9 research outputs found

    Pengaruh Waktu Tanam Dan Jumlah Benih Per Lubang Tanam Padi Gogo (Oryza Sativa L.) Terhadap Ubi Kayu (Manihot Esculenta) Pada Pola Tanam Tumpangsari

    No full text
    Tanaman Ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan salah satu tanaman bahan pangan utama selain tanaman biji-bijian dan tanaman kentang. Budidaya ubi kayu (Manihot esculenta) sering dilakukan dengan pola tanam tumpangsari dengan berbagai cara yang ditujukkan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan. Tumpangsari adalah penananaman dua tanaman atau lebih secara bersamaan pada lahan dan waktu yang sama. Pengaturan waktu tanam dan jumlah bibit dalam tumpangsari yaitu untuk mengatur daya kompetisi antar tanaman pokok dengan tanaman sela. Salah satu tanaman yang sering ditanam secara tumpangsari dengan ubi kayu adalah tanaman padi gogo. Penanaman padi gogo perlu pengaturan waktu tanam yang tepat dan populasi tanaman agar kompetisi dengan tanaman ubi kayu dapat diminimalisir. Hasil penelitian Faruck et al., (2009) menyatakan bahwa penggunaan bibit/lubang tanaman masing- masing 1 bibit, 2 bibit, 3 bibit menghasilkan bobot gabah kering masing-masing 3,63 ton.ha-1, 3,92 ton.ha-1, 3,78 ton.ha-1. Pemilihaan tumpangsari ubi kayu dengan padi gogo dikarenakan kedua tanaman tersebut mampu tumbuh pada lahan kering. Penggunaan model pola tanam yang tepat pada tumpangsari ubi kayu dengan padi gogo diharapkan dapat meningkatkan memaksimalkan penggunaan lahan. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk memperoleh produksi ubi kayu (Manihot esculenta) dan padi gogo terbaik dengan upaya memeperkecil kompetisi antar tanaman yakni dengan pengaturan waktu tanam dan jumlah benih padi gogo (Oryza sativa L.). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan September 2021 di lahan pertanian Universitas Brawijaya, Kelurahan Mrican, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Alat yang digunakan adalah cangkul, tugal, sabit, papan tanda perlakuan, label sampel, oven, meteran, timbangan, dan alat tulis. Bahan yang digunakan benih padi Gogo varietas Inpago 12, bibit singkong gajah, pupuk Urea (46% N), pupuk SP36 (36% P2O5), pupuk KCl (60% K2O), herbisida roundup dan pestisida. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (RPT), pada petak utama adalah waktu tanam yang meliputi W1= 7 Hari Sebelum tanam ubi kayu, W2= 0 HST (bersaman dengan ubi kayu), W3 = 7 HST setelah ubi kayu, sedangkan untuk anak petak adalah jumlah benih per lubang tanam yang meliputi J1= 2 benih, J2= 4 benih, J3= 6 benih, dari kedua faktor tersebut diperoleh 9 kombinasi percobaan dengan 3 kali ulangan sehingga terdapat 27 unit kombinasi perlakuan. Pengamatan dilakukan secara destruktif dengan cara mengambil 2 tanaman contoh untuk setiap kombinasi perlakuan yang dilakukan pada 120 HST dan panen. Parameter pengamatan tanaman ubi kayu meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, jumlah umbi kayu, berat umbi kayu, berat kering total tanaman ubi kayu saat panen. Parameter pengamatan tanaman padi gogo meliputi berat kering total tanaman saat panen, produksi gabah saat panen dan data pendukung intersepsi cahaya matahari. Data pengamatan yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam uji F pada taraf 5% untuk mengetahui interaksi atau pebgaruh nyata dari perlakuan. Apabila terjadi interkasi ii dari perlakuan maka dilakukan uji lanjut menggunakan BNT pada taraf 5% untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam tumpangsari dengan pengaturan waktu tanam dan jumlah benih per lubang tanam padi gogo memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman ubi kayu. Berdasarkan analisa ragam perlakuan W3 memberikan pengaruh nyata pada tinggi tanaman ubi kayu pada 100 dan 114 HST dengan rata-rata tertinggi sebesar 134,61 cm dan perlakuan J1 memberikan pengaruh nyata dengan J2 terhadap tinggi tanaman ubi kayu pada 100 dan 114 HST; perlakuan W3 berpengaruh nyata pada jumlah daun dan luas daun pada 120 HST dengan rerata tertinggi yaitu sebesar 143,51 helai dan 28.940,89 cm2.tan-1 dan perlakuan J1 memberikan pengaruh nyata dengan J2 terhadap jumlah daun dan luas daun ubi kayu pada 120 HST dengan rata-rata tertinggi yaitu 140,45 helai dan 28.295,78 cm2.tan-1; perlakuan W3 berpengaruh nyata pada bobot kering total ubi kayu pada 120 HST dengan rerata tertinggi yaitu 472,06 g.tan-1 dan perlakuan J1 memberikan pengaruh nyata dengan J2 terhadap berat kering total ubi kayu pada 120 HST yaitu 456,76 g.tan-1; perlakuan W1 berpengaruh nyata pada bobot kering total padi gogo pada 115 HST dengan rerata tertinggi yaitu 94,51 g.tan-1 dan perlakuan J1 dan J2 memberikan pengaruh nyata dengan J3 terhadap berat kering total padi gogo pada 115 HST yaitu 90,06 g.tan-1 dan 92,89 g.tan-1; perlakuan W3 berpengaruh nyata pada jumlah dan berat segar umbi ubi kayu pada 120 HST dengan rerata tertinggi yaitu 11,89 dan 1.652,22 g.tan-1 dan perlakuan J1 memberikan pengaruh nyata dengan J3 terhadap jumlah dan berat umbi ubi kayu pada 120 HST yaitu 10,64 dan 1.657,78 g.tan-1 ; perlakuan W1 berpengaruh nyata pada berat gabah padi gogo pada 115 HST dengan rerata tertinggi yaitu 2,70 ton.ha-1 dan perlakuan J1 dan J2 memberikan pengaruh nyata dengan J3 terhadap berat gabah padi gogo pada 120 HST yaitu 2,59 ton.ha-1 dan 2,63 ton.ha-1. Sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman utama diperlukan adanya percobaan lebih lanjut mengenai kombinasi waktu tanam padi gogo yang lebih lebar dan dengan jumlah benih padi gogo yang lebih beragam

    Pengaruh Tata Letak Tanaman Terhadap Efisiensi Intersepsi Radiasi Matahari (Ei) dan Produksi Padi Gogo (Oryza Sativa L.)

    No full text
    Padi gogo adalah padi lahan kering yang banyak dibudidayakan di pegunungan atau di lahan yang tidak berpengairan teknis. Peningkatan produksi tanaman padi gogo dapat dilakukan dengan pemilihan varietas dan pengaturan tata letak tanaman. Pertumbuhan tanaman padi dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Cahaya matahari merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Pengaturan jarak tanam adalah salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Jarak tanam secara langsung menentukan kerapatan tanaman dan luas serta jarak tanam mempengaruhi kompetisi tanaman dalam penggunaan cahaya, unsur hara dan air. Intersepsi jumlah radiasi matahari mempengaruhi bobot kering serta produksi tanaman. Penelitian dimulai dari bulan Juni sampai November 2022 di lahan percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya yang terletak di Desa Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan petak utama varietas, yang terdiri dari varietas Lokal (V1), varietas Situ Bagendit (V2) dan varietas Inpago 13 (V3), sedangkan anak petak adalah tata tetak tanaman, yaitu Bujur Sangkar 20×20 cm (T1), Bujur Sangkar 30×30 cm (T2) dan Jajar Legowo 40×20×12,5 cm (T3). Perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Parameter yang diamati meliputi panjang tanaman, jumlah anakan pertanaman, jumlah daun rumpun-1, luas daun rumpun-1, indeks luas daun, bobot kering total tanaman rumpun-1, jumlah anakan produktif rumpun-1, jumlah malai, jumlah bulir per malai dan gabah kering giling (GKG) rumpun-1, per m2 dan per Ha, bobot 1.000 butir gabah dan pengamatan efisiensi intersepsi cahaya matahari. Data yang terkumpul ditabulasi dengan Microsoft Excel, lalu dianalisa dengan Sidik Ragam (ANOVA), dan untuk membandingkan perbedaan antar perlakuan menggunakan Beda Nyata Jujur (BNJ). Perlakuan Varietas Inpago 13 dengan populasi tinggi dengan jarak tanam 40x20x 12,5 cm dapat memberikan intersepsi cahaya yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Pada 60 HST dan 110 HST, Efisiensi Intersepsi (Ei) yang tinggi, yakni 66,48 – 68,72 %. Hasil GKG yang tertinggi diperoleh pada Varietas Inpago 13 yaitu 5,96 ton ha-1 Gabah Kering Giling (GKG) dan pada populasi tinggi yaitu pada tata letak jajar legowo 40x20x12,5 cm yaitu 4,49 ton ha-1. Varietas Inpago 13 dengan populasi rendah dengan tata letak 30x30cm menghasilkan berat kering tanaman yang tinggi, baik pada akhir vegetatif maupun saat panen, namun hasil GKG yang tertinggi diperoleh pada Varietas Inpago 13 yaitu 5,96 ton ha-1 Gabah Kering Giling (GKG) dan pada populasi tinggi yaitu pada tata letak jajar legowo 40x20x12,5 cm yaitu 4,49 ton ha-1

    Kajian Olah Tanah Pada Budidaya Padi Gogo (Oryza Sativa L.) Varietas Inpago 9, 10, Dan 12

    No full text
    Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang memiliki peranan penting dalam stabilitas ekonomi, sosial dan politik bangsa Indonesia. Produksi padi nasional hingga kini masih bertumpu pada lahan sawah, oleh sebab itu produksi padi nasional belum dapat memenuhi kebutuhan pangan secara berkelanjutan. Berdasarkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS, 2019) mengatakan selama tahun 2019 produksi beras di Indonesia mencapai 31,31 juta ton, produksi beras tersebut turun dari angka produksi tahun 2018 yang sebanyak 33,94 juta ton. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu dikembangkan keanekaragaman budidaya padi yang disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia seperti padi sawah, padi tadah hujan, padi rawa dan padi gogo. Padi gogo adalah tanaman padi yang ditanam pada lahan kering dan dalam pertumbuhannya tidak membutuhkan banyak air. Padi gogo merupakan salah satu tanaman pangan yang berpotensi untuk dikembangkan. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari perbedaan pengaruh olah tanah terhadap pertumbuhan dan hasil 3 varietas padi gogo. Hipotesis penelitian ini adalah tanah maksimum dapat meningkat pertumbuhan dan hasil 3 varietas padi gogo, pengolahan tanpa olah tanah pada 3 varietas padi gogo memiliki pertumbuhan dan hasil yang lebih rendah, dan pengolahan tanah maksimum dan varietas Inpago 12 menunjukkan hasil tertinggi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2020 sampai Januari 2021 yang bertempat di lahan Jl. Pringgodani, Mrican, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur. Alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain: cangkul, meteran, tali rafia, alfaboard, gunting, diesel, bambu, jaring, kamera, dan alat tulis menulis. Bahan yang digunakan adalah benih padi varietas Inpago 9, Inpago 10, Inpago 12, dan pupuk anorgnik (Urea, SP36, KCL). Variabel pengamatan non destruktif yang diamati yaitu panjang tanaman (cm), jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif. Pengamatan destruktif yaitu luas daun, dan bobot kering tanaman. Varieabel pengamatan panen yaitu jumlah malai per rumpun, bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling, bobot gabah kering giling kg.m-². Data karakter kuantitatif dilakukan analisis menggunakan analisis ragam uji F dengan taraf 5% yang bertujuan untuk untuk mengetahui adanya pengaruh pada setiap perlakuan dan interaksi antar perlakuan yang diberikan. Jika terdapat pengaruh pada setiap perlakuan dan interaksi antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf 5 %. Olah tanah minimum menghasilkan jumlah malai perumpun, bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling, bobot gabah kering giling kg.m-2 yang lebih tinggi dari pada perlakuan tanpa olah tanah, namun lebih rendah dibanding olah tanah maksimum. Hasil panen menunjukkan varietas Inpago 12 mempunyai jumlah malai per rumpun, bobot gabah kering panen g.rumpun-1, bobot gabah kering giling g.rumpun-1, dan bobot gabah kering giling kg.m-2 masing-masing 13,12 tanaman-1, 32,88 g.rumpun-1, 29,63 g.rumpun-1, dan 0,73 kg.m-2 yang lebih tinggi dibanding varietas Inpago 9 dan Inpago 10

    Produksi Dan Efisiensi Konversi Energi Matahari Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum L.) Kultivar Mc. Russet Pada Berbagai Macam Mulsa

    No full text
    Potatoes (Solanum tuberosum L.) are a type of tuber that is widely used as a source of carbohydrates or staple food for Indonesians after corn and rice. In the process of cultivating potatoes in the highlands, there are still obstacles, namely low sun intensity. Modifying the environment by using mulch can optimize the intensity of sunlight received by the potatoes. Plastic mulch has the ability to maintain a balance of light hitting the mulch surface. Light hitting the surface of the mulch can be passed on, absorbed and reflected back. The light reflected by the surface of the plastic mulch will hit the plant parts above it, so that the reflected light can be absorbed by the leaves for photosynthesis. This research was conducted from June to September 2019 in Puncak Brakseng Hamlet, Sumber Brantas Village, Bumiaji District, Batu City. The research location is at an altitude of 1303 masl. The variety used was the Mc cultivar. Russet. This study used a randomized block design (RBD) with 7 treatments and 4 replications. The treatments used were: A1: no mulch (control), A2: Black plastic mulch, A3: 140 lux silver black plastic mulch, A4: 124 lux silver black plastic mulch, A5: 117 lux silver black plastic mulch, A6: Plastic mulch silver and A7: Straw mulch. The observational variables in this study were divided into 4 main parts, namely (1) Growth variables by observing leaf area (cm2), plant growth rate (g), plant dry weight (g), number of plant leaves and chlorophyll content (2) Parameters of yield components. by observing the fresh weight of planting tubers (g), the number of tubers planted (g), the weight of the harvested tubers, (3) observing the efficiency of solar energy conversion and (4) observing reflected light (albedo). The data obtained were then analyzed using analysis of variance (F test) with a level of 5% aimed to determine whether the effect of the treatment was significant. If there is a real difference, then it is done by using the BNJ test with a level of 5%. The results showed that plant growth patterns were relatively the same in the observation parameters of leaf area, leaf number and plant growth rate, where silver plastic mulch (MPP) treatment produced higher values than other treatments, followed by treatment of the three silver black plastic mulch (MPHP 140). Lux, MPHP 124 Lux, and MPHP 117 Lux), straw mulch treatment, black plastic mulch (MPH) treatment and control treatment. In the observation of yield components, silver plastic mulch (MPP) treatment gave the highest yield of fresh weight yields of plant tubers, namely 351.25 g tan-1 and also the fresh weight of harvested tubers, namely 2.10 kg m-2. The three black silver plastic mulch (MPHP 140 Lux, MPHP 124 Lux and MPHP 117 Lux) gave relatively the same results on the fresh weight yield of plant tubers, namely 275 - 281 g tan-1, as well as the fresh weight of harvested tubers which was 1, 65 - 1.69 kg m-2. The control treatment has the lowest value of all treatments. In terms of EKE and albedo values, silver plastic mulch gave the highest results of all treatments. So overall silver plastic mulch was able to increase growth and yield the highest compared to all treatments on potato plant

    Pengaruh Dosis Pupuk Anorganik dan Pupuk Hayati Cair Mixhara terhadap Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) Varietas Inpari 42.

    No full text
    Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang menjadi bahan makanan pokok mayoritas penduduk Indonesia. Adanya pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan pangan menjadi meningkat. Badan Pusat Statistik (2022) menunjukkan bahwa produksi beras pada tahun 2022 untuk konsumsi pangan diperkirakan sekitar 32,07 juta ton yang mengalami peningkatan dari tahun 2021 yaitu sebesar 31,36 juta ton. Peningkatan jumlah penduduk secara cepat tidak diikuti dengan produksi beras yang cenderung melambat. Semakin menurun produksi padi dapat disebabkan oleh pemilihan varietas serta penerapan teknologi budidaya yang kurang tepat. Varietas Inpari 42 salah satu varietas baru padi yang mampu memiliki daya hasil yang tinggi serta toleran terhadap hama dan penyakit. Penerapan program intensifikasi memiliki potensi untuk dikembangkan dengan penambahan bahan yang berbasis organik. Pupuk hayati merupakan salah satu jenis pupuk organik yang mengandung berbagai macam mikroba yang menguntungkan bagi tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian dosis pupuk anorganik dan pupuk hayati cair mixhara terhadap tanaman padi sawah varietas Inpari 42. Hipotesis pada penelitian ini ialah pemberian pupuk hayati cair mixhara dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik serta mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi sawah varietas Inpari 42. Penelitian dilakukan pada bulan Januari - April 2023 di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya yang terletak di Desa Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan 9 perlakuan dan 3 kali ulangan sehingga terdapat 27 petak perlakuan. Tiap petak percobaan berukuran 6,4 x 3,1 m. Parameter pengamatan yang diamati meliputi pertumbuhan dan hasil. Pengamatan komponen pertumbuhan yang diamati antara lain panjang tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, dan luas daun. Pengamatan komponen hasil antara lain umur berbunga, jumlah anakan produktif, bobot kering tanaman total, bobot 1000 butir, dan bobot kering gabah per petak. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisis ragam (uji F) pada taraf 5%. Apabila hasil sidik ragam menunjukkan hasil berpengaruh nyata, maka akan dilakukan uji lanjut dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan penununan dosis NPK hingga 50% diikuti dengan penambahan pupuk hayati cair mixhara hingga 150% mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Perlakuan kombinasi pupuk anorganik dan pupuk hayati cair mixhara mampu memberikan hasil produksi sebesar 5.411 kg ha- 1 GKP lebih banyak 45,05% dan 3,07% daripada perlakuan pupuk hayati cair mixhara dan pupuk anorganik secara tunggal. Usahatani padi varietas inpari 42 dengan penggunaan pupuk hayati cair mixhara secara tunggal mempunyai efisiensi R/C ratio sebesar 2,44. Pada penggunaan pupuk anorganik secara tunggal mempunyai efisiensi R/C ratio sebesar 2,35, sedangkan pada kombinasi pemupukan dengan NPK 75% + pupuk hayati cair mixhara 150% mempunyai efisiensi R/C ratio sebesar 2,17. Ketiga perbandingan usahatani layak untuk diusahakan

    Pengaruh Jarak Dan Waktu Tanam Padi Gogo (Oryza Sativa L.) Dalam Sistem Tumpangsari Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz)

    No full text
    Ubi kayu merupakan komoditas strategis sebagai sumber pendapatan untuk kesejahteraan petani di Indonesia, selain itu ubi kayu salah satu tanaman pangan terbesar ketiga setelah padi dan jagung. Permintaan ubi kayu terus meningkat setiap tahunnya, akan tetapi pada produksi ubi kayu mengalami masalah yang terjadi karena luas tanamnya yang mengalami fluktuasi, selain itu juga penggunaan bahan tanam yang kurang berkualitas, teknik budidaya yang sebagian masih dilakukan secara tradisional, kondisi iklim yang tidak menentu dan penggunaan lahan yang kurang efisien. Dalam upaya mendukung peningkatan produksi ubi kayu yaitu dengan penggunaan lahan yang efisien dapat dilakukan dengan penanaman pola tumpangsari antara ubi kayu dengan tanaman lain seperti padi. Dalam penelitian tumpangsari tanaman ubi kayu dengan padi dengan menggunakan dua kombinasi perlakuan yaitu jarak tanam dan waktu yang berbeda-beda, untuk mengetahui terjadinya interaksi antar tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh jarak dan waktu tanam tanaman padi gogo dalam sitem budidaya tumpangsari tehadap pertumbuhan vegetatif tanaman ubi kayu. Hipotesis penelitian adalah sistem budidaya tanam tumpang sari dengan perlakuan jarak yang lebar dan waktu 7 HST pada tanaman padi gogo akan mengurangi persaingan pada tanaman utama tanaman ubi kayu. Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian Universitas Brawijaya, Mrican, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur. Telah melaksanaan penelitian pada bulan Mei 2021 sampai dengan September 2021. Alat yang digunakan dalam penelelitian ini adalah cangkul, tugal, sabit, papan tanda perlakuan, label sampel, oven, meteran, timbangan, dan alat tulis. Bahan yang digunakan benih padi Gogo varietas Inpago 12, bibit singkong gajah, pupuk Urea (46% N), pupuk SP36 (36% P2O5), dan pupuk KCl (60% K2O) dan bahan-bahan lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (RPT). Pada petak utama dilakukan perlakuan waktu tanam yang meliputi W1= Sebelum tanam -7 HST, W2= Waktu tanam 0 HST, W3 = Waktu tanam 7 HST, sedangkan untuk anak petak dilakukan perlakuan jarak tanam yang meliputi J1= Jarak tanam 25 × 20cm, J2= Jarak tanam 25 × 25cm, J3= Jarak tanam 25 × 30, dari kedua Dari kedua faktor tersebut diperoleh 9 kombinasi percobaan dengan 3 kali ulangan sehingga terdapat 27 unit kombinasi perlakuan. Variabel pengamatan pertumbuhan ubi kayu meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, intersepsi cahaya matahri. Variabel pengamatan panen (hasil) tanaman ubi kayu meliputi jumlah umbi kayu, berat umbi kayu, berat kering total tanaman ubi kayu saat panen. Untuk variabel pengamatan panen (hasil) tanaman padi gogo meliputi berat kering total tanaman saat panen. produksi gabah saat panen. Analisis data menggunakan analisis ragam uji F pada taraf 5% untuk mengetahui interaksi atau pengaruh nyata dari perlakuan. Apabila terjadi interkasi dari perlakuan maka v dilakukan uji lanjut menggunakan BNT pada taraf 5% untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan. Perlakuan waktu tanam tumpangsari padi gogo 7 hst setelah ubi kayu menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan luas daun yang lebih tinggi daripada perlakuan 0 hst dan 7 hst sebelum tanam ubi kayu, yakni berturut 136,17 cm.tanaman-1, 131,15 helai.tanaman-1, 27.280,81 cm2.tanaman-1. Perlakuan Jarak tanam padi gogo 25cm × 30cm menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan luas daun yang sama lebih tinggi daripada perlakuan jarak tanam 25cm × 20cm, yakni berturut 135,61 cm.tanaman-1, 129,89 helai.tanaman-1, 26.976,47 cm2.tanaman-1. Perlakuan waktu tanam tumpangsari padi gogo 0 hst dan 7 hst setelah ubi kayu menghasilkan jumlah umbi kayu yang sama lebih tinggi daripada waktu tanam padi gogo 7 hari sebelum tanam ubi kayu, namun berat umbi segar ubi kayu yang tertinggi yaitu 1.269,56 g. tan-1 di hasilkan pada tumpangsari padi gogo 7 setelah tanam ubi kayu. Jarak tanam padi gogo 25cm × 30cm menghasilkan jumlah umbi yang sama dan berat umbi segar yang sama dan lebih tinggi daripada perlakuan jarak tanam 25cm × 20cm. Hasil tanaman tumpangsari padi gogo tertinggi diperoleh pada perlakuan 7 hst sebelum tanam ubi kayu yaitu 5,51 ton/Ha, untuk jarak tanam padi gogo yang tertinggi diperoleh pada jarak tanam 25cm × 25cm dan 25cm × 30cm yaitu 5,33 dan 5,42 ton/H

    Pengaturan Jarak Tanam Dan Jumlah Bibit Per Lubang Tanam Pada Padi Ungu (Oryza Sativa L.) Kultivar Black Madras

    No full text
    Padi merupakan salah satu tanaman pangan pokok masyarakat Indonesia. Berdasarkan data BPS (2019) produksi beras mengalami penurunan sebanyak 4,60 juta ton atau 7,76 % pada tahun 2018 dan produksi beras pada 2019 sebesar 31,31 juta ton atau mengalami penurunan sebanyak 2,63 juta ton atau 7,75 %. Padi ungu kultivar Black Madras merupakan persilangan antara padi Basmati dengan padi lokal India yang dikembangkan di Jepang dan Korea. Secara morfologi tanaman ini memiliki warna daun dan batang berwarna ungu kehitaman dengan gabah warna kuning dan beras marna putih. Keunggulan padi ungu yakni potensi hasil 6 - 7 ton ha-1, kandungan gula yang rendah. Belum banyaknya penelitian dan rekomendasi untuk petani agar mendapatkan hasil dan produktivitas yang tinggi mengingat kultivar baru diharapkan dapat menjadi solusi meningkatkan produksi, sehingga ketahanan pangan nasional tercapai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jarak tanam dan jumlah bibit per lubang tanam terhadap pertumbuhan dan hasil padi ungu kultivar Black Madras. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yakni, perlakuan jarak tanam 25 x 25 cm dengan 3 bibit per lubang tanam mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil maksimal pada tanaman padi ungu kultivar Black Madras. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 2 perlakuan yaitu jarak tanam dan jumlah bibit per lubang tanam yang diulang tiga kali dengan kombinasi perlakuan (Tabel 1). Petak Utama (PU) yakni jarak tanam (J) sebagai terbagi menjadi tiga taraf, terdiri dari ; J1 : jarak tanam 20 cm x 20 cm, J2 : jarak tanam 25 cm x 25 cm, J3 : jarak tanam 30 cm x 30 cm. Sedangkan untuk Anak Petak (AP) yakni, jumlah bibit per lubang tanam (B) terbagi menjadi tiga taraf, terdiri dari ; B1 : 1 bibit, B2 : 3 bibit, B3 : 5 bibit. Penelitian ini dilaksanakan pada satu petak penelitian dengan luasan lahan 248 m2. Terdapat 3 ulangan, pada setiap ulangan terdiri dari 9 perlakuan. Satu petak penelitian terdapat 27 petak perlakuan (Gambar 2). Dengan total populasi tanaman keseluruan dalam penelitian ini yakni 9.639 tanaman. Perlakuan jarak tanam 25 x 25 cm dengan tiga jumlah bibit per lubang tanam pada tanaman padi ungu (Oryza sativa L.) kultivar Black Madras mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil. Hal ini ditunjukan dari hasil yang didapat pada berat gabah kering 1.000 butir, berat gabah kering pertanaman dan berat gabah kering perhektar yang cukup tinggi dibandingan dengan perlakuan yang lainnya. Perlakuan jarak tanam 25 x 25 cm + 3 bibit dengan hasil tertinggi dari semua perlakuan yakni 8,26 ton ha-1, sedangakan jarak tanam 25 x 25 cm + 5 bibit menghasilkan 2,79 ton ha-1 dapat meningkatkan hasil panen 49,50

    Pengaruh Berbagai Kombinasi Mulsa dan Sistem Tanam terhadap Efisiensi Intersepsi Cahaya Matahari (Ei) dan Produksi Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.) cv. Sweet Boy.

    No full text
    Jagung manis merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang banyak dibudidayakan dan memiliki permintaan yang cukup tinggi. Peningkatan permintaan pasar akan jagung manis harus diiringi dengan produksi secara berkelanjutan, ekonomis, efisien, serta ramah lingkungan. Radiasi matahari menjadi faktor penting dalam kegiatan budidaya pertanian. Namun kenyataanya, hanya cahaya tampak saja yang dapat ditangkap oleh tanaman dan berperan dalam kegiatan fotosintesis. Pemanfaatan energi radiasi matahari oleh klorofil mampu menghasilkan asimilat yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tanaman serta produksi bahan kering tanaman. Sehingga, bobot kering dan produksi tanaman tergantung pada jumlah radiasi yang diintersepsi selama pertumbuhannya. Oleh karena itu efisiensi penerimaan radiasi matahari pada tanaman perlu ditingkatkan. Salah satu upaya yang harus dilakukan yaitu dengan penggunaan teknologi tepat guna, seperti halnya penggunaan mulsa dan pengaturan sistem tanam. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi intersepsi radiasi matahari dan produksi jagung manis pada berbagai mulsa dan sistem tanam. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2023 di Kebun Praktikum PSDKU Universitas Brawijaya, Mrican, Kota Kediri. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 10 perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali, yaitu: P1 = Tanpa mulsa + baris tunggal; P2 = Tanpa mulsa + baris ganda; P3 = Mulsa jerami (MJ) + baris tunggal; P4 = Mulsa jerami (MJ) + baris ganda; P5 = Mulsa plastik putih (MPP) + baris tunggal; P6 = Mulsa plastik putih (MPP) + baris ganda; P7 = Mulsa plastik hitam perak (MPHP) + baris tunggal; P8 = Mulsa plastik hitam perak (MPHP) + baris ganda; P9 = Mulsa plastik perak perak (MPPP) + baris tunggal; P10 = Mulsa plastik perak perak (MPPP) + baris ganda. Parameter pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah parameter pertumbuhan yang meliputi, panjang tanaman, jumlah daun, luas daun, indeks luas daun (ILD) dan laju pertumbuhan tanaman (CGR); parameter hasil meliputi, bobot segar tongkol dengan kelobot, bobot segar tongkol tanpa kelobot, dan bobot kering total tanaman; serta pengamatan lingkungan yaitu efisiensi intersepsi (EI) radiasi matahari. Data yang diperoleh kemudian dianalisis ragam (uji F) dengan taraf 5%. Apabila didapatkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan pola pertumbuhan yang sama pada pengamatan luas daun, Indeks Luas Daun (ILD) dan laju pertumbuhan tanaman, dimana perlakuan MPHP dengan sistem baris ganda memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lainnya. Perlakuan tanpa mulsa memberikan hasil yang relatif lebih rendah disetiap pengamatan pertumbuhan tanaman. Pada pengamatan hasil, perlakuan mulsa plastik hitam perak dengan sistem tanam baris ganda mampu meningkatkan produksi jagung manis dibandingkan perlakuan tanpa mulsa dengan sistem tanam baris tunggal sebesar 29,30% pada bobot segar tongkol dengan kelobot dan 37,37% pada bobot segar tongkol tanpa kelobot. Pada pengamatan efisiensi intersepsi, perlakuan mulsa plastik hitam perak dengan sistem tanam baris ganda mampu meningkatkan nilai efisiensi intersepsi radiasi matahari dibandingkan perlakuan tanpa mulsa dengan sistem tanam baris tunggal yang memiliki nilai secara berturut-turut sebesar 87,72% dan 78,35% atau lebih besar 11,96%

    Pengaruh Albedo pada Berbagai Macam Mulsa Terhadap Produktivitas Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata L.) Kultivar Talenta Pertiwi.

    No full text
    Jagung manis (Zea mays saccharata L.) banyak digemari oleh masyarakat karena memiliki rasa yang manis. Selain itu jagung manis juga mengandung sumber karbohidrat, protein, dan vitamin. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, akan diikuti dengan kebutuhan pangan bergizi. Namun budidaya jagung masih mengalami beberapa kendala salah satunya adalah intensitas radiasi matahari yang rendah saat musim hujan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan mulsa yang dapat memantulkan kembali radiasi matahari yang lolos, sehingga radiasi tersebut dapat digunakan kembali oleh jagung untuk berfotosintesis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai albedo pada berbagai macam mulsa terhadap produktivitas jagung manis. Hipotesis penelitian ini adalah mulsa dengna nilai albedo yang tinggi akan memiliki produktivitas jagung manis yang tinggi juga. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2023, di kebun praktikum Universitas Brawijaya PSDKU Kediri, Desa Mrican, Kecamatan Mojoroto, Kediri. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan TM: Kontrol (tanpa mulsa), MPH: Mulsa plastik hitam, MPP: Mulsa plastik putih, MPHP: Mulsa plastik hitam perak, MPPP: Mulsa plastik perak perak, dan MJ: Mulsa jerami. Setiap perlakuan akan diulang sebanyak 4 kali sehingga akan ada 24 petak percobaan. Parameter pengamatan dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 yaitu pengamatan pertumbuhan, pengamatan hasil panen, dan pengamatan albedo. Pengamatan pertumbuhan meliputi jumlah daun per tanaman (helai.tan-1), luas daun per tanaman (cm-2.tan-1), indeks luas daun, dan laju pertumbuhan tanaman (g.m-2.hari-1). Pada pengamatan hasil panen parameter yang diamati adalah berat basah tongkol tanpa kelobot (g.tan-1), dan bobot kering total tanaman (g.tan-1). Pada pengamatan albedo, yang diamati adalah nilai albedo. Setelah data pengamatan didapatkan, dilakukan analisa data menggunakan ANOVA dengan taraf 5% dan apabila terdapat beda nyata antar perlakuan akan dilakukan uji lanjut BNJ dengan taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman jagung manis pada perlakuan MPPP berpengaruh nyata pada parameter pertumbuhan, hasil, dan albedo. Pada parameter jumlah daun pada perlakuan MPPP memiliki jumlah daun yang tinggi pada umur pengamatan 50 dan 75 HST yaitu 9,66 dan 10,03 helai. Tanaman jagung manis pada perlakuan MPP dan MPPP memiliki luas daun yang setara pada umur 50 HST yaitu 3.708-4.054 cm-2.tan-1. Pada pengamatan 75 HST, perlakuan MPH, MPP, MPHP dan MPPP memiliki luas daun yang sama yaitu 3.758-4.635 cm-2.tan-1. Parameter LAI memiliki pola yang sama dengan luas daun, dengan nilai LAI tanaman jagung manis pada perlakuan MPP dan MPPP memiliki LAI yang sama pada 50 HST, sedangkan pada 75 HST perlakuan MPH, MPP, MPHP dan MPPP memiliki LAI yang sama antara 1,78-2,20. Pada tiap perlakuan mulsa memiliki nilai CGR yang beragam yaitu 14,61-27,98 g.m-2.hari. Tanaman jagung manis pada perlakuan MPP dan MPPP memiliki nilai CGR tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Tanaman jagung manis pada perlakuan MPPP memiliki bobot segar tongkol tanpa kelobot 268,58 g.tan-1 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan TM yaitu 202,91 g.tan-1. Parameter bobot kering total tanaman jagung manis hanya berbeda nyata pada umur 75 HST dengan bobot kering tertinggi pada perlakuan MPP dan MPPP yaitu 340,79-399,79 g.m-2. Pada parameter albedo, mulsa dengan perlakuan MPHP, MPP dan MPPP memiliki albedo tertinggi pada pengamatan 50 HST yaitu 82,00-96,25%. Pada pengamatan 75 HST perlakuan MPHP, MPP dan MPPP memiliki albedo yang sama yaitu 76,50-90,00% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan TM, MPH dan MJ
    corecore