17 research outputs found

    Perspektif Ginekologi Fistula Fesikovaginal

    Get PDF
    Etiologi fistula vesiko vaginal (FVV) telah berubah, menjadi lebih terkait dengan histerektomi. Meskipun banyak publikasi tentang hal ini, namun pengelolaan FVV tetap menjadi sumber perdebatan. Pilihan pengelolaan masih menjadi masalah mendasar seperti pendekatan bedah yang lebih disukai dan waktu operasi yang optimal masih sangat bervariasi.Di negara-negara berkembang, penyebab utama FVV adalah obstruksi akibat partus lama (97%).1 Sebaliknya, di negara-negara industri cedera iatrogenik pada saluran kemih adalah penyebab paling umum dari FVV dan mayoritas konsekuensi dari pembedahan ginekologis.Diperkirakan bahwa 0,8 per 1.000 dari semua histerektomi dipersulit oleh adanya risiko  FVV.2 Penyebab lain FVV adalah   neoplasma ganas dan iradiasi pelvis. Berbeda dengan fistula obstetrik dan iradiasi, yang khas pada fistula pascaoperasi (pasca histerektomi) adalah hasil dari trauma yang muncul lebih cepat terlihat dan terlokalisasi pada jaringan sehat

    Ginekologi Kosmetik dari Paradigma Uroginekologi-Rekonstruksi

    Get PDF
    Sebagai spesialis uroginekologi, kami adalah spesialis yang menangani perubahan fungsional dan anatomi dasar panggul perempan sebagai akibat proses persalinan, penuaan, dan faktor lainnya. Banyak dari pasien kami yang ditemui setiap hari, juga mengeluhkan perubahan fungsi seksual dan penampilan estetika genital. Oleh karena itu kami  sebagai spesialis dasar panggul berkewajiban untuk memahami masalah ini dan mengatasinya atau merujuknya ke spesialis bedah yang berkualifikasi terbaik.Ginekologi Kosmetik telah menjadi salah satu subspesialisasi bedah uroginekologi elektif dengan pertumbuhan tercepat untuk perempuan dan termasuk spesialis kedalam bidang ginekologi, urologi, dan bedah plastik. Bidang minat khusus ini mencakup prosedur kosmetik untuk meningkatkan penampilan estetika daerah vulvo/vagina, serta perbaikan fungsional vagina dalam upaya  untuk meningkatkan atau membantu memulihkan fungsi seksual setelah perubahan yang mungkin terjadi setelah melahirkan dan/atau penuaan. 

    Perbandingan Kejadian Infeksi Saluran Kemih setelah Pemasangan Kateter antara 24-36 Jam dan 36-48 Jam pada Pasien Pascaoperasi Ginekologi

    Get PDF
    AbstrakTujuan: Penggunaan kateter pada saat dilakukan operasi merupakan prosedur rutin termasuk  operasi ginekologi sehingga kandung kemih tetap kosong pada saat operasi serta mencegah jejas. Metode: Penelitian analitik komparatif dibagi menjadi 2 kelompok, pelepasan  24-36 jam dan  36-48 jam. Hasil dipstik leukosit diambil pre-operasi dan 24-36 jam dan 36-48 jam pasca-operasi. Hasil: Total terdapat 48 pasien dengan umur  antara 31-40 tahun  29.2% serta  umur 41-50 tahun 29.2%. Lama operasi  antara 1 sampai 2 jam sebanyak 54.2%. Kelompok 36-48 jam, hasil leukosit urine terbanyak (+) ada 62.5%. Pemasangan Kateter 24-36 jam yang awalnya (-) kelompok 36-48 jam menjadi (+) sebanyak 60.0%. Diskusi:Penelitian ini mengikutsertakan 63 subjek yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 48 orang yang dibagi menjadi dua kelompok. Pasien pascaoperasi dengan peningkatan leukosit urine ditemukan pada 57% subjek di kelompok pelepasan kateter 36-48 jam pasca operasi, sedangkan hanya 15% pada kelompok pelepasan kateter 24-36 jam pasca operasi. Kesimpulan: Pelepasan kateter pascaoperasi 36-48 jam, lebih banyak terjadi insidensi peningkatan leukosit urine dibandingkan kelompok 24-36 jam.Comparison of Urinary Tract Infections after the Insertion of Catheter between 24–36 Hours and 36–48 Hours on Post Gynecologic Surgery PatientsAbstractObjective: Use of catheter during surgery is a routine procedure in every surgery, also gynecological surgery so the bladder remains empty during surgery. Catheter may prevent iatrogenic injury of the bladder caused by over-distention and atony due to anesthesia. Method: Unpaired categorical comparative analytic study with subjects were categorized into 2 groups, groups of patients in 24-36 hours catheters and patients in 36-48 hours post-surgery catheters. Urine leukocyte dipstick taken pre-surgery, 24-36 hours and 36-48 hours post-surgery. Result: A total of 48 patients were selected for data use for this study. For the longest operation time between 1 to 2 hours as much as 54.2%. For 24-36 hours urine leukocyte with negative results as much as 75%. While in the 36-48 hours catheter insertion there were 62.5%. Increasing of urine leukocyte result at 24-36 hours catheter insertion in 36-48 hours catheter insertion group. Discussion: The study included 63 subjects divided into two groups. Post-surgery patients with elevated urinary leukocytes were found in 57% of subjects in the 36-48 hours post-surgery catheter release group, while only 15% in the 24-36 hours catheter release group.Conclusion: Post-surgery catheters 36-48 hours, there was a greater incidence of urinary leukocyte increment than the group of patients with 24-36 hours post-surgery catheters.Key words: Urinary tract infection, pre-surgery catheter, post-surgery catheter

    Pengembangan Modul Konseling Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) bagi Bidan

    Get PDF
    Abstract The participation of IUD contraception has not reached a satisfactory rate. The factor that caused this because acceptors did not receive side-effects, fears of sexual intercourse disorders and the risk of malignancy. Lack of information through counseling causes this problems. It caused the ability of midwives to do counseling is still low. The counseling guide available on the form of Family Planning Decision Making Tools (ABPK) with the form of structured counseling has not been able to encourage midwives to conduct counseling properly. Too many ABPK sheets make it difficult for midwives to apply counseling practices. The aim of this study was to develop a IUD counseling module. The research design used was exploratory qualitative with a narrative approach. Samples were selected by purposive sampling, consisting of two counseling experts, three obstetricians experts, three experts from midwifery person from an Indonesian language expert, eight midwives practitioners and eight women of reproductive age. Data was collected by in-depth interviews of experts. Data were processed through the stages of transcription, reduction, coding, categorization to form a theme. The theme obtained was then developed into a draft module with a narrative literature review approach to produce a draft module for IUD counseling. The validity test of qualitative data was carried out by triangulation through midwife group discussions, discussion groups of fertile age women, and expert judgement in April to July 2017. The results of this study are a prototype of the IUD counseling module that can be applied as a guide for midwives because this module does not only contain how the technique of counseling, what will be conveyed in counseling and what distinguishes it from the previous module, in this module there is preparation that strengthens an important midwife to carry out counseling. Abstrak Keikutsertaan kontrasepsi Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) hingga saat ini belum memuaskan. Faktor yang menyebabkan diantaranya akseptor tidak menerima efek samping, khawatir gangguan hubungan seksual, dan risiko keganasan. Informasi melalui konseling yang kurang berkualitas menyebabkan masalah tersebut. Hal ini terjadi karena kemampuan bidan melakukan konseling masih rendah. Panduan konseling berupa Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber-KB (ABPK) dengan bentuk konseling terstrukur belum mampu mendorong bidan melakukan konseling dengan baik. Lembar ABPK yang terlalu banyak menyulitkan bidan untuk konseling. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan modul konseling AKDR. Desain penelitian ini adalah exploratory qualitative dengan pendekatan naratif. Sampel dipilih dengan purposive sampling, terdiri dari 2 pakar konseling, 3 pakar Keluarga Berencana (KB)-dokter spesialis obstetri dan ginekologi, 3 pakar bidan, 1 pakar bahasa Indonesia, 8 praktisi bidan dan 8 Wanita Usia Subur (WUS). Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam untuk mendapatkan penjelasan yang memadai dari pakar. Data diolah melalui tahap transkripsi, reduksi, koding, kategorisasi hingga terbentuk tema. Tema yang diperoleh kemudian dikembangkan menjadi draf modul dengan pendekatan narrative literature review hingga dihasilkan draf modul konseling AKDR. Uji keabsahan data kualitatif dilakukan dengan triangulasi melalui diskusi kelompok bidan, diskusi kelompok WUS, dan expert judgement pada bulan April-Juli 2017. Hasil penelitian ini berupa prototipe modul konseling AKDR yang dapat diterapkan untuk menjadi panduan bagi bidan karena modul ini tidak hanya berisi bagaimana teknik konseling, informasi yang disampaikan dalam konseling dan yang membedakan dengan modul sebelumnya, dalam modul ini terdapat persiapan yang menguatkan seorang bidan penting melaksanakan konseling

    Effect of Community Education on Community Knowledge of Premature Rupture of Membranes

    Get PDF
    Premature rupture of membranes (PROM) is still a health problem with a reasonably high incidence among pregnant women in Indonesia. The PROM is defined as the rupture of membranes before signs of labor are observed. Better knowledge on the causes, signs, symptoms, and complications of PROM is believed to help in reducing maternal and infant mortality caused by PROM. This was a cross-sectional, analytic observational study conducted in Cipacing Village, Sumedang, West Java, Indonesia during the period of June-July 2022. . Community education was held to give better knowledge about PROM for women with an obstetric and gynecology specialist and fetomaternal consultant as the resource person. Total sampling was obtained from 62 women. Data were collection using pre-test and post-tests before and after the education session. The mean pre-test score was 6.48, while the mean post-test score was 7.96. A dependent T-test was used to determine the relationship between scores before and after the community education with a p-value of 0.0001. There was a significant increase in knowledge about PROM after the education session compared to before the session. This means community education is effective and impactful to increase the level of knowledge about PROM among women

    Maturation of Vaginal Epithelium and Dyspareunia Symptoms in Equol Producing and Non-Producing Menopausal Women

    Get PDF
    Introduction: Equol is a metabolite of soy isoflavon called daidzein which is produced by gastrointestinal tract bacteria. This research aims to analyze the maturation of vaginal epithelium and dyspareunia symptoms in producing and non-producing equol menopausal women.Method: This is a cross sectional research. Subject was a community of menopausal women who fulfilled inclusion criteria. Subjects were asked to sign a written informed consent. Subjects underwent vaginal epithelium maturation assessment and were asked whether she experienced dyspareunia. Research was conducted in January 2017.Result: There was a significant difference on the maturation of vaginal epithelium and dyspareunia symptoms between equol producing and non-producing women (p < 0.05). This research found that in equol producing menopausal women, there was a shift-to-the-right vaginal epithelium maturation with more superficial cells compared to parabasal cells produced and less dyspareunia. Meanwhile, in women who did not produce equol, there was a shift-to-the-left vaginal epithelium maturation with more parabasal cells compared to superficial cells produced and more dyspareunia.Conclusion: In equol producing menopausal women, vaginal epithelium will undergo a shift-to-the-right maturation, with more superficial cells produced compared to women who did not produce equol.Maturasi Epitel Vagina dan Gejala Dispareunia pada Wanita Menopause yang Menghasilkan Equol dan Wanita yang Tidak Menghasilkan EquolAbstrakPendahuluan: Equol adalah metabolit isoflavon kedelai yang disebut daidzein yang diproduksi oleh bakteri saluran pencernaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis maturasi epitel vagina dan gejala dispareunia pada wanita menopause yang memproduksi dan tidak memproduksi equol.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Subjek penelitian adalah sekelompok wanita menopause yang memenuhi kriteria inklusi. Subjek diminta untuk menandatangani persetujuan tertulis dan menjalani penilaian maturasi epitel vagina dan ditanya apakah mengalami dispareunia. Penelitian dilakukan pada Januari 2017.Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan pada maturasi epitel vagina dan gejala dispareunia antara wanita yang memproduksi equol dan yang tidak memproduksi (p <0,05). Pada wanita menopause yang memproduksi equol, terjadi pematangan epitel vagina shift-to-the-right disertai produksi sel superfisial yang lebih banyak dibandingkan sel parabasal dan lebih sedikit gejala dispareunia. Sementara itu, pada wanita yang tidak menghasilkan equol, terjadi pergeseran shift-to-the-left maturasi epitel vagina dengan produksi sel parabasal lebih banyak dibandingkan sel superfisial dan lebih sering gejala dispareunia.Kesimpulan: Wanita menopause yang memproduksi equol mengalami maturasi epitel vagina shift-to-the-right disertai produksi sel superfisial yang lebih banyak dibandingkan dengan wanita menopause yang tidak memproduksi equol.Kata kunci: Dyspareunia; equol; maturasi epitel vagin

    Comparison of Vitamin D<sub>3</sub> Serum and Method of Deliveries among Pregnant Women Who Did and Did not Performe Regular Outdoor Aerobic Activities

    Get PDF
    The maternal mortality rate in Indonesia is still very high. One of the main factors is postpartum hemorrhage and an increase in the cesarean section rate (CSR). The American College of Obstetrics and Gynecology has recommended aerobic exercise. We assumed that outdoor aerobic exercise could be useful for the advancement of labor and the reduction of CSR. This study aimed to assess whether regular exercise can have a good impact on reducing labor and CSR, which is likely to be affected by an increase in vitamin D3 levels. It was an experimental study involving 40 patients at Al Islam Awibitung Hospital and Ibrahim Adjie Healthcare Center in Bandung in February–April 2018, who met the inclusion criteria and divided into two groups, who performed regular outdoor aerobic activity and those who did not. Patient characteristics, work progress, and vitamin D3 levels recorded. The data collected was then tested and compared between pre-and post-treatment, a paired t test was done. There was a relationship between the increase in-vitamin D3 and the ease of childbirth in the treatment group (p<0.05). The comparison of vitamin D3 levels among the two groups was −18.8% vs −26.8% respectively (p<0.05). Method of delivery were spontaneous delivery 80% vs 25%, vacuum extraction 15% vs 55%, and cesarean section 5% vs 20%, respectively (p<0.05). In conclusion that regular outdoor aerobic exercise in a pregnant woman could increase vitamin D3 levels, ease labor, and reduce CSR.   PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D3 SERUM DAN METODE PERSALINAN ANTARA IBU HAMIL YANG MENJALANKAN DAN TIDAK MENJALANKAN AKTIVITAS AEROBIK DI RUANG TERBUKA SECARA RUTIN Saat ini angka kematian maternal di Indonesia masih sangat tinggi. Salah satu faktor penyebab utama adalah perdarahan pasca salin dan meningkatnya insidensi seksio sesarea. Aktivitas aerobik telah direkomendasikan oleh American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG). Kami mempunyai hipotesis bahwa aktivitas aerobik rutin di udara terbuka dapat memengaruhi kadar vitamin D3 serum ibu yang dapat meningkatkan kelancaran persalinan dan menurunkan risiko seksio sesarea. Penelitian ini bertujuan membuktikan hipotesis di atas. Metode penelitian adalah studi eksperimental terhadap 40 ibu hamil di RS Al Islam Awibitung dan Puskesmas Ibrahim Adjie Bandung pada bulan Februari–April 2018 yang memenuhi kriteria inklusi, serta dibagi dalam 2 grup, yaitu grup perlakuan yang melaksanakan aktivitas aerobik di udara terbuka secara rutin dan grup kontrol yang tidak melaksanakan aktivitas aerobik. Dilakukan pencatatan karakteristik pasien, kemajuan persalinan, metode persalinan, dan kadar vitamin D3 sebelum dan setelah perlakuan, serta dilakukan analisis statistik dengan paired t test. Terdapat hubungan bermakna antara perubahan kadar vitamin D3 dan metode persalinan (p<0,05). Perbandingan perubahan kadar vitamin D3 antara kedua kelompok adalah −18,8% vs −26,8% (p<0.05). Metode persalinan adalah persalinan spontan 80% vs 25%, ekstraksi vakum 15% vs 55%, dan seksio sesarea 5% vs 20% (p<0,05). Simpulan, aktivitas aerobik rutin di udara terbuka pada ibu hamil berdampak terhadap kadar vitamin D3 serum ibu dan dapat memperlancar proses persalinan serta menurunkan risiko seksio sesarea

    Perbedaan antara Jenis dan Derajat Kelainan Jantung serta Jenis Persalinan terhadap Outcome Ibu dan Bayi pada Kehamilan dengan Penyakit Jantung

    Get PDF
    AbstrakTujuan: Penelitian ini dilakukan upaya untuk menilai karakteristik dan outcome kehamilan dengan kelainan jantung baik pada ibu dan bayi di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dari tahun 2015 sampai 2017.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik (cross-sectional). Subjek penelitian adalah semua ibu hamil dengan kelainan jantung yang menjalani persalinan di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dari tahun 2015 − 2017 dengan menggunakan data sekunder. Hasil: Selama periode penelitian sebanyak 76 sampel penelitian yang diperoleh. Pada penelitian ini usia rata-rata ibu adalah 30 tahun, paling banyak pada paritas 1 dan 3 yaitu sebesar 31,6%. Usia kehamilan saat terjadi persalinan  > 37 minggu sebanyak 53,9%. Lama perawatan pasien rata-rata 7 sampai 8 hari dengan ruang rawat yang paling banyak adalah ICU sebanyak 32,9%, dan ruang rawat biasa sebesar 39.5%. Jenis kelainan jantung yang paling sering adalah kardiomiopati peripartum dan hipertensi, yaitu sebesar 42,1%. Jenis persalinan yang banyak dilakukan adalah seksio sesarea yaitu sebesar 64,5%. Penelitian ini memperoleh bahwa ibu dengan kelainan jantung yang hidup sebesar 88,2% dan meninggal sebesar 11,8% setelah menjalani persalinan.Kesimpulan: Ada perbedaan antara derajat kelainan jantung berdasarkan NYHA (New York Heart Association) dengan outcome ibu dan bayi pada kehamilan dengan kelainan jantung.Differences between Types and Degrees of Heart Disorders and Types of Labor in the Outcome of Mothers and Babies in Pregnancy with Heart DiseaseAbstractObjective: through this research conducted efforts to assess the characteristics and outcome of pregnancy with cardiac disease both in mother and infant in dr dr. Hasan Sadikin Bandung from year 2015 to 2017.Method: an observational analytic (cross-sectional) research with subjects were all pregnant women with cardiac abnormalities who underwent delivery at dr. Hasan Sadikin Bandung from 2015 to 2017 using secondary data.Results:During the research period as many as 76 samples obtained. In this study the average age of the mother is 30 years, most at parity 1 and 3 that is equal to 31.6%, age of pregnancy during labor> 37 weeks by 53.9%. The average length of patient care was 7 to 8 days with the most hospital room was ICU of 32.9% and the regular room was 39.5%. The most common types of heart disorders are peripartum cardiomyopathy and hypertensive heart disease, which is 42.1%. Type of delivery mostly by cesarean section that is equal to 64.5%. The study found that mothers with heart abnormalities were 88.2% alive and died of 11.8% after going through labor.Conclusion: There is a difference between the degree of cardiac abnormalities based on NYHA (New York Heart Association)  classification with maternal and infant outcomes in pregnancy with cardiac abnormalities.Key words: Type and Degree of Heart Abnormality, Type of Birth, Outcome of Mother and Infan

    Korelasi antara Kadar 25 Hidroksi Vitamin D3 dengan Kekuatan Levator Ani pada Primipara 42 Hari Pascapersalinan Spontan

    Get PDF
    AbstrakTujuan: Menganalisis korelasi antara kadar 25 hidroksi vitamin D3 dengan kekuatan kontraksi levator ani pada primipara 42 hari pasca persalinan spontan. Metode : Penelitian observasional analitik dilakukan pada primipara pasca persalinan spontan yang memenuhi kriteria inklusi penelitian (n=48). Penelitian dilakukan di Poliklinik Obstetri dan Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin bulan Agustus-September 2017. Dilakukan pengukuran kadar vitamin D serum, serta pemeriksaan perineometer tonus basal dan kontraksi maksimal levator ani subjek. Data yang didapat diolah menggunakan SPSS 23 untuk windows.   Hasil: Terdapat korelasi positif antara kadar vitamin D dengan tonus basal levator ani (r=0,76, r2 = 0,58) dan antara kadar vitamin D dengan kontraksi maksimal levator ani (r=0,803, r2 = 0,645) yang bermakna secara statistik (p <0,05). Penelitian ini menunjukkan terdapat korelasi kuat dengan arah korelasi positif  antara kadar 25 hidroksi vitamin D3 dengan kekuatan kontraksi levator ani pada primipara 42 hari pasca persalinan spontan. Kesimpulan : Kadar vitamin D yang tinggi diduga akan meningkatkan kontraksi levator ani pada primipara pasca persalinan spontan. Correlation between 25 Hydroxy Vitamin D3 Levels with Levator Any Muscle Strength in Primipara 42 Days After Spontaneous DeleveryAbstract Objective: To analyze the correlation between 25 hydroxy vitamin D3 levels with the strength of levator ani contraction at primipara 42 days post-spontaneous delivery. Method: Observational analytic study  was conducted on spontaneous postpartum primiparas meeting the inclusion criteria (n=48). The research was conducted in Obstetric Polyclinic and Clinical Serology Clinical Pathology Laboratory of Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran/ Dr. Hasan Sadikin General Hospital  in August-September 2017. A serum vitamin D assay was performed, vaginal resting tone and maximum contraction of the levator ani was measured with the perineometer on the subject. Data was analyzed by SPSS 23 for windows. Results: There were positive correlation between vitamin D level and vaginal resting tone (r=0,76, r2=0,58) and between vitamin D level with maximum contraction of levator ani (r=0,803, r2=0,645) which was statistically significant (p<0.05). The study showed that there was a strong positive correlation  between the levels of 25 hydroxy vitamin D3 with the strength of levator ani contraction in primipara 42 days post-spontaneous delivery. Consclusion: High levels of vitamin D can supposedly improve levator ani contraction in primipara post spontaneous delivery. Key  words: 25 Hydroxy vitamin D3, levator ani contraction, perineomete
    corecore