13 research outputs found

    Pengaruh Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia purpurata) Terhadap Daya Hambat Bakteri Pseudomonas fluorescens Secara In Vitro

    Get PDF
    Serangan penyakit merupakan pemicu kegagalan budidaya. Penyakit yang menyerang organisme budidaya air tawar yaitu penyakit bacterial salah satu agen bakteri yang menginfeksi adalah bakteri P. fluorescens. Penggunaan antibiotik seringkali digunakan untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, sehingga perlu adanya alternatif dengan penggunaan bahan alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak lengkuas merah (A. purpurata) terhadap daya hambat bakteri P. fluorescens secara In Vitro. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan, 2 kontrol dan 4 kali ulangan. Perlakuan A (100 ppm), perlakuan B (105 ppm), perlakuan C (110 ppm), perlakuan D (115 ppm), perlakuan E (120 ppm), kontrol positif menggunakan tetracyline 30 ppm, dan kontrol negatif tanpa pemberian ekstrak. Hasil penelitian didapat zona hambat tertinggi pada perlakuan E (120 ppm) dengan rerata zona hambat sebesar 10,53 mm dan terendah pada perlakuan A (100 ppm) dengan rerata zona hambat sebesar 8,15 mm. Zona hambat antar perlakuan menunjukkan grafik linier dengan persamaan y = -3,25 + 0,11x dan koefisien determinasi (R2) yaitu sebesar 0,8552

    Kajian Biosorpsi Logam Berat Kromium Heksavalen (CrVI) oleh Bakteri Indigenous dari Biofilm di Sungai Badek, Malang, Jawa Timur

    Get PDF
    Pencemaran lingkungan perairan akibat dari cemaran logam berat menjadi salah satu isu krusial yang menjadi perhatian di Indonesia. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya pencemaran perairan adalah semakin meningkatnya aktifitas manusia, seperti: kegiatan industri, pemukiman, rumah sakit, pertanian, dan lain sebagainya. Salah satu jenis logam berat non essensial yang berbahaya adalah Kromium heksavalen (CrVI) yang umum digunakan dalam industri penyamakan kulit. Sungai Badek yang terletak di Kelurahan Ciptomulyo, Kecamatan Sukun, Kota malang merupakan salah satu sungai yang mengalami pencemaran logam berat CrVI. Sungai ini dilimpasi oleh limbah dari dua industri penyamakan kulit yang terdapat di sekitar lokasi, dimana pada industri penyamakan kulit umumnya menggunakan Kromium sebagai bahan penyamak kulit. Sehingga dalam limbah produksi tersebut terdapat kandungan kromium yang cukup tinggi yang apabila tidak dilakukan pengolahan dengan baik sebelum dilakukan pembuangan maka dapat mencemari lingkungnan perairan tersebut. Salah satu metode yang dapat dikembangkan untuk menurunkan kandungan kromium limbah penyamakan kulit yaitu biosorpsi dengan menggunakan mikroorganisme sebagai biosorben. Bakteri yang berasal dari biofilm di sungai badek merupakan mikroorganisme yang mampu bertahan dengan kondisi lingkungan tersebut sehingga perlu dilakukan kajian biosorpsi logam berat Kromium Heksavalen (CrVI) Oleh Bakteri indigenous yang berasal dari sungai Badek. Penelitian ini terdiri dari 3 tahap penelitian dengan tujuan akhir yaitu mendapatkan jenis bakteri dari sampel biofilm Sungai Badek dengan kemampuan menurunkan kandungan CrVI di media yang tertinggi. Tahap pertama adalah pengamatan kondisi bioekologis sungai badek. Pada tahap ini, dilakukan pengukuran kualitas air (pH, DO, BOD5, COD, BOT, NH3, NO2, NO3, dan PO4), pengukuran properti sedimen (Karbon Organik Total, Nitrogen Total, rasio C/N, NH3, NO2, NO3, rasio NH3/NO3, PO4, pH, dan Electrical conductivity (EC)), dan pengukuran kandungan logam berat pada air, sedimen, dan biofilm. Tahap kedua yaitu analisis potensi bakteri dari biofilm sebagai kandidat biosorben logam berat kromium heksavalen (CrVI). Pada tahapan ini dilakukan beberapa penelitian, antara lain: isolasi bakteri dari sampel biofilm yang melekat pada permukan batu di Sungai Badek, Uji Ketahanan CrVI pada isolat bakteri pada konsentrasi 0 sampai 1000 ppm, pengujian kapasitas reduksi CrVI oleh isolat bakteri pada konsentrasi yang umum ada pada limbah penyamakan kulit (10, 50, dan 100 ppm), optimasi kondisi suhu dan pH bakteri dalam proses biosorpsi CrVI, pengamatan aktifitas gugus fungsi pada sel bakteri dengan menggunakan Fourier Transform xiii Infrared (FTIR) dan pengamatan morfologi dan komposisi material pada bakteri dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy-Energy-Dispersive X-ray (SEM-EDX). Adapun langkah yang ketiga adalah identifikasi isolat bakteri secara biokimia dan secara molekuler. Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa telah terjadi pencemaran di sungai Badek. Hal ini dapat dilihat selain dari pengamatan fisik perairan juga dari beberapa pengukuran parameter kualitas air yang telah diamati diantaranya adalah nilai rasio COD/BOD yang cukup tinggi, ini mengindikasikan adanya material degradable dan non-degradable yang cukup tinggi di sungai badek. Selain itu terjadi ketidakseimbangan proses dekomposisi di sungai tersebut hal ini ditunjukkan dengan nilai rasio C/N yang cukup tinggi dan rendahnya rasio NH3/NO3. Hasil penelitian tahap kedua menunjukkan bahwa ditemukan 7 isolat bakteri yang toleran terhadap CrVI. Berdasarkan hasil uji ketahanan bakteri terhadap CrVI diketahui bahwa ada 4 isolat yang dapat digunakan sebagai kandidat biosorben CrVI (Isolat Bakteri 2, 3, 5, dan 6). Kemudian pada pengujian kapasitas biosorpsi CrVI oleh bakteri tersebut diketahui bahwa Isolat Bakteri 2 dan Isolat Bakteri 5 memiliki kemampuan biosorpsi CrVI yang tertinggi disbandingkan 2 isolat bakteri lainnya, hal ini dapat diketahui dari kemampuan Kedua bakteri tersebut menurunkan kandungan CrVI (10 ppm) di media hingga mencapai 98,1% (pada Isolat Bakteri 2) dan 92,2% (pada Isolat Bakteri 5) dengan masa inkubasi selama 120 jam. Selain itu dari hasil pengamatan SEM-EDX terjadi peningkatan kandungan CrVI dan pada pengamatan FTIR menunjukkan adanya peningkatan aktifitas gugus fungsional pada bakteri. Kemudian pada tahap ketiga, hasil identifikasi baik secara biokimia dan molekuler menunjukkan bahwa Isolat Bakteri 2 identik dengan jenis bakteri Bacillus licheniformis dan Isolat Bakteri 5 identik dengan jenis bakteri Proteus mirabilis

    Penggunaan Ekstrak Kasar Daun Kari (Murraya koenigii) Untuk Mneghambat Bakteri Pseudomonas fluorescens Secara In Vitro.

    No full text
    Sektor perikanan budidaya di Indonesia mengalami peningkatan. Peningkatan ini diakibatkan dari jumlah permintaan pasar yang meningkat pula. Untuk mencukupi kebutuhan permintaan pasar maka masyarakat tidak sedikit yang melakukan kegiatan budidaya ikan. Namun, dalam kegiatan budidaya pastinya terdapat suatu permasalahan seperti terserangnya penyakit pada ikan. Penyakit ini dapat menyebabkan panen yang tidak maksimal bahkan kematian pada ikan yang dapat merugikan pembudidaya. Salah satu bakteri yang sering menyerang ikan air adalah bakteri Pseudomonas fluorescens. Bakteri Pseudomonas fluorescens dapat menyebabkan pembengkakan dan kerusakan pada hati, ginjal dan limpa bahkan menyebabkan kematian masal pada ikan. Pengobatan menggunakan antibiotik menyebabkan bakteri resisten dan menimbulkan residu. Maka,dilakukan upaya alternatif dengan menggunakan bahan alami seperti ekstrak daun kari (Murraya koenigii). Daun kari ini mengandung senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, dan tannin yang bersifat sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun kari (M. koenigii) terhadap pertumbuhan bakteri P. fluorescens serta dosis optimalnya. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sentra Ilmu Hayati (LSIH), Universitas Brawijaya, Malang pada bulan Maret-April 2022. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pemberian ekstrak daun kari dengan dosis (A) 125 ppm, (B) 150 ppm, (C) 175 ppm, (D) 200 ppm, dan (E) 225 ppm dengan kontrol positif menggunakan 30 ppm antibiotik tetracycline dan kontrol negatif tanpa pemberian ekstrak. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak kasar daun kari (M. koenigii) mampu menghambat pertumbuhan bakteri P. Fluorescens. Mulai dari dosis terendah hingga terbesar menunjukkan peningkatan wilayah zona hambat atau dapat dikatakan membentuk pola linear dengan persamaan y= 0,0337x + 3,2967 dan nilai koefisien R2= 0,8189. Diameter zona bening tertinggi didapatkan pada perlakuan E) 250 ppm dengan rerata zona hambat 11,20±1,05 mm, sedangkan zona bening terendah pada dosis 125 ppm dengan rerata 7,63±0,98 mm. Kesimpulan pada penelitian ini adalah pemberian ekstrak daun kari (M. koenigii) berpengaruh terhadap daya hambat bakteri P. fluorescens. Semua dosis yang digunakan menunjukkan zona hambat yang berbeda. Dosis terbaik ekstrak ekstrak daun kari pada penelitian ini sebesar 225 ppm dengan rata-rata diameter zona hambat sebesar 11,20 mm

    Penggunaan Ekstrak Kasar Daun Kari (Murraya koenigii) untuk Menghambat Bakteri Pseoudomonas flourescens terhadap Ginjal Ikan Lele (Clarias gariepinus) Secara In Vivo.

    No full text
    Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan ekonomis penting air tawar yang telah banyak dibudidayakan baik secara tradisional maupun secara intensif. Kebutuhan ikan dari tahun ketahun mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan penduduk di Indonesia. Perikanan pada tahun 2009 hingga 2013 menunjukkan terjadinya penambahan jumlah konsumsi ikan lele di Indonesia dari 144.755 ton pada tahun 2009 yang bertambah hingga 758.455 ton pada tahun 2013 dan terus bertambah hingga saat ini (Christiand., et al2022). Kegiatan produksi lele masih sering menghadapi permasalahan sehingga menyebabkan kegagalan dan produksinya menurun. Serangan bakteri pathogen adalah salah satu kendala yang sering dihadapi oleh pembudidaya. Upaya pencegahan dan pengobatan terhadap serangan bakteri selama ini dilakukan dengan pemberian antibiotik. Akan tetapi antibiotik membuat ikan menjadi resisten dan meninggalkan residu. Sehingga terdapat alternatif lain yaitu menggunakan bahan alami berupa daun kari (Murraya Koenigii). Penlitian ini dilakukan di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan, Universitas Brawijaya. Penlitian ini dilakukan pada bulan Maret – Juni 2023. Tujuan penelitian ini Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun kari (M. koenigii) terhadap histologi ginjal ikan lele (Clarias gariepinus) yang diinfeksi bakteri P. Fluorescens. Metode penelitian ini adalah metode eksperimen. Penelitan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan 3 ulangan dan 2 kontrol, Pengambilan data ini menggunakan dosis yang berbeda–beda. Dosis pada perlakuan A (150 ppm), Perlakuan B (175 ppm). Perlakuan C (200 ppm) dan Perlakuan D (225 ppm). Pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui sebab-akibat dari pengaruh ekstrak pengaruh ekstrak daun kari M. Koenigii terhadap bakteri P. fluorescens terhadap ginjal ikan lele secara in vivo. Perlakuan dosis dengan kerusakan terberat pada perlakuan A (150 ppm) ditandai dengan munculnya kongesti, degenerasi, dan nekrosis sedangkan untuk kerusakan teringan pada perlakuan D (225 ppm) ditandai dengan sel hepatosit tampak normal. Hasil kerusakan dari setiap perlakuan dilampirkan pada Gambar 9 Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah Ekstrak kasar daun kari (M. koenigii) berpengaruh terhadap bakteri P. fluorescens. Hal ini ditunjukan dari hasil penelitian bahwa ekstrak kasar daun kari (M. Koenigii) bersifat antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan dari bakteri P.Fluorescens dan dosis tertinggi dari ekstrak kasar daun kari (M. koenigii/) dalam menghambat pertumbuhan bakteri P. fluorescens adalah dosis 225 ppm dikarenakan pada dosis tersebut memiliki nilai sekoring dari kerusakan yang dialami organ ginjal ikan lele yang rendah. Terdapat jenis kerusakan ginjal ikan lele yang dialami akbat terserang bakteri P. fluorecens dari yang paling parah kongesti dan kerusakan yang paling rendah menyerang ikan lele adalah nekrosis, degenerasi, kongesti

    Analisis Cu (Copper) Di Ginjal dan Histopatologi Ginjal Ikan Mas (Cyprinus carpio) dengan Paparan Limbah Air Purifier HEPA (High Efficiency Particulate Absorbing)

    No full text
    Hampir sebagian besar perairan di Indonesia telah tercemar. Pencemaran dapat mengakibatkan penurunan kualitas air di perairan sehingga lingkungan perairan sudah tidak sesuai baku mutu beserta fungsinya. Pencemaran terjadi akibat penimbunan zat-zat polutan, salah satunya adalah limbah yang mengakumulasi logam berat. Limbah logam berat dihasilkan oleh berbagai aktivitas industri, seperti hasil limbah yang dihasilkan dari filter HEPA (High Efficiency Particulate Absorbing). Sebagian besar bahan penyusun filter HEPA terbuat dari logam berat Cu (Copper). Apabila limbah dengan akumulasi logam berat sudah mencemari lingkungan perairan, maka biota didalamnya akan terganggu. Penelitian berlangsung selama tiga bulan (22 Agustus-22 November 2022) di Universitas Brawijaya, Malang. Penelitian ini dilakukan guna mengetahui kandungan Cu yang ada di dalam filter HEPA dengan menjadikannya sebagai bahan paparan yang akan diujikan pada ikan mas (Cyprinus carpio). Pemaparan dilakukan dengan menggunakan sebanyak tujuh dosis termasuk satu kontrol negatif dan dua kontrol positif sebanyak tiga kali ulangan dari volume limbah filter HEPA, dan berlangsung selama 96 jam. Selama pemaparan, pemeriksaan kualitas air juga dilakukan dengan mengukur beberapa parameter seperti suhu, pH, dan DO. Setelah pemaparan selesai, berikutnya dilakukan nekropsi dengan mengambil organ target berupa ginjal untuk dilakukan analisis logam berat menggunakan prosedur kimia analis berupa Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), serta analisis histopatologi. Hasil dari analisis logam berat menggunakan SSA menyatakan bahwa, kandungan Cu sudah melampaui baku mutu sesuai ketetapan PP No. 22 Tahun 2021 yakni sebesar 0,02 ppm, sedangkan hasil rata-rata kadar Cu tertinggi adalah 0,0335±0,0007 ppm. Gambaran histopatologi ginjal ikan mas juga menunjukkan terjadinya kerusakan tertinggi berupa kongesti 13%, hemoragi 9,9%, hipertropi 23,1%, hiperplasia 22,3%, dan nekrosis 22,5%. Persentase kerusakan jaringan organ ginjal pada dosis 10% (150 ml) masuk dalam kategori sedang ke parah, dosis 20-30% (300-450 ml) termasuk dalam kategori parah, dan dosis 40% (600 ml) termasuk kategori sangat parah, sedangkan pada dosis 0% (kontrol) tidak menunjukkan kerusakan, atau jaringan organ ginjal dalam keadaan normal. Perlu adanya langkah yang bijak untuk menggunakan dosis tersebut dalam pembuatan filter HEPA, serta manajemen pengelolaan limbah yang baik dan benar supaya tidak menimbulkan dampak buruk pada lingkungan perairan serta masyarakat yang mengkonsumsi hasil perikanan

    Analisis Cu (Copper) di Hati dan Histologi Hati Ikan Mas (Cyprinus carpio) dengan Paparan Limbah Air Purifier HEPA (High Efficiency Particulate Air)

    No full text
    Pencemaran merupakan perubahan kondisi pada suatu lingkungan yang diakibatkan adanya aktivitas manusia. Lingkungan dapat dikatakan tercemar karena kondisinya sudah tidak sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran lingkungan merupakan masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam perairan oleh adanya kegiatan manusia yang menyebabkan kualitas air menurun ke tingkat tertentu sampai tidak berfungsi sesuai peruntukannya. Bahan yang dapat mencemari lingkungan perairan adalah logam berat. Logam berat pada perairan dapat menjadi pencemar dan bersifat beracun bagi biota perairan. Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam berat yang dapat mencemari perairan dan dikenal dengan logam esensial. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh limbah air purifier HEPA terhadap hati ikan mas dan mengetahui gambaran histologi hati ikan mas yang dipapar limbah air purifier HEPA filter Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 2022 sampai 22 November 2022 di Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh dari keberadaan limbah air purifier HEPA filter terhadap lingkungan perairan dan pengaruhnya terhadap biota perairan, dalam penelitian ini ikan mas (Cyprinus carpio) dipilih sebagai bioindikator yang kemudian akan diberikan paparan dengan dosis berbeda-beda. Perlakuan yang diberikan meliputi parameter kontrol, paparan HEPA filter baru, larutan AgCu, Limbah HEPA filter dengan dosis 10%, 20%, 30%, dan 40%. Pada kegiatan penelitian ini juga dilakukan Analisis kualitas perairan dengan parameter suhu, pH, dan oksigen terlarut. Hasil yang diperoleh yaitu terdapat beberapa kerusakan pada organ hati ikan mas yang dilakukan menggunakan Analisis histologi. Kerusakan yang terjadi seperti ditemukannya kongesti, hemoragi, dan nekrosis. Kerusakan pada larutan AgCu sebagai kontrol positif memiliki nilai kerusakan tertinggi yaitu di angka 7,83% untuk kongesti, 7,92% untuk hemoragi dan 9,42% untuk nekrosis. Kerusakan organ hati ikan untuk perlakuan dengan dosis berbeda menunjukan adanya peningkatan kerusakan seiring bertambahnya dosis yang dipaparkan. HEPA filter baru yang mengandung bahan baku yang berbahan tembaga memberikan dampak adanya kerusakan pada organ hati ikan yaitu 4,67% untuk kongesti, 5,75% untuk hemoragi, dan 6,83% untuk nekrosis. Analisis kualitas perairan yang dilakukan selama pengamatan 96 jam didapatkan hasil bahwa parameter perairan termasuk pada kondisi yang optimal untuk pertumbuhan ikan mas

    Penggunaan Ekstrak Kasar Daun Kapuk Randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) untuk Menghambat Bakteri Vibrio parahaemolyticus Secara In Vitro

    No full text
    Kegagalan produksi sering dijumpai oleh para pembudidaya perikanan baru atau yang sudah lama berkecimpung dalam dunia budidaya khususnya budidaya udang, di mana serangan penyakit menjadi salah satu faktor kegagalan produksi. Penyakit pada organisme yang dibudidaya (ikan ataupun udang) dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat dan mungkin mengganggu proses hidup pada organisme. Bakteri yang kerap menyerang organisme budidaya yaitu V. parahaemolyticus di mana pengobatan yang kerap diterapkan yaitu menggunakan antibiotic. Namun dalam jangka panjang penggunaan yang terus menerus akan menyebabkan bakteri resisten terhadap antibiotic dan berdampak buruk bagi lingkungan. Salah satu alternatif yang digunakan yaitu menggunakan antibakteri bahan alami yaitu daun kapuk randu (C. pentandra (L.) Gaertn) yang mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, tanin, saponin. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh penggunaan ekstrak kasar daun kapuk randu (C. pentandra (L.) Gaertn) untuk menghambat bakteri V. parahaemolyticus. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-April 2022 di Laboratorium Sentral Ilmu Hayati (LSIH) Universitas Brawijaya. Rancangan Penelitian yang digunakan yaitu menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Dosis ekstrak kasar daun kapuk randu (C. pentandra (L.) Gaertn) yang digunakan yaitu; A (125 ppm), B (140 ppm), C (155 ppm), D (170 ppm) dan E (185 ppm) dengan 2 kontrol yaitu kontrol positif berupa antibiotik chrolampenicol 30 ppm dan kontrol negatif tanpa pemberian ekstrak. Parameter utama penelitian ini yaitu diameter zona bening yang terbentuk dan parameter penunjang yaitu suhu inkubasi. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun kapuk randu (C. pentandra (L.) Gaertn) dapat menghambat pertumbuhan bakteri V. parahaemolyticus. Hasil rerata zona daya hambat pada setiap perlakuan yaitu perlakuan 125 ppm (8,19 ppm), 140 ppm (9,41), 155 ppm (9,99), 170 ppm (10,52), 185 ppm (11,26 ppm). Bentuk hubungan yang terbentuk pada setiap perlakuan menunjukkan pola linier dengan persamaan y = 2,3817 + 0,0483x dan koefisien yang didapatkan yaitu R2= 0,92. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya dosis ekstrak kasar daun kapuk randu (C. pentandra (L.) Gaertn) zona daya hambat bakteri V. parahaemolyticus yang terbentuk semakin meningkat. Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini yaitu penggunaan ekstrak kasar daun kapuk randu (C. pentandra (L.) Gaertn) berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan ba kteri V. parahaemolyticus. Dosis terbaik ekstrak kasar daun kapuk randu (C. pentandra (L.) Gaertn) yang digunakan dalam penelitian yang telah dilakukan yaitu sebesar 185 ppm dengan rerata zona daya hambat yang terbentuk yaitu 11,26 mm

    Pengaruh Pemberian Ekstrak Kasar Daun Kari (Murraya koenigii) terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila secara In Vitro

    No full text
    Penyakit pada ikan sering menjadi kendala dalam kegiatan budidaya. Salah satu jenis penyakit yang menyerang organisme air ini disebabkan oleh bakteri. Penanggulangan yang dilakukan dalam usaha ini biasanya menggunakan bahan kimia yang tidak ramah lingkungan. Penggunaan bahan kimia secara terus menerus dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap organisme maupun lingkungannya. Oleh sebab itu, dilakukan upaya penggunaan bahan alami sebagai alternatif dalam mengatasi penyakit pada ikan. Salah satu bahan alami yang dapat berfungsi sebagai antibakteri ialah daun kari (Murraya koenigii). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kasar daun kari (Murraya koenigii) terhadap pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila dan dosis terbaiknya. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Sentral Ilmu Hayati, Universitas Brawijaya, Malang pada tanggal 23 Maret – 20 April 2022. Metode yang dilakukan dalam peneltian merupakan metode eksperimen untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai dosis ekstrak daun kari terhadap bakteri A. hydrophila secara langsung. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 5 perlakuan dan 2 kontrol dengan 3 ulangan. Dosis perlakuan yang digunakan sebesar 125 ppm (A), 140 ppm (B), 155 ppm (C), 170 ppm (D), dan 185 ppm (E) serta penggunaan antibiotik chloramphenicol 30 ppm sebagai kontrol positif dan tanpa pemberian ekstrak sebagai kontrol negatif. Penentuan dosis dilakukan dengan Uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration). Parameter uji dalam penelitian ini ialah hasil pengamatan zona bening yang terbentuk di sekitar kertas cakram pada permukaan media yang sudah diinokulasi bakteri A. hydrophila. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kasar daun kari (M. koenigii) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila. Pengamatan zona hambat dilakukan setelah pengamatan selama 24–48 jam. Hasil rata-rata zona bening yang didapat dalam penelitian adalah sebesar 7,85 mm pada Perlakuan A (125 ppm), 9,25 mm pada Perlakuan B (140 ppm), 9,85 pada Perlakuan C (155 ppm), 11,75 mm pada Perlakuan D (170 ppm), dan 13,20 mm pada Perlakuan E (185 ppm). Bentuk hubungan yang diperoleh dalam penelitian ialah linier dengan persamaan y = - 3259 + 0,088x dan koefisien R2 = 0,92. Data di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis ekstrak kasar daun kari (M. koenigii) yang diberikan, maka respon zona hambat yang terbentuk juga semakin besar. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak kasar daun kari (M. koenigii) berpengaruh untuk menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila. Dosis terbaik sebesar 185 ppm dengan hasil zona hambat tertinggi 13.71 mm

    Pengaruh Perbedaan Padat Tebar Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Lele Lokal Albino (Clarias batrachus)

    No full text
    Sektor perikanan yang cukup potensial untuk opsi dilakukan usaha adalah budidaya ikan hias. Keunggulan budidaya ikan hias tidak memerlukan tempat yang luas. Salah satu jenis ikan hias yang cukup unik adalah ikan lele lokal albino (Clarias batrachus). Dalam menghasilkan produksi yang maksimal, maka diperlukan sistem budidaya secara intensif salah satunya dengan menerapkan padat penebaran yang berbeda. Penebaran yang tinggi akan menghasilkan kualitas air yang buruk sehingga diperlukan pengelolaan kualitas air yang baik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perbedaan padat tebar terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan lele lokal albino (Clarias batrachus). Metode yang digunakan merupakan metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak lengkap (RAL). Terdapat 4 perlakuan dengan padat tebar 5 ekor/10l, 10 ekor/10l, 15 ekor/10l, dan 20 ekor/10l dengan mengacu pada jurnal terdahulu yang masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali pengulangan. Parameter utama yang dilakukan uji adalah pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan bobot mutlak, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, dan nilai kelangsungan hidup. parameter penunjangnya yaitu suhu, pH, DO. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan padat tebar memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan bobot mutlak, dan laju pertumbuhan harian. Berdasarkan pengamatan didapatkan hasil terbaik pada padat tebar 5 ekor/10l dengan panjang mutlak 3 cm, pertumbuhan bobot mutlak 2,0339 g, dan laju pertumbuhan harian 0,068 g/hari. Sedangkan pada perlakuan efisiensi pakan dan kelangsungan hidup tidak berbeda nyata. Kisaran suhu yang diperoleh yaitu 23-29°C, pH berkisar 5,6-7,6, dan kisaran DO yaitu 3,11-6,9 ppm

    Potensi ekstrak kasar daun mangrove (Rhizopora mucronata) sebagai antibakteri dalam menangani infeksi bakteri Edwardsiella tarda pada ikan nila (Oreochromis niloticus)

    No full text
    Masalah yang sering dialami oleh pelaku usaha budidaya ikan nila salah satunya adalah penyakit infeksi bakteri. Salah satu bakteri yang sering menginfeksi budidaya ikan nila antara lain adalah Edwardsiella tarda. Selama ini terapi untuk pengobatan ikan yang terinfeksi bakteri E. tarda dilakukan dengan menggunakan antibiotik sintetis. Akan tetapi penggunaan antibiotik sudah mulai dilarang karena menimbulkan pencemaran lingkungan serta dapat menyebabkaan resistensi bakteri. oleh sebab itu penggunaan bahan alami yang memiliki sifat antibakteri menjadi alternatif dalam pengobatan infeksi bakteri. Tumbuhan mangrove selama ini diketahui sering dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengobatan alternatif. Hal ini karena tumbuhan mangrove memiliki kandungan senyawa flavonoid, alkaloid, tannin dan saponin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan bahan aktif pada tumbuhan mangrove R. mucronata serta menganalisis pengaruh pemberian ekstrak kasar daun R. mucronata pada ikan nila yang terinfeksi oleh bakteri E. tarda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2021 sampai Juni 2022. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain rancangan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap inti. Yang mana pada tahap pendahuluan terdiri dari determinasi tumbuhan R. mucronata, uji fitokimia, uji FTIR, Spektrofotometer Uv-Vis, pengujian LCMS, pengujian sensitivitas bakteri secara In Vitro (Uji MIC, MBC, serta cakram), uji proksimat, dan pengamatan kerusakan dengan SEM. Tahap kedua penelitian terdiri dari pengujian toksisitas ekstrak kasar R. mucronata pada ikan nila, pengujian patogenitas bakteri E. tarda terhadap ikan nila, serta uji tantang ekstrak R. mucronata terhada pikan nila yang di infeksi bakteri E. tarda. Hasil pengujian penelitian tahap pertama pada penelitian ini adalah didapatkannya senyawa alkaloid dan flavonoid pada ekstrak kasar daun R. mucronata. Pada hasil pengujian MIC menunjukkan bahwa dosis terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri adalah 15.6 ppm sedangkan pada pengujian cakram dosis terbaik didapatkan pada dosis 56 ppm. Hasil penelitian tahap ke dua uji patogenitas didapatkan pada kepadatan 2.83 x 107 cfu sedangkan pada pengujian toksisitas didapatkan nilai LC50 yaitu 69.868 ppm. Hasil terbaik pemberian ekstrak kasar daun R. mucronata pada ikan yang diinfeksi oleh bakteri E. tarda terdapat pada perlakuan dengan dosis 45 ppm. Hal ini ditinjau dari kerusakan jaringan, nilai pengujian hematologi, serta kelulus hidupan organisme uji. Hasil pengamatan kualitas air selama 30 hari berkisar pada kisaran optimal
    corecore