OBGYNIA - Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science
Not a member yet
    261 research outputs found

    Dandy– Walker Malformation in a Multiparous Woman: A Case Report

    No full text
    Background: Dandy-Walker malformation (DWM) or syndrome is a posterior fossa anomaly characterized by agenesis or hypoplasia of the vermis and cystic enlargement of the fourth ventricle causing upward displacement of the tentorium and torcula characterized by dilated posterior fossa, cystic enlargement of the fourth ventricle, hypoplasia of cerebellar vermis and its upward rotation. Most patients have hydrocephalus at the time of diagnosis.Case presentation: A 36-years-old multiparous woman with 39 weeks’ gestation from obstetrics polyclinic with plan for induction of labor. During an ultrasound examination, the fetomaternal department found congenital abnormalities in the fetus, namely the presence of hydrocephalus accompanied by Dandy-Walker syndrome. The patient denied the consumption of alcohol, usage of cosmetic drugs such as isotretinoin or blood thinning drugs. The patient previously had a sudden fever without reddish rash for 7 days at 6 months of gestation which healed on its own. The patient admitted to keeping a cat at her house since last year. The patient admitted that she had never had her blood checked for TORCH screening. After being done of Cervical ripening with Misoprostol according to FIGO 25 mcg/PV/6 hours, born a live baby girl, BW 2440 gr, BL 46 cm, A/S: 6/8.Conclusions: The patient was admitted to the hospital with the main complaint of G4P3A0L3 Gestational age 39-40 weeks, not in labor and a live single fetus in the womb, the patient’s head presentation from the obstetrics clinic with intermittent episodes of vomiting, headache with plans for induction of labor with ultrasound results of Dandy-Walker Syndrome. Pregnant women with DWS in foetal ultrasonic examination should be offered a careful and comprehensive foetal ultrasound scan and further prenatal genetic testing.Malformasi Dandy-Walker pada Wanita Multipara: Laporan KasusAbstrakLatar Belakang: Malformasi atau sindrom Dandy-Walker (DWM) merupakan anomali fosa posterior yang ditandai dengan agenesis atau hipoplasia vermis dan pembesaran kistik ventrikel keempat yang menyebabkan perpindahan tentorium dan torkula ke atas  yang ditandai dengan melebarnya fosa posterior, pembesaran kistik ventrikel keempat, hipoplasia vermis serebelar, dan rotasinya ke atas. Kebanyakan pasien menderita hidrosefalus pada saat diagnosis.Presentasi kasus: Seorang wanita multipara berusia 36 tahun dengan usia kehamilan 39 minggu, pasien dari poliklinik kebidanan dengan rencana induksi persalinan. Pada pemeriksaan USG oleh bagian fetomaternal ditemukan kelainan kongenital pada janin yaitu adanya hidrosefalus disertai Dandy-Walker syndrome. Pasien menyangkal konsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan kosmetik seperti isotretinoin atau obat pengencer darah. Pasien sebelumnya mengalami demam mendadak tanpa ruam kemerahan selama 7 hari pada usia kehamilan 6 bulan dan sembuh dengan sendirinya. Pasien mengaku memelihara kucing di rumahnya sejak tahun lalu. Pasien mengaku belum pernah memeriksakan darahnya untuk pemeriksaan TORCH. Setelah pematangan serviks dengan Misoprostol sesuai FIGO 25 mcg/PV/6 jam. Bayi perempuan lahir hidup, BW 2440 gr, BL 46 cm, A/S : 6/8.Kesimpulan: Pasien masuk RS dengan keluhan utama G4P3A0L3 Usia kehamilan 39-40 minggu, tidak bersalin dan janin hidup tunggal dalam kandungan, presentasi kepala pasien dari klinik kebidanan dengan episode muntah intermiten, sakit kepala dengan rencana induksi persalinan dengan hasil USG Sindrom Dandy-Walker. Keahlian yang cukup diperlukan dalam mendiagnosis dan mengobati malformasi yang disebabkan oleh Dandy Walker. Wanita hamil dengan DWS dalam pemeriksaan USG janin harus ditawarkan pemindaian USG janin yang cermat dan komprehensif serta pengujian genetik prenatal lebih lanjut.Kata kunci: Malformasi Dandy-Walker, kelainan kongenital, kehamilan, diagnosis prenata

    Overview of Midwives’ Knowledge of Postpartum Bleeding to Reduce Maternal Mortality Rate In Working Area at Pelabuhan Ratu Hospital

    No full text
    Introduction:The Maternal Mortality Rate indicator shows the level of risk of maternal death during pregnancy, childbirth, and the postpartum period per 100,000 live births in a given area over a certain period. According to the district health profile report, Maternal deaths in 2023 reached 792 cases or 96.89 per 100,000 live births, an increase of 114 cases compared to 2022 which recorded 678 cases. In 2022 Sukabumi district common causes of maternal death are hemorrhage 14 case and 7 case in 2023Methods:Study used a descriptive approach with a cross-sectional design involving 74 midwives. The sampling technique was random sampling. Data were obtained through the use of questionnaires that focused on the variable of knowledge about postpartum hemorrhage. Data analysis was performed using the univariate analysis method.Results:It was found of 74 midwives in the working arae of Pelabuhan Ratu Hospital, the majority were 31-35 years old (43.2%), had D3 Midwifery educational background (59.5%), and had 11-15 years of work experience (33.8%). In addition, 77% not attended PPGDON training. Most midwives (55.4%) had a good understanding of postpartum hemorrhage. Conclusion:The majority of midwives in working area at Pelabuhan Ratu Hospital have good knowledge about postpartum hemorrhage.Gambaran Pengetahuan Bidan tentang Perdarahan Pascapersalinan untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu di Wilayah Kerja RSUD Pelabuhan RatuAbstrakPendahuluan: Indikator Angka Kematian Ibu menunjukkan tingkat risiko kematian ibu pada masa kehamilan, persalinan, dan masa nifas per 100.000 kelahiran hidup di suatu wilayah selama periode tertentu. Berdasarkan laporan profil kesehatan daerah, kematian ibu pada tahun 2023 mencapai 792 kasus atau 96,89 per 100.000 kelahiran hidup, Hal ini meningkat 114 kasus dibandingkan tahun 2022 yang tercatat 678 kasus. Di Kabupaten Sukabumi tahun 2022 penyebab kematian ibu terbanyak adalah perdarahan 14 kasus dan tahun 2023 menjadi 7 kasus.Metode: Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif dengan desain cross-sectional yang melibatkan 74 bidan. Teknik pengambilan sampelnya adalah random sampling. Data diperoleh melalui penggunaan kuesioner yang berfokus pada variabel pengetahuan tentang perdarahan postpartum. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis univariat.Hasil: Ditemukan dari 74 bidan di wilayah kerja RS Pelabuhan Ratu, mayoritas berusia 31 – 35 (43,2%), berlatar belakang pendidikan D-3 Kebidanan (59,5%), dan memiliki pengalaman kerja 11 – 15 (33,8%). Selain itu, 77% tidak mengikuti pelatihan PPGDON. Sebagian besar bidan (55,4%) memiliki pemahaman yang baik mengenai perdarahan pascapersalinan. Kesimpulan: Mayoritas bidan di wilayah kerja RS Pelabuhan Ratu memiliki pengetahuan yang baik tentang perdarahan postpartum.Kata kunci: Bidan, Perdarahan Pascapersalinan, Pelabuhan Rat

    Effect of Methotrexate on Anti-Mullerian Hormone Levels, β-hCG and Tumor Size in Women with Low-Risk Gestational Trophoblast Disease

    No full text
    Introduction: This study aimed to evaluate the effect of methotrexate (MTX) chemotherapy on anti-mullerian hormone (AMH) levels, human chorionic gonadotropin (HCG) levels, and tumor size in women with gestational trophoblastic disease (GTD). Method: This study was conducted at Hasan Sadikin General Hospital, Bandung, West Java, from April to October 2020. The AMH level, beta human chorionic gonadotropin (ß-hCG) and tumor size in women with a low risk of GTD prior to and after MTX chemotherapy treatment were measured and compared.Results: Our study found a reduction in mean AMH level to 0.82 ng/ml after the MTX chemotherapy. The mean AMH level after chemotherapy in women with low-risk GTD decreased to 0.82 ng / ml. In addition, ß-hCG level decreased after chemotherapy with MTX. There was a negative relationship between ß-hCG level and tumor size before and after chemotherapy. Higher ß-hCG levels and tumor size before chemotherapy resulted in a further increase in AMH after chemotherapy.Discussion: There was a decrease in AMH and ß-hCG levels after three cycles of MTX chemotherapy in women with low-risk GTD. Tumor size and ß-hCG correlated with post-chemotherapy AMH results.Pengaruh Metotreksat terhadap Kadar Hormon Anti Mullerian, β-hCG dan Ukuran Tumor pada Wanita dengan Penyakit Trofoblas Gestasional Risiko RendahAbstrakPendahuluan: Penelitian ini mengevaluasi efek kemoterapi metotreksat (MTX) terhadap kadar hormon anti-mullerian (AMH), kadar human chorionic gonadotropin (HCG), dan ukuran tumor pada wanita yang didiagnosis penyakit trofoblas gestasional (GTD) risiko rendah.Metode: Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, dari bulan April hingga Oktober 2020. Kadar AMH, beta human chorionic gonadotropin (ß-hCG), dan ukuran tumor pada wanita dengan GTD risiko rendah sebelum dan sesudah pengobatan kemoterapi MTX diukur dan dibandingkan.Hasil: Pada penelitian kami menemukan penurunan kadar AMH rata-rata menjadi 0,82 ng/ml setelah kemoterapi MTX. Rata-rata kadar AMH setelah kemoterapi pada wanita dengan GTD risiko rendah menurun menjadi 0,82 ng/ml. Selain itu, kadar ß-hCG juga menurun setelah kemoterapi dengan MTX. Terdapat hubungan negatif antara kadar ß-hCG dan ukuran tumor sebelum kemoterapi dan AMH setelah kemoterapi. Kadar ß-hCG yang lebih tinggi dan ukuran tumor sebelum kemoterapi menunjukkan peningkatan lebih tinggi pada AMH setelah kemoterapi.Kesimpulan: Terjadi penurunan kadar AMH dan ß-hCG setelah tiga siklus kemoterapi MTX pada wanita dengan GTD risiko rendah. Ukuran tumor dan kadar ß-hCG berkorelasi dengan hasil kadar AMH setelah kemoterapi.Kata kunci: Kemoterapi, Metotreksat, Hormon anti-mullerian, ß-hCG, Tumor trofoblas gestasiona

    Ruptur Uteri Komplit Disertai Fetal Death pada Pasien Multipara: Sebuah Laporan Kasus

    No full text
    Pendahuluan : Ruptur uteri adalah suatu kondisi yang mengancam nyawa yaitu terjadi robekan pada rahim baik sebagian atau seluruhnya selama kehamilan atau persalinan.Presentasi kasus: Wanita 43 tahun G3P2002 usia kehamilan 37 - 38 minggu datang ke RSUD Dr. TC. Hillers mengeluh nyeri perut dan perut terasa tegang sejak 4 jam yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan hipotensi, takikardi, takipnea, konjungtiva anemia, ekspansi dada bilateral, distensi perut, dan nyeri tekan suprapubik. Pemeriksaan dalam belum ada pembukaan dan perdarahan aktif. DJJ tidak terdeteksi dan satu janin dapat dipalpasi. Dilakukan operasi sesar darurat, ditemukan kematian janin di rongga perut dan robekan 10 cm pada segmen bawah rahim juga anterior dinding vagina. Diskusi: Kurangnya ANC yang adekuat, multipara, operasi sesar sebelumnya merupakan faktor risiko ruptur uteri. Ruptur uteri terjadi secara tiba-tiba dengan gejala akut yang bervariasi. Tatalaksana berupa pembedahan yaitu sterilisasi lengkap dengan histerektomi dan pilihan yang konservatif termasuk uterine sparing dengan atau tanpa ligasi tuba.Kesimpulan: Ruptur uteri merupakan suatu kegawatdaruratan obstetri yang berpotensi menimbulkan kematian ibu dan bayi. Diagnosis yang cepat, transportasi dini, transfusi produk darah yang memadai, dan tim bedah berpengalaman sangat penting untuk penatalaksanaan ruptur uteri.Complete Uterine Rupture with Fetal Death in a Multiparous Patient: A Case ReportAbstractIntroduction: Uterine rupture is a life-threatening condition when there is a tearing of the uterus either partially or completely during pregnancy or delivery.Case presentation: A 43 year old pregnant woman visited RSUD Dr. T.C. Hillers with the main complains of abdominal pain and tension since 4 hours prior to the visit. physical examinations showed hypotension, tachycardia, tachypnea, anemic conjunctiva, bilateral chest expansion, abdominal distension, and suprapubic tenderness. However, the results of intravaginal examination showed no dilated cervix or active bleeding. No FHR were detected, and a single fetus can be palpated. An emergency caesarean section was performed, and fetal death was found in the abdominal cavity with 10 cm sized tear in the lower uterine segment and anterior vaginal wall.Discussion: Poor ANC follow up, multiparous women and previous history of caesarean section are the core risk factors for uterine rupture. Uterine rupture often is sudden and may be catastrophic, and the acute signs and symptoms are variable. The treatment is often surgical and limited to two options which are either complete sterilization with hysterectomy and the more conservative option including uterine sparing option of surgical repair with or without tubal ligation.Conclusion: Uterine rupture is an obstetric emergency which could potentially cause of maternal and perinatal mortality. Prompt diagnosis, early transport, adequate blood products transfusion, and an experience surgical team are essential for the management of uterine rupture.Key words: Uterine rupture, fetal death, multiparous

    Effect of Vitamin D Supplementation in Women with Pelvic Floor Dysfunction: A Systematic Review

    No full text
    Objective: This review systematically analyzes and summarizes existing studies on the association between vitamin D supplementation and symptoms of Pelvic Floor Dysfunction (PFD) in women. Methods: We conducted a comprehensive literature search based on the Preferred Reporting Items for Systematic Review (PRISMA) Statements’ flow diagram for systematic review. Two independent reviewers searched five online databases using keywords to identify relevant studies from 2018-2023. Excluded were articles with populations other than women, case reports or case series, review papers, and studies that did not report vitamin D supplementation as a means of intervention in the study.Result: After identifying 2392 references, 13 studies were examined. Three studies explored the correlation between vitamin D supplementation and levator ani muscle strength, revealing a positive association. Results on vitamin D’s effect on urinary incontinence varied: five studies reported a negative correlation, while three showed significant improvement. Two studies indicated that vitamin D supplementation improved sexual function in the intervention group compared to the control group.Conclusion: Current evidence suggests that vitamin D supplementation is a potential strategy for the prevention and treatment of PFD in women, but relevant studies are severely available.Efek Suplementasi Vitamin D pada Wanita dengan Disfungsi Dasar Panggul: Tinjauan SistematikAbstrakTujuan: Tinjauan ini bertujuan untuk menganalisis secara sistematis studi yang ada dan meringkas data yang menunjukkan hubungan antara suplementasi vitamin D dan wanita dengan gejala disfungsi dasar panggul.Metode: Pada penelitian ini, dilakukan pencarian literatur yang komprehensif berdasarkan diagram alir Preferred Reporting Items for Systematic Review (PRISMA) untuk tinjauan sistematis. Dua pengulas independen mencari lima basis data daring menggunakan kata kunci untuk mengidentifikasi studi yang relevan dari tahun 2018 – 2023. Artikel dengan populasi selain wanita, laporan kasus atau seri kasus, makalah ulasan, dan studi yang tidak melaporkan suplementasi vitamin D sebagai sarana intervensi dalam studi dikecualikan.Hasil: Setelah mengidentifikasi 2394 referensi dan 13 studi ditinjau. Tiga studi melaporkan korelasi antara suplementasi vitamin D dan kekuatan otot levator ani, mengungkapkan hubungan positif. Namun, hasil mengenai dampak vitamin D pada inkontinensia urin bervariasi: lima studi melaporkan korelasi negatif, sementara tiga menunjukkan perbaikan signifikan. Dua studi menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D meningkatkan fungsi seksual pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol.Kesimpulan: Bukti saat ini menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D merupakan strategi pencegahan dan pengobatan yang potensial untuk wanita dengan disfungsi dasar panggul, tetapi penelitiannya masih sangat terbatas.Kata kunci: Vitamin D, Disfungsi Dasar Panggul, Prolaps, Inkontinensi

    Differences in Response to External Radiotherapy and Brachytheraphy as a Booster of Cervical Cancer Management

    No full text
    Objective: to determine differences in the response to external box system radiotherapy with brachytherapy as a booster for cervical cancer management. Method: The research design was a case-control study. This study used a retrospective approach by observing patient medical records that were included in the study sample. This research was conducted at the Andalas University Hospital and Dr. M. Djamil Hospital Padang in April– May 2023. The number of samples was 40. Results: This study found that the radiotherapy treatment showed a Sum of Product Diameter (SPD) after the procedure decreased from 8.64 to 2.36. The brachytherapy treatment showed decreased results before and after SPD. Both treatments were equally effective in reducing SPD. Approximately 70% of patients with external box system radiotherapy had a complete response to therapy, and 80% of patients had a complete response in the brachytherapy group. Conclusion: There was no significant response to therapy between external box system radiotherapy and brachytherapy as a booster of stage IIB and IIIB cervical cancer management.Perbedaan Respon Radioterapi Eksternal Sistem Box dan Brakiterapi sebagai Booster Tatalaksana Kanker ServiksAbstrakTujuan: untuk mengetahui perbedaan respons radioterapi sistem kotak eksternal dengan brakiterapi sebagai penguat penatalaksanaan kanker serviks. Metode: Desain penelitian ini adalah studi kasus kontrol dan menggunakan pendekatan retrospektif dengan mengamati rekam medis pasien yang termasuk dalam sampel penelitian. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Universitas Andalas dan RSUP M. Djamil Padang pada bulan April-Mei 2023. Jumlah sampel sebanyak 40 pasien. Hasil: Penelitian ini menemukan bahwa pengobatan radioterapi menunjukkan penurunan Sum of Product Diameter (SPD) setelah prosedur dari 8,64 menjadi 2,36. Perawatan brakiterapi menunjukkan hasil penurunan sebelum dan sesudah SPD. Kedua perawatan tersebut sama-sama efektif dalam mengurangi SPD. Sekitar 70% pasien dengan radioterapi eksternal sistem box memiliki respon yang lengkap terhadap terapi dan 80% pasien memiliki respon yang lengkap pada kelompok bbrakiterapi. Kesimpulan: Tidak ada respon terapi yang signifikan antara radioterapi sistem kotak eksternal dan brakiterapi sebagai penguat penatalaksanaan kanker serviks stadium IIB dan IIIB.Kata kunci: kanker serviks, radioterapi eksternal, brakiterapi.

    Neglected Traumatic Vulvar Hematoma: A Case Report

    No full text
    Introduction: Vulvar hematoma is a rare condition that can arise from many causes. In serious cases, the patient is hemodynamically unstable and requires immediate treatment. Multiple factors from patients and health care providers impact the outcome. Case Illustration: P0A0 60-year-old woman presented to the outpatient clinic with a painful lump in her vulva for 1 month after trauma and observation in primary care. She had previously consumed anticoagulants for venous insufficiency. Her family’s socioeconomic status was relatively poor. She did not have a complete comprehension of her illness. Physical examination revealed left major labia hematoma with a size of 5 x 10 cm, which was confirmed with ultrasonography. Incision and clot evacuation were performed under general anesthesia and showed a good outcome. Discussion: Vulva is an external part of female genitalia composed of smooth muscle and loose connective tissue with rich vascularization. This organ is prone to hematoma, and there is no consensus published yet. In this patient, the treatment was delayed for 1 month because of a failure to disseminate a clear care plan combined with the patient’s low literacy. Conclusion: Vulvar hematoma is a rare case that can be treated with a conservative, surgical, or embolization approach. Neglected cases can become chronic hematomas that lead to difficulties in diagnosis. A clear care plan should be successfully disseminated to the patient despite many communication challenges to ensure fast and appropriate medical treatment.Hematoma Vulva Traumatik Terbengkalai : Laporan KasusAbstrak Pendahuluan: Hematoma vulva adalah kasus jarang yang dapat timbul karena berbagai macam penyebab. Pada kasus yang berat, pasien dapat mengalami hemodinamik yang tak stabil dan memerlukan tatalaksana secepatnya. Berbagai macam faktor dari pasien dan tenaga kesehatan mempengaruhi hasil pengobatan.Ilustrasi Kasus: Wanita P0A0 usia 60 tahun datang ke poliklinik dengan benjolan yang menyebabkan nyeri pada vulva 1 bulan pasca trauma yang telah diobservasi di pelayanan primer. Pasien sebelumnya mengkonsumsi antikoagulan untuk insufisiensi vena. Sosioekonomi keluarga pasien relatif rendah. Pemeriksaan fisik menunjukkan hematoma labia mayor berukuran 5 x 10 cm yang dikonfirmasi dengan ultrasonografi. Pada pasien ini dilakukan insisi dan evakuasi gumpalan darah dibawah anestesi umum yang menunjukkan hasil yang baik. Diskusi: Vulva adalah organ genitalia eksternal wanita yang tersusun atas otot polos dan jaringan ikat longgar yang kaya vaskularisasi. Organ ini rentan mengalami hematoma dan saat ini belum terdapat konsensus. Penanganan pada pasien ini terlambat selama 1 bulan karena rencana penanganan yang tidak tersampaikan kepada pasien yang memiliki literasi kesehatan rendah. Kesimpulan: Hematoma vulva adalah kasus jarang yang dapat ditangani secara konservatif, pembedahan, maupun embolisasi. Kasus terbengkalai dapat menjadi hematoma kronis yang menyulitkan dalam diagnosis. Rencana penatalaksanaan yang jelas harus diberikan kepada pasien dengan segala kesulitan komunikasi demi tatalaksana yang cepat dan tepat.Kata kunci: hematoma vulva, terbengkalai, pemahaman kesehatan, literasi kesehatan renda

    Neutrophil- Lymphocyte Ratio (NLR) and Platelet- Lymphocyte Ratio (PLR) as Inflammatory Markers in Preterm Birth

    No full text
    Introduction: Preterm births make up roughly 16–18% of all live births in Indonesia. One of the factors that contribute to preterm birth is inflammation. The study aimed to assess the role of platelet/lymphocyte ratio (PLR) and neutrophil/lymphocyte ratio (NLR) as inflammatory markers in preterm birth. Method: This is a cross-sectional retrospective Study. Data were collected from medical records at Margono Soekarjo Hospital, January 2022-February 2023. The cohort comprised 150 participants with singleton pregnancies, ranging from 28 to less than 37 weeks of gestation, divided into three groups: preterm birth without preterm premature rupture of membranes (PPROM), preterm birth with PPROM, and threatened preterm labor (TPL). Multivariate ANOVA tests were employed for data analysis. Result: There was a statistically significant difference NLR values , notably in preterm births without PPROM compared to other groups (p value < 0.005), whereas the only difference noted in PLR values was noted between preterm births with and without PPROM. Our finding differs from that of previous studies, which indicated higher NLR values in preterm births with PPROM.Conclusion: NLR and PLR have the potential to be used as inflammatory markers indicative of heightened risk of preterm birth.Rasio Neutrofil-Limfosit (RNL) dan Rasio Platelet-Limfosit (RPL) sebagai Penanda Inflamasi pada Persalinan PrematurAbstrakPendahuluan: Angka kejadian persalinan prematur di Indonesia mencakup 16-18% dari semua kelahiran hidup. Inflamasi atau infeksi dianggap sebagai salah satu penyebab persalinan prematur. Penelitian ini bertujuan untuk menilai peran rasio trombosit/limfosit (PLR) dan rasio neutrofil/limfosit (NLR) sebagai penanda inflamasi pada kelahiran premature.Metode: Penelitian merupakan studi retrospektif cross-sectional. Data dikumpulkan dari rekam medis RSUD Margono Soekarjo periode Januari 2022 - Februari 2023. Didapatkan 150 pasien hamil tunggal dengan rentang usia kehamilan 28 hingga kurang dari 37 minggu yang terbagi dalam tiga kelompok: kelahiran prematur tanpa ketuban pecah dini (KPD), kelahiran prematur dengan KPD, dan ancaman persalinan prematur. Tes ANOVA multivariat digunakan untuk analisis data.Hasil: Terdapat perbedaan nilai NLR yang signifikan secara statistik, terutama pada kelahiran prematur tanpa KPD dibandingkan dengan kelompok lain (nilai p <0,005), sedangkan perbedaan nilai PLR hanya terdapat pada kelahiran prematur dengan dan tanpa KPD. Temuan kami berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan nilai NLR lebih tinggi pada kelahiran prematur dengan KPD.Kesimpulan: NLR dan PLR berpotensi digunakan sebagai penanda inflamasi yang mengindikasikan peningkatan risiko kelahiran prematur.Kata kunci: NLR, PLR, persalinan prematu

    Laporan Kasus Transposition of Great Arteries (TGA): Diagnosis Prenatal

    No full text
    Pendahuluan: Transposisi arteri besar (TGA) adalah kelainan jantung bawaan pada anak yang terjadi akibat ketidaksesuaian pertukaran sistem arterioventrikular, yang menyebabkan sianosis pada bayi baru lahir. Tulisan ini melaporkan kasus TGA yang didiagnosis melalui ultrasonografi prenatal dan kemudian menjalani prosedur balloon atrial septastomy (BAS) setelah lahir.Kasus: Seorang ibu berusia 33 tahun hamil dengan janin yang dicurigai TGA berdasarkan hasil ekokardiografi janin melalui visualisasi outflow tract paralel dan transposisi arteri pulmonalis di tengah antara aorta dan vena cava superior pada potongan RVOT, yang awalnya didiagnosis pada usia kehamilan 34 minggu. Perencanaan persalinan dan perawatan pascakelahiran dipersiapkan melalui kolaborasi multidisiplin antara divisi fetomaternal, perinatologi, kardiologi anak, dan ahli bedah kardiotoraks. Setelah bayi lahir, segera dilakukan ekokardiografi yang menunjukkan TGA dan defek septum atrium (ASD) kecil, selanjutnya bayi baru lahir segera menjalani prosedur BAS oleh kardiologi pediatrik. Kesimpulan: Diagnosis prenatal ultrasonografi TGA memungkinkan perencanaan persalinan, perawatan perinatologi dan prosedur BSA sebelum tindakan bedah.A case report of Transposition of Great Arteries (TGA): Prenatal DiagnosisAbstract Introduction: Transposition of the Great Arteries (TGA) is a pediatric congenital heart defect that occurs in incompatibility of the arterioventricular exchange system, which results in cyanosis in a newborn baby. We reported a case of TGA that was diagnosed by prenatal ultrasonography and then underwent a balloon atrial septostomy (BAS) procedure after birth.Case Report: A 33-year-old mother pregnant with a fetus suspected of TGA based on the results of prenatal fetal echocardiography through visualization of a parallel outflow tract and transposition of the pulmonary artery in the middle between the aorta and superior vena cava at RVOT level, which initially diagnosed at 34 weeks of gestational age. Birth planning and perinatal care were prepared through multidisciplinary collaboration between the fetomaternal division, perinatology, pediatric cardiology, and cardiothoracic surgeon. After the baby was born, an echocardiography was immediately performed, showing TGA and small ASD, and then the newborn had BAS procedure by pediatric cardiology.Conclusion: A prenatal diagnosis of TGA through ultrasonography provides a better outcome that allows for labor planning, perinatology care, and BAS procedures before surgery.Key word : TGA, ccTGA, ASD, Transposition of Great Arteries

    Relationship Between Characteristics of Pregnant Women and Incidence of Anemia at I Melaya Health Center, Bali Province

    No full text
    Introduction: Anemia is a condition of low levels of red blood cells (hemoglobin) in the body below normal values. Pregnant women are considered to have anemia if their hemoglobin is less than 11 gr/dl. Data retrieved from the Bali Health Department in 2022 shows obstetric complications due to anemia accounted for 23% of total pregnancies, while data retrieved from the Jembrana Health Department in 2022 shows that 445 out of 3965 pregnant women experienced anemia. This study aims to determine the relationship between the characteristics of pregnant women and the incidence of anemia in the working area of I Melaya Health Center.Method: This descriptive study uses a cross-sectional design based on secondary data with 132 samples.Results: This study shows that the proportion of cases of anemia in pregnant women at I Melaya Health Center in 2022 was 59 cases (44.7%). Most of the anemia occurs in pregnant women aged <20 years, in the third trimester, with grandemultigravida parity and at obese nutritional status.Conclusion: This study shows a significant relationship between maternal age, gestational age, the number of parities, and the incidence of anemia in pregnant women. However, there is an insignificant relationship between maternal nutritional status and the incidence of anemia in pregnant women at I Melaya Health Center.Hubungan antara Karakteristik Ibu Hamil dan Kejadian Anemia di Puskesmas I Melaya Provinsi BaliAbstrakPendahuluan: Anemia merupakan kondisi rendahnya kadar hemoglobin atau sel darah merah dalam tubuh di bawah nilai normal. Untuk kehamilan, dapat dikatakan seorang ibu mengalami anemia jika hemoglobin kurang dari 11 gr/dl. Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Bali tahun 2022, komplikasi kebidanan akibat anemia mencakup 23% dari total kehamilan dan data profil kesehatan Kabupaten Jembrana tahun 2022 menunjukkan 445 dari 3965 ibu hamil mengalami anemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik ibu hamil dan kejadian anemia di wilayah kerja UPTD Puskesmas I MelayaMetode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan design cross sectional berdasarkan data sekunder dengan sampel yang digunakan sebanyak 132 sampel.Hasil: Penelitian ini menunjukkan proporsi kejadian anemia pada ibu hamil di UPTD Puskesmas I Melaya tahun 2022 adalah sebanyak 59 kasus (44,7%). Mayoritas anemia terjadi pada ibu hamil usia <20 tahun, usia kehamilan trimester III, jumlah anak grandemultigravida, dan status gizi obese.Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia ibu, usia kehamilan, dan jumlah paritas dan kejadian anemia pada ibu hamil. Namun, terdapat hubungan yang tidak signifikan antara status gizi ibu dan kejadian anemia pada ibu hamil di UPTD Puskesmas I Melaya.Kata kunci : anemia, ibu hamil, faktor risiko

    57

    full texts

    261

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    OBGYNIA - Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science is based in Indonesia
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇