORAL DATA ALOS AVNIR-2

    Get PDF
    Budidaya ikan air tawar dengan keramba jaring apung (KJA) telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi peningkatan produksi perikanan, menyediakan lapangan kerja, dan perbaikan perekonomian masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan distribusi keramba jaring apung ikan air tawar di Waduk Cirata, Jawa Barat. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah multi temporal data satelit Advanced Land Observing Satellite (ALOS) Advance Visible and Near Infrared Radiometer type 2 (AVNIR-2) tanggal 27 Juni 2008 dan 27 September 2008. Validasi data satelit telah dilakukan melalui survei lapangan pada tanggal 17 April 2009. Hasil klasifikasikan data satelit dan estimasi luasan menunjukkan adanya peningkatan luasan KJA dari 892 ha pada bulan Juni 2008 menjadi 949 ha pada bulan September 2008, sedangkan luasan waduk menunjukkan penurunan yaitu 5.839 ha pada bulan Juni 2008 menjadi 4.818 ha pada bulan September 2008. Hasil pemetaan dan estimasi luasan dari penelitian ini berguna sebagai data dasar yang dapat dimanfaatkan untuk perencanaan dan pengelolaan waduk yang lebih baik.Freshwater cage aquaculture is of a great importance to increase aquaculture production, provide employment opportunity and improve rural economy. The aim of this study was to map the distribution of freshwater cage aquaculture in Cirata Reservoir, West Java. The main data source used in this study include a multi temporal satellite data of ALOS AVNIR-2 acquired on Juni 27, 2008 and September 27, 2008. Satellite data were validated through field visit on April 17, 2009. Based on image classification and area estimation, the results show that increasing trend of cage culture area from 892 ha in June 2008 to 949 ha in September 2008. Meanwhile, decreasing trend was observed for reservoir area: 5,839 ha in June 2008 to 4,818 ha in September 2008. Results from this study can be used as a basic information for a better planning and management of the reservoir

    PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT: IMPLIKASI PENERAPAN BLUE ECONOMY DI TELUK SEREWEH, NUSA TENGGARA BARAT

    Get PDF
    Rumput laut merupakan komoditas budidaya yang juga berperan dalam perbaikan kualitas lingkungan perairan, sehingga dijadikan sebagai salah satu komponen pengembangan budidaya laut dengan konsep ekonomi biru (blue economy). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi perairan bagi pengembangan budidaya rumput laut sebagai implikasi penerapan blue economy di Teluk Sereweh, Nusa Tenggara Barat. Pengumpulan data lapangan meliputi beberapa paremeter kualitas perairan pada 32 titik pengamatan in situ dan 16 titik pengamatan ek situ yang disebar pada seluruh kawasan penelitian, serta kondisi existing budidaya rumput laut melalui wawancara langsung dengan masyarakat pembudidaya. Data yang terkumpul digunakan untuk mengestimasi daya dukung lingkungan perairan untuk budidaya rumput laut dan dianalisis menggunakan statistik deskriptif yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kondisi perairan Teluk Sereweh sangat baik untuk pengembangan budidaya rumput laut dengan daya dukung mencapai 93,3 ha untuk sistem long line dan 142,2 ha untuk sistem rakit apung. Namun pemanfaatan kawasan perairan untuk budidaya rumput laut perlu diatur berdasarkan daya dukung perairan tersebut, sehingga dapat menghasilkan produksi yang optimum, dan rumput laut sebagai komponen budidaya berbasis blue economy dapat memperlihatkan peranannya untuk mendukung keberlanjutan usaha budidaya rumput lautoleh masyarakat pesisir
    corecore