7 research outputs found
Studi Analisis Pertumbuhan Produktivitas Air Untuk Tanaman Pangan di Wilayah Timor Barat
Wilayah Timor Barat merupakan bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT),
berklim semi-arid, sebagaian besar penduduk bekerja pada sub sektor pertanian tanaman
pangan. Tanaman pangan utama di Timor Barat adalah jagung dan padi dengan sistim
budidaya tradisional untuk konsumsi. Meskipun mengalami peningkatan produksi tetapi
masih belum dapat memenuhi kebutuhan saat ini dan kebutuhan akan datang.
Peningkatan produksi pangan sangat direkomendasikan melalui peningkatan
produktivitas air untuk tanaman. Belum tersedianya hasil penelitian produktivitas air untuk
tanaman pangan di Wilayah Timor Barat dan belum ada penelitian terkait pertumbuhan
total faktor produktivitas air untuk tanaman memotivasi peneliti untuk melakukan
penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai fisik produktivitas air untuk
tanaman pangan. Mendesain model frontier dan menjelaskan pertumbuhan dan
dekomposisi total faktor produktivitas air untuk tanaman pangan. Membangun model
frontier parametrik efisiensi efek dan menjelaskan pengaruh faktor eksternal non
stokasitk terhadap efisiensi pemanfaatan air tanaman serta merumuskan rekomendasi
melalui perbandingan pertumbuhan total faktor produktivitas air untuk tanaman pangan.
Penelitian ini menggunakan data sekunder iklim dan non iklim tahun 2000-2015.
Penelitian ini dilaksanakan dalam empat tahap yaitu tahap I dilakukan pengumpulan panel
data sekunder, pengelolaan data awal, estimasi volume penggunaan air tanaman (CWU)
dan estimasi produktivitas air untuk tanaman (PAT) padi, jagung dan pangan.Penelitian
tahap II merupakan analisis pertumbuhan total faktor produktivitas air untuk tanaman
(TFPAT) menggunakan model frontier non parametrik Data envelopment analysis-
Malmquist index (DEA-MI-PAT) faktor tunggal dan banyak faktor. Penelitian tahap III
merupakan analisis TFPAT menggunakan model frontier parametrik Stochastic frontier
analysis β Malmquist index (SFA-MI-PAT) faktor tunggal dan multi faktor. Pada penelitian
tahap IV dilakukan analisis pengaruh faktor eksternal terhadap efisiensi menggunakan
model frontier parametrik efisiensi efek (SFA-MI-PAT-TE). Kegiatan selanjutnya adalah
merumuskan rekomendasi melalui perbandingan pertumbuhan indeks TFPAT non
parametrik, parametrik, faktor tunggal dan banyak faktor,
Produktivitas air untuk tanaman padi (PATPadi) secara fisik rata-rata sebesar 0.459
kg beras/m3 untuk data non parametrik dan 0.441 kg beras/m3 untuk data parametrik.
Produktivitas air untuk tanaman jagung (PATJagung) secara fisik rata-rata 0.792 kg
pipilan/m3 untuk data non parametrik dan 0.787 kg pipilan/m3 untuk data parametrik.
Produktivitas air untuk tanaman pangan (PATPangan) merupakan gabungan PATPadi dan
PATJagung rata-rata sebesar 0.458 kg beras/m3 untuk data non parametrik dan 0.452 kg
beras/m3 untuk data parametrik. Rata-rata nilai produktivitas air untuk tanaman secara
fisik tertinggi bukan berasal dari produsen tertinggi. Tidak terdapat perbedaan signifikan
antara nilai PAT non parametrik dan parametrik.
Model frontier non parametrik pengukuran total faktor produktivitas air untuk
tanaman pangan Data envelopment analysis β Malmquist index faktor tunggal untuk
tanaman padi (model DEA-MI-PAT-FT-PD) dan tanaman jagung (model DEA-MI-PAT-FT-
JG) merupakan versi model satu masukan-satu keluaran (SISO). Model untuk tanaman
pangan terdiri dari tiga versi yaitu versi Single input-single output (model DEA-MI-PAT-FT-
PGN-SIS), versi Multiple inputs-single output (model DEA-MI-PAT-FT-PGN- MIS) dan
versi Multiple inputs-multiple outputs (model DEA-MI-PAT-FT-PGN-MIM). Model frontier
non parametrik pengukuran total faktor produktivitas air untuk tanaman pangan Data
envelopment analysis β Malmquist index banyak faktor untuk tanaman padi (Model DEA-
MI-PAT-BFR-PD) dan untuk tanaman jagung (model DEA-MI-PAT-BFR-JG) merupakan versi multiple inputs-single output (MISO). Model untuk tanaman pangan dibangun tiga
versi yaitu versi MISO (model DEA-MI-PAT-BFR-PGN-MIS), versi Multiple inputs-
multiple outputs (model DEA-MI-PAT-BFR-PGN-MIM) dan versi Multiple inputs-multiple
outputs pengembangan (model DEA-MI-PAT-BFR-PGN-MIM-1).
Berdasarkan model frontier non parametrik faktor tunggal (Model DEA-MI-PAT-FT),
rata-rata indeks total faktor produktivitas air untuk tanaman padi (TFPATPadi) dan indeks
TFPATJagung sebesar 1,017, indeks TFPATPangan sebesar 1.014. Selama periode 2000-
2015, terjadi penurunan indeks TFPATPadi sebesar 37,38%, akibat peningkatan EFCPadi
sebesar 0,69% dan penurunan TECPadi sebesar 37,81%. Terjadi peningkatan indeks
TFPATJagung sebesar 5,01% akibat penurunan indeks EFCJagung sebesar 14,89% dan
peningkatan indeks TECJagung sebesar 23,38%. Terjadi penurunan indeks TFPATPangan
sebesar 16,43% akibat penurunan indeks EFCPangan sebesar 3,17% dan penurunan
indeks TECPangan sebesar 13,40%.
Berdasarkan model frontier non parametrik banyak faktor (Model DEA-MI-PAT-
BFR), rata-rata indeks total faktor produktivitas air untuk tanaman padi (TFPATPadi)
sebesar 0,963; indeks TFPATJagung sebesar 0,960 dan indeks TFPATPangan sebesar 0,966.
Selama periode 2000-2015, terjadi penurunan indeks TFPATPadi sebesar 35,47%, akibat
penurunan EFCPadi sebesar 2,58% dan penurunan TECPadi sebesar 33,77%. Terjadi
peningkatan indeks TFPATJagung sebesar 8,11% akibat peningkatan indeks EFCJagung
sebesar 16,65% dan penurunan indeks TECJagung sebesar 7,51%. Terjadi penurunan
indeks TFPATPangan sebesar 15,36% akibat peningkatan indeks EFCPangan sebesar 2,54%
dan penurunan indeks TECPangan sebesar 15,95%.
Model frontier parametrik pengukuran total faktor produktivitas air untuk tanaman
Stochastic frontier analysis β Malmquist index faktor tunggal dan banyak faktor (model
SFA-MI-PAT-FT dan model SFA-MI-PAT-BFR) dikonstruksi berbasis fungsi produksi
Cobb-Douglas (CD) dan fungsi produksi Translog (TRS). Pada model untuk tanaman
pangan dilakukan pengembangan variabel masukan untuk membentuk model pangan
pengembangan (pangan-1). Pada model banyak faktor (BFR) dikembangkan tiga varian
model berdasarkan spesifikasi variabel masukan yaitu varian biasa (BS), varian rasio (RT)
dan varian pembobotan rasio (WT). Model-model tersebut didesain dengan
mempertimbangkan ketersediaan data variabel masukan dan variabel keluaran spesifik
wilayah semi-arid tropis seperti wilayah Timor Barat. Model-model frontier parametrik
dibangun dan diseleksi untuk mendapatkan model terbaik untuk tiap jenis tanaman.
Model SFA-MI-PAT-FT terbaik untuk tanaman padi adalah model SFA-MI-PAT-FT-
PD berbasis fungsi produksi Translog dengan asumsi efisiensi berdistribusi half normal
dan time invariant. Model SFA-MI-PAT-FT terbaik untuk tanaman jagung adalah model
SFA-MI-PAT-FT-JG berdasarkan fungsi produksi Translog dengan asumsi distribusi
efisiensi truncated normal dan time invariant. Model SFA-MI-PAT-FT terbaik untuk
tanaman pangan adalah model SFA-MI-PAT-FT-PGN-1 berdasarkan fungsi produksi
Translog dengan asumsi distribusi efisiensi truncated normal dan time invariant.
Model SFA-MI-PAT-BFR terbaik untuk tanaman padi adalah model SFA-MI-PAT-
BFR-PD-WT berbasis fungsi produksi Translog dengan asumsi efisiensi truncated normal
dan time varying. Model SFA-MI-PAT-BFR terbaik untuk tanaman jagung adalah model
SFA-MI-PAT-BFR-JG-WT berbasis fungsi produksi Cobb-Douglas (CD) varian
pembobotan ratio dengan asumsi efisiensi truncated normal dan time invariant. Model
SFA-MI-PAT-BFR terbaik untuk tanaman pangan adalah model SFA-MI-PAT-BFR-PGN-
1-WT berbasis fungsi produksi Translog dengan asumsi efisiensi half normal dan time
invariant.
Berdasarkan model SFA-MI-PAT-FT-PD, indeks TFPATPadi rata-rata sebesar 1,002
yang dipengaruhi oleh indeks efisiensi (EFCPadi) sebesar 1,000 dan indeks teknologi
produksi (TECPadi) sebesar 1,002. Berdasarkan model SFA-MI-PAT-BFR-JG-WT,
pertumbuhan indeks TFPATJagung rata-rata sebesar 0,987 dengan rata-rata indeks
EFCJagung dan indeks TECJagung masing-masing sebesar 0,991 dan 0,996. Berdasarkan
model SFA-MI-PAT-BFR-PGN-1-WT, rata-rata indeks TFPATPangan sebesar 1,013 dengan
komponen rata-rata indeks EFCPangan sebesar 1,000 dan indeks TECPangan sebesar 1,013.Berdasarkan model SFA-MI-PAT-BFR-PD-WT, rata-rata indeks TFPATPadi sebesar
1,002 yang dipengaruhi oleh rata-rata indeks EFCPadi sebesar 1,000 dan rata-rata indeks
TECPadi sebesar 1,002. Pada model frontier parametrik berasumsi time varying ini, dapat
diidentifikasi peningkatan indeks TFPATPadi sebesar 5,56% yang disebabkan oleh
penurunan indeks EFCPadi sebesar 0,01% dan peningkatan indeks TECPadi sebesar
5,56%. Berdasarkan model SFA-MI-PAT-BFR-JG-WT, rata-rata indeks TFPATJagung
sebesar 1,010 dengan komponen rata-rata indeks EFCJagung sebesar 1,000 dan indeks
TECJagung sebesar 1,010. Berdasarkan model SFA-MI-PAT-BFR-PGN-1-WT, rata-rata
indeks TFPATPangan sebesar 0,920. Rata-rata indeks EFCPangan sebesar 1,000 dan indeks
TECPangan sebesar 0,921.
Model frontier parametrik efisiensi efek Stochastic frontier analysis β Malmquist
index dibangun untuk analisis pengaruh faktor lingkungan, faktor sosial dan faktor
ekonomi terhadap efisiensi penggunaan air tanaman padi, jagung dan pangan. Model
dibangun berbasis fungsi produksi CD dan fungsi produksi TRS dengan asumsi distribusi
efisiensi half normal dan truncated normal. Model dibangun berdasarkan faktor tunggal
dan banyak faktor (model SFA-MI-PAT-FT-TE dan model SFA-MI-PAT-BFR-TE).
Model SFA-MI-PAT-FT-TE-PD terbaik adalah model SFA-MI-PAT-FT-TE-PD
berbasis fungsi produksi TRS dengan asumsi distribusi efisiensi half normal. Model SFA-
MI-PAT-FT-TE-JG terbaik adalah model berbasis fungsi produksi TRS dengan asumsi
distribusi efisiensi truncated normal. Model SFA-MI-PAT-FT-TE-PGN terbaik adalah
model SFA-MI-PAT-FT-TE-PGN-1 berbasis fungsi produksi TRS dengan asumsi distribusi
efisiensi half normal. Model SFA-MI-PAT-BFR-TE-PD-WT berbasis fungsi produksi CD
dengan asumsi distribusi efisiensi half normal. Model SFA-MI-PAT-BFR-TE-JG-RT
berbasis fungsi produksi CD dengan asumsi distribusi efisiensi truncated normal. Model
SFA-MI-PAT-BFR-TE-PGN-WT berbasis fungsi produksi TRS dengan asumsi distribusi
efisiensi half normal.
Berdasarkan model SFA-MI-PAT-FT-TE-PD terbaik; faktor sosial dan faktor
ekonomi berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan air tanaman padi.
Berdasarkan model SFA-MI-PAT-FT-TE-JG terbaik; faktor lingkungan, faktor sosial dan
faktor ekonomi berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan air tanaman jagung.
Berdasarkan model SFA-MI-PAT-FT-TE-PGN-1 terbaik, faktor sosial dan faktor ekonomi
berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan air tanaman pangan faktor tunggal
parametrik.
Berdasarkan model SFA-MI-PAT-BFR-TE-PD-WT terbaik; faktor lingkungan, faktor
sosial dan faktor ekonomi berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan air tanaman
padi. Berdasarkan model SFA-MI-PAT-BFR-TE-JG-RT terbaik; faktor lingkungan, faktor
sosial dan faktor ekonomi berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan air tanaman
jagung. Berdasarkan model SFA-MI-PAT-BFR-TE-PGN-WT terbaik, faktor ekonomi
berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan air tanaman pangan.
Pertumbuhan indeks TFPAT berbeda berdasarkan model pengukuran dan
dekomposisi. Pertumbuhan indeks TFPATPadi non parametrik dan parametrik faktor
tunggal lebih tinggi dibanding indeks TFPATPadi non parametrik dan parametrik banyak
faktor. Pertumbuhan indeks TFPATPadi dan TECPadi non parametrik faktor tunggal memiliki
indeks tertinggi (1,017 dan 1,027), sedangkan indeks TFPATPadi dan TECPadi non
parametrik banyak faktor memiliki indeks terendah (0,963 dan 0,972). Pertumbuhan
indeks EFCPadi relatif sama dan tinggi berkisar antara 0,990 sampai 1,000. Pertumbuhan
indeks TFPATPadi lebih dipengaruhi oleh pertumbuhan indeks TECPadi.
Pertumbuhan indeks TFPATJagung dan TECJagung parametrik faktor tunggal memiliki
pertumbuhan indeks tertinggi (1,017 dan 1,027), sedangkan TFPATJagung dan TECJagung
non parametrik banyak faktor memiliki pertumbuhan indeks terendah (0,960 dan 0,953).
Pertumbuhan indeks EFCJagung relatif sama dan tinggi berkisar antara 0,990 sampai 1,007.
Pertumbuhan indeks TECJagung lebih mempengaruhi pertumbuhan indeks TFPATJagung.
Kabupaten Belu memiliki indeks TFPATJagung tertinggi sebesar 0,997 dengan indeks EFC
sebesar 1,003 dan indeks TEC sebesar 0,994. Pertumbuhan indeks TECJagung lebih
mempengaruhi pertumbuhan indeks TFPATJagung.Pada pertumbuhan indeks TFPATPangan; tiga indeks TFPATPangan non parametrik
faktor tunggal memiliki indeks pertumbuhan tertinggi (1,014), sedangkan indeks
TFPATPangan parametrik banyak faktor memiliki indeks terendah (0,920). Pertumbuhan
indeks EFCPangan relatif seragam dan tinggi. Pertumbuhan indeks EFCPangan terendah
(0,986) merupakan indeks non parametrik faktor tunggal SISO. Pertumbuhan indeks
TECPangan non parametrik faktor tunggal SISO memiliki indeks tertinggi (1,028) sedangkan
indeks TECPangan parametrik banyak faktor memiliki indeks terendah (0,921). Pertumbuhan
indeks TECPangan lebih mempengaruhi pertumbuhan indeks TFPATPangan.
Kabupaten Belu memiliki indeks TFPATPadi tertinggi sebesar 1,026 dengan indeks
EFC sebesar 1,006 dan indeks TEC sebesar 1,020. Kabupaten Belu memiliki indeks
TFPATJagung tertinggi sebesar 0,997 dengan indeks EFC sebesar 1,003 dan indeks TEC
sebesar 0,994. Tingginya indeks TFPATPadi dan TFPATJagung disebabkan oleh faktor
lingkungan, faktor budaya dan kearifan lokal petani di Kabupaten Belu. Kota Kupang
memiliki indeks TFPATPangan tertinggi sebesar 1,016 dengan indeks EFC sebesar 1,000
dan indeks TEC sebesar 1,016. Petani Kota Kupang memiliki kualitas sumberdaya
manusia, akses terhadap faktor produksi, infrastruktur, kemampuan ekonomi dan akses
pasar yang relative lebih baik dibandingkan kabupaten lainnya.
Direkomendasikan, berdasarkan indeks EFCPadi dan indeks EFCJagung terendah,
PATPadi dan PATJagung dapat ditingkatkan 1% tanpa penambahan CWUPadi dan CWUJagung .
Berdasarkan indeks EFCPangan terendah, PATPangan dapat ditingkatkan 1,40% tanpa perlu
panambahan CWUPangan. Peningkatan produktivitas air untuk tanaman (PAT) dilakukan
dengan meningkatkan TFPAT, komponen indeks teknologi produksi (TEC) perlu
mendapatkan prioritas. Indeks efisiensi (EFC) dipertahankan dan ditingkatkan dengan
memperhatikan faktor lingkungan, faktor sosial dan faktor ekonomi. Selanjutnya,
peningkatan teknologi produksi (TEC) perlu memperhatikan aspek keberlanjutan berbasis
kearifan lokal dan pemanfaatan input organik. Perlu dilakukan analisis pertumbuhan
TFPAT pada wilayah lain di Indonesia sehingga didapatkan informasi ilmiah yang lebih
lengkap. Sebaiknya menggunakan panel data harga berdasarkan harga konstan untuk
meminimasi pengaruh inflasi. Perlu menggunakan variabel bebas dan variabel eksternal
yang lebih banyak pada model banyak faktor. Perlu dilakukan analisis pertumbuhan
produktivitas air untuk tanaman pertanian lainny
Perancangan Desain Kemasan Abon Sapi Menggunakan Metode Kansei Engineering
Konsumsi masyarakat terhadap produk olahan ternak
meningkat setiap tahun sehingga memberikan peluang usaha
yang dapat dikembangkan. Pola konsumsi masyarakat terhadap
produk olahan peternakan telah bergeser, terutama daging, dari
mengkonsumsi daging segar menjadi produk olahan daging yang
siap santap mendorong dikembangkannya teknologi dalam hal
pengolahan daging. Produk abon sapi yang cenderung serupa
memerlukan dukungan komponen lainnya untuk menjadi daya
tarik dalam memilih produk. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan desain kemasan abon sapi yang sesuai dengan
keinginan konsumen. Penelitian ini menggunakan 19 kata kansei,
16 sampel kemasan, 5 elemen desain, dan 14 sub elemen desain.
Berdasarkan nilai importance value secara keseluruhan,
desain kemasan yang diinginkan oleh konsumen secara
berurutan ditentukan oleh elemen desain warna (32,130%),
aksesoris (26,924%), bentuk (18,718%), label (16,539%) dan
bahan (5,689%). Kombinasi kemasan yang paling disukai
konsumen adalah kombinasi 4, faktor 4. Kombinasi tersebut
adalah, kemasan abon sapi dengan bahan alumunium foil, bentuk
pouch, label digital printing, aksesoris handle, dan warna polos
yang digambarkan oleh kata kansei mudah disimpan dan
informatif. Saran untuk penelitian dengan menganalisis biaya
pembuatan desain kemasa
Optimasi Pembekuan Lambat Menggunakan Kontrol Logika Fuzzy Dalam Pembuatan Sediaan Serbuk Labu Kuning (Cucurbita moschata Duch)
Konsumsi antioksidan mampu menurunkan risiko penyakit degeneratif.
Antioksidan labu kuning telah dibuktikan dapat memperbaiki kondisi diabetes.
Penanganan diabetes dengan obat, selain mahal seringkali mendatangkan efek negatif
dan memerlukan waktu lama. Di Indonesia, konsumsi suplemen kesehatan meningkat
dan secara global pengobatan herbal menjadi tumpuan 75% penduduk. Penelitian ini
bertujuan mendapatkan proses pembekuan labu kuning yang optimal untuk membuat
sediaan serbuk tinggi antioksidan.
Penelitian dilakukan dalam empat tahapan. Pertama, rancang bangun sistem
pembekuan menggunakan FLC inferensi Takagi-Sugeno. Sistem dirancang berdasarkan
input eror dan delta eror suhu sensor untuk mendapatkan output PWM sebagai nilai
masukan kompresor. Pemrograman dibuat dalam bahasa C dan diimplementasikan pada
ATmega2560. Tahap kedua, penentuan efek pembekuan terhadap struktur seluler labu
kuning. Rentang suhu pembekuan ditentukan berdasarkan titik beku labu kuning yang
diketahui dengan metode cooling curve. Efek pembekuan dievaluasi berdasarkan struktur
seluler citra SEM, derajat disintegrasi, EC, kandungan dan aktivitas antioksidan, dan
perubahan senyawa volatil. Analisis citra metode AMT dan GLCM dilakukan untuk
mengevaluasi perubahan mikro struktur secara objektif. Data citra lebih lanjut dianalisis
dengan PCA dan PLS-DA. Tahap ketiga, melakukan optimasi pembekuan dengan
pendekatan RSM dan prediksi menggunakan BRANN. Kondisi pembekuan yang
menghasilkan antioksidan tertinggi dipilih untuk membuat sediaan serbuk. Gambaran
efisiensi pembekuan diketahui dengan ekstraksi serbuk labu kuning. Tahap keempat,
membuat sediaan serbuk labu kuning hasil optimasi. Pembuatan serbuk dilakukan
dengan teknik FMD menggunakan maltodekstrin dan polisorbat 80. Mutu produk jadi
dievaluasi berdasarkan peraturan BPOM No. 17 Tahun 2109.
Hasil perancangan dan pembuatan sistem pembekuan FLC berupa unit mesin
pembekuan lambat. Termistor PT100 3 kabel yang digunakan memiliki linieritas tinggi
dengan R2=0,99, dan MAPE=9,52% pada simulasi alat. Nilai masukan sensor dan tombol
input difuzzifikasi berdasarkan 18 aturan dasar. Hasil kalibrasi dan pengujian performa
sistem menunjukkan variasi suhu temporal dan spasial alat masing-masing -1,0 oC dan
1,9 oC, rise time 21,38 Β± 2,40 menit, settling time 31,36 Β± 1,29 menit, steady eror positif
1,55 Β± 0,11 oC dan negatif -1,28 Β± 0,33 oC.
Pembekuan labu kuning menggunakan FLC mampu mendekomposisi struktur
seluler dengan derajat disintegrasi 0,47 dan kenaikan EC hampir dua kali lipat. Analisis
AMT menunjukkan peningkatan MA secara bermakna sebagai indikator perubahan
tekstur yang terjadi. Separasi antara sampel-sampel yang memiliki antioksidan tinggi dan
rendah pada tingkat kepercayaan 95% dapat diamati dengan jelas berdasarkan hasil PCA
dan PLS-DA. Pembekuan pada suhu -18 oC selama 6 jam meningkatkan TPC sampai
70%. Peningkatan senyawa fenolik didominasi oleh caffeic acid, chlorogenic acid dan pcoumaric
acid. Semua data-data yang diperoleh mendukung kesimpulan tentang efek
positif pembekuan FLC terhadap kenaikan antioksidan labu kuning.
Hasil percobaan RSM menunjukkan hubungan kuadratik antar suhu dan waktu
pembekuan terhadap kandungan antioksidan dengan R2 untuk TPC, flavonoid, DPPH dan
ABTS masing-masing sebesar 0,85, 0,86, 0,83, dan 0,88. Kondisi optimum pembekuan
terjadi pada suhu -20 oC selama 9 jam. Kondisi tersebut berhasil dikonfirmasi
menghasilkan kenaikan TPC dan aktivitas antioksidan metode DPPH sebesar 54,44%
dan 36,60%. Prediksi menggunakan BRANN dengan arsitektur jaringan 2-15-1 yang
dilatih tanpa over fitting menghasilkan performa yang setara dengan RSM berdasarkan
parameter R2, MSE, dan AAD. Ekstraksi serbuk labu kuning hasil optimasi menggunakan
pelarut metanol pada suhu 80 oC selama 30 menit menghasilkan 3,82 mg GAE/mg TPC.
Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil dari proses lain yang serupa maupun
ekstraksi ultrasonik.
Sediaan serbuk labu kuning memiliki kandungan air 5,92% dengan Aw 0,14, TPC
9,15 mg GAE/g, flavonoid 6,65 mg QE/g, penghambatan aktivitas antioksidan DPPH dan
ABTS masing-masing 45,94% dan 50,89%. Senyawa fenolik dalam sediaan serbuk labu
kuning sebagian besar adalah caffeic acid, chlorogenic acid, ferulic acid, isorhamnetin-3-
rutinoside-4' rhamnoside, isorhamnetin-3-O-rutinoside, dan isoquercitrin. Semua
parameter mutu sediaan serbuk; yaitu kandungan air, mikroba pencemar, dan logam berat
sesuai persyaratan mutu BPOM. Berdasarkan kajian kelayakan, usaha sediaan serbuk
dapat memberikan keuntungan pada tingkat bunga 15%.
Sebagai kesimpulan, pembekuan lambat menggunakan FLC dapat digunakan
untuk mendisintegrasi sel labu kuning dengan optimum sehingga didapatkan produk yang
tinggi antioksidan sesuai standar suplemen kesehatan
Eksplorasi Thermotolerant Yeast Dalam Pada Produk Non Pangan Systematic Review
Yeast merupakan mikroorganisme eukariotik yang hidup di
berbagai relung ekologi, terutama dalam air, tanah, udara dan
pada permukaan tanaman dan buah. Yeast saat ini sangat
populer dikembangkan yaitu thermotolerant yeast.
Thermotolerant yeast merupakan khamir yang dapat hidup pada
suhu diatas 40oC. Thermotolerant yeast banyak digunakan
dalam produksi berbagai produk terutama produk non pangan.
Thermotolerant yeast memiliki banyak sekali jenis dengan hasil
produk yang berbeda-beda. Jenis thermotolerant yeast
didapatkan dari berbagai sumber isolat dan karakteristik yang
dimiliki juga berbeda-beda. Produksi produk non pangan
dengan menggunakan thermotolerant yeast telah dilakukan oleh
banyak peneliti dengan menggunakan strain thermotolerant
yeast yang berbeda-beda. Penulisan systematic review ini
memakai metode PRISMA (Preferred Reporting Items for
Systematic reviews and Meta Analyses) untuk mengumpulkan,
menilai dan mensintesis bukti empiris dari artikel-artikel
penelitian yang relevan terkait studi thermotolerant yeast untuk
produksi produk non pangan. Berdasarkan review jurnal yang
telah diulas, jenis thermotolerant yeast yang dapat digunakan
vii
yaitu Kluyveromyces sp dan Saccharomyces cerevisiae. Suhu
optimal yang digunakan pada fermentasi etanol pada range
32oC - 50oC. Sedangkan dalam produksi bioetanol, suhu yang
digunakan berada pada range 35oC β 40oC. Suhu yang tinggi
dapat menyebabkan penurunan aktivitas atau inaktivasi enzim.
Sedangkan suhu yang rendah menghasilkan produk etanol dan
bioetanol yang lebih rendah. Kemudian, pH optimal yang
disarankan untuk produksi etanol dan bioetanol berkisar antara
3 β 5,5. Nilai pH yang lebih tinggi (basa) atau lebih rendah
(asam) dari pH optimal dapat meningkatkan kematian yeast.
Selanjutnya, sumber isolat tebu yang digunakan untuk
menghasilkan produk non pangan pada ulasan ini harus kadar
gula pada range 4%-30% dan kadar hemiselulosa minimal 2%.
Saran yang perlu diketahui yaitu perlu dipertimbangkan
berdasarkan jenis fermentasi yang digunakan, faktor ekonomi,
proses hidrolisis, penggunaan bioreaktor, dan jenis substrat
yang digunakan. Dalam menyusun ulasan, perlu diperhatikan
literaturnya secara teliti terkait dengan waktu terbit, kata kunci,
proses, dan hasil penelitianny
Pengaruh Penambahan CMC (Carboxymethyl Cellulose) dan Ekstrak Jahe Pada Edible Coating Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Kualitas Buah Apel Manalag
Apel merupakan buah yang banyak diminati oleh banyak
orang untuk dikonsumsi secara langsung. Namun, buah apel
sangat rentan mengalami kerusakan dan memiliki umur simpan
yang cukup lama yaitu sekitar 7 hari pada suhu kamar. Oleh
karena itu dibutuhkan penanganan pasca panen untuk tetap
mempertahankan kualitas yakni dengan cara melapisi edible
coating. Adapun bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai edible
coating adalah tanaman lidah buaya, Carboxymethyl Cellulose
(CMC) untuk meningkatkan sifat plasticer dari larutan dan ekstrak
jahe sebagai antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan kualitas antara buah apel manalagi saat
diberikan edible coating perlakuan konsentrasi CMC dan ekstrak
jahe, dengan perlakuan kontrol selama penyimpanan.
Selanjutnya, mengetahui pengaruh kombinasi perlakuan CMC
dan ekstrak jahe pada edible coating terhadap kualitas
organoleptik (aroma, warna, rasa, dan kenampakan) buah apel
manalagi.
Penelitian hanya terdapat satu data saja, terdiri dari 9
perlakuan yang merupakan kombinasi antara CMC yang terdiri
dari 3 konsentrasi berbeda (1%, 1,5%, dan 2%) b/v dan ekstrak
jahe yang juga terdiri dari 3 konsentrasi berbeda (0,5%, 1,5%,
dan 3%) v/v. Parameter yang diamati yaitu kadar air, susut bobot,
kekerasan, Total Padatan Terlarut (TPT), dan organoleptik
dianalisis menggunakan Analisis Statistika Deskriptif dengan
membandingkan data parameter pada masing-masing lama
penyimpanan hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15. Data organoleptik
(warna, kenampakan, aroma, dan rasa) dianalisis secara
kuantitatif menggunakan uji Friedman. Penentuan perlakuan
ix
terbaik pada uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan
indeks efektivitas.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa melalui
analisis fisik dengan parameter TPT, susut bobot, kekerasan dan
kadar air terdapat perbedaan kualitas antara perlakuan kontrol
dengan buah apel manalagi yang diberikan edible coating lidah
buaya kombinasi konsentrasi CMC dan ekstrak jahe selama
penyimpanan. Melalui uji organoleptik didapatkan bahwa
perlakuan terbaik pada perlakuan kombinasi CMC 2% dan
ekstrak jahe 3% (A3B3), dengan rerata skor kesukaan panelis
terhadap aroma, warna, rasa, dan kenampakan secara berturut-
turut 2,8; 3,4; 2,4; dan 3,5.
Berdasarkan perhitungan neraca massa diketahui bahwa
input pada proses pencucian sebesar 8000 gram (pelepah lidah
buaya 7000 gram dan air 1000 gram), kemudian output juga
sebesar 8000 gram (pelepah lidah buaya yang sudah dicuci
7.007,4 gram dan air bekas pencucian 992,6 gram). Pada proses
pengupasan input sebesar 7.007,4 gram (pelepah lidah buaya
yang sudah dicuci), kemudian output juga sebesar 7.007,4 gram
(daging lidah buaya 5.161,5 gram dan kulit 1.845,9 gram). Pada
proses penghalusan input sebesar 5.161,5 gram (daging lidah
buaya), kemudian output juga sebesar 5.161,5 gram (daging
lidah buaya yang sudah dihaluskan). Pada proses penyaringan
input sebesar 5.161,5 gram (daging lidah buaya yang sudah
dihaluskan), kemudian output juga sebesar 5.161,5 gram (gel
lidah buaya 4.903,2 gram dan ampas 258,3 gram). Pada proses
pemanasan input sebesar 4.903,2 gram (gel lidah buaya),
kemudian output juga sebesar 4.903,2 gram (gel lidah buaya
yang sudah dipanaskan 4.832,9 gram dan uap air pemanasan
70,3 gram). Selanjutnya, pada proses pendinginan input sebesar
4.832,9 gram (gel lidah buaya yang sudah dipanaskan),
kemudian output juga sebesar 4.832,9 gram (edible coating lidah
buaya)
Pengaruh Feeding Rate Dan Konsentrasi Effective Microorganism 4 (EM4) Pada Media Biakan Ampas Tahu Terhadap Pertumbuhan Larva Black Soldier Fly (BSF)
Semakin tingginya jumlah industri pengolahan tahu,
mengakibatkan potensi pencemaran limbah semakin besar pula.
Dimana salah satu limbah yang dihasilkan pada proses
pengolahan tahu adalah limbah padat ampas tahu. Alternatif
yang dapat dilakukan sebagai salah satu upaya untuk
memanfaatkan limbah ampas tahu yaitu dengan menggunakan
larva black soldier fly (BSF). Larva BSF memiliki kemampuan
untuk mengkonsumsi berbagai jenis limbah organik, seperti
limbah pertanian, dan hewan. Pertumbuhan larva BSF
dipengaruhi oleh komposisi dan kandungan nutrisi pada media
pakan. Jenis pakan yang berkualitas dengan nutrisi yang lengkap
berupa unsur makro mampu mempengaruhi biomassa BSF.
Pemilihan ampas tahu sebagai media pakan larva BSF karena
ampas tahu mengandung 23,55% protein, 5,54% lemak, 26,92%
karbohidat, 17,03% abu, 16,53% serat kasar, dan 10,43% air.
Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan larva BSF
adalah feeding rate. Apabila larva diberi pakan dalam jumlah
yang besar dapat menghasilkan massa larva tinggi dan
meningkatkan pertumbuhan larva. Cara lain yang dapat
dilakukan untuk mempercepat proses pertumbuhan larva black
soldier fly yaitu dengan penambahan. Penambahan EM-4 pada
ampas tahu bertujuan menciptakan adanya keseimbangan
mikroflora dalam saluran pencernaan BSF, sehingga akan
memaksimalkan larva black soldier fly mencerna pakan. Selain
itu, penambahan pada pakan juga mampu meningkatkan kondisi
kesehatan BSF (Permadi et al, 2018). Pada penelitian ini, jenis
yang digunakan yaitu Effective Microorganism 4 (EM-4).
Mikroorganisme yang terdapat dalam Effective Microorganism 4
11
(EM-4) mampu meningkatkan konsumsi pakan pada BSF Tujuan
dari penelitian ini yaitu dapat menentukan pengaruh dari feeding
rate dan konsentrasi EM-4 pada media biakan limbah ampas tahu
terhadap biomassa, pertumbuhan panjang dan survival rate larva
BSF. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan
perlakuan terbaik yang diperoleh dari feeding rate dan
konsentrasi EM-4 pada media biakan limbah ampas tahu untuk
menghasilkan pertumbuhan larva black soldier fly (BSF) secara
optimal.
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor feeding rate
150 mg/larva/hari, 200 mg/larva/hari dan 250 mg/larva/hari serta
konsentrasi EM-4 dengan level 0%; 5% dan 10%. Penelitian ini
menggunakan 9 sampel perlakuan dengan 3 kali ulangan. Hasil
analisis ragam Two Way ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan
feeding rate dan konsentrasi EM4 tidak memiliki pengaruh nyata
terhadap biomassa larva BSF, akan tetapi interaksi dari kedua
perlakuan tersebut memiliki pengaruh nyata terhadap
pertumbuhan panjang dan survival rate larva BSF. Interaksi
perlakuan feeding rate 250 mg/larva/hari dan konsentrasi EM4
10% menjadi interaksi perlakuan terbaik yang mampu
menghasilkan nilai biomassa tertinggi yaitu 155,2210 mg/larva,
pertumbuhan panjang tertinggi yaitu 13,56 mm, dan nilai survival
rate sebesar 81,76%. Nilai SR pada larva BSF masih tergolong
dalam kategori baik karena > 50%.
Kata Kuci : Ampas Tahu Black Soldier Fly (BSF), Feeding rate,
EM-
Aktivitas Bakteriosin dari Bakteri Asam Laktat dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Patogen pada Produk Olahan Susu: Literature Review
Susu dan produk olahannya memiliki kandungan gizi yang tinggi dan termasuk dalam kategori bahan makanan yang mudah rusak. Salah satu faktor penyebab kerusakan produk susu adalah adanya kontaminasi bakteri patogen. Bakteri patogen yang sering ditemukan pada produk susu antara lain S. aureus, L. monocytogenes, dan E. coli. Bakteriosin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL) dan memiliki sifat antimikroba. Mekanisme bakteriosin dalam menjaga kualitas makanan adalah dengan menghambat atau mencegah pertumbuhan bakteri patogen. Kelebihan yang dimiliki bakteriosin antara lain tidak bersifat racun, tahan terhadap pH asam dan basa, tahan terhadap suhu panas dan dingin, mudah dicerna, dan lain sebagainya. Salah satu indikator yang dapat menentukan optimal tidaknya aktivitas bakteriosin, dapat dinilai berdasarkan diameter zona hambat (mm).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah systematic literature review (SLR). Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi pertanyaan penelitian, kemudian mengidentifikasi kata kunci untuk mencari literatur pada database Google Scholar, Springer, dan Science Direct. Selanjutnya dilakukan seleksi studi dengan menggunakan pendekatan PRISMA. Literatur yang lolos ke tahap inklusi, akan dilakukan analisis data untuk menjawab rumusan masalah.
Bakteriosin BM1300 yang diproduksi oleh L. crustorum MN047 ditemukan sebagai bakteri yang paling optimal dalam mencegah pertumbuhan S. aureus dan L. monocytogenes dengan diameter masing-masing 28 mm dan 21,6 mm. Kemudian bakteriosin yang paling optimal dalam menghambat E. coli adalah bakteriosin yang diproduksi oleh Lactobacillus plantarum dengan diameter 24 mm. Bakteriosin ini dapat dijadikan rujukan sebagai pengawet pada produk susu seperti keju, yoghurt, dan minuman susu kemasan untuk meminimalkan risiko kontaminasi oleh bakteri patogen tersebut