7 research outputs found

    Public Transport Options for East Asian Mega-cities

    Full text link
    This paper provides insights of the current state of public transport in East Asian Mega-cities, their characteristics that make them different with other public transport systems in other parts of the world. A combination of high percentage of public transport use, existence of para-transit, poor service quality to respond with high level of motorizations are some of the features of urban public transport in East Asian developing cities. Data from Tokyo, Shanghai, Seoul, Taipei, Ho Chi Minh City, Manila, Jakarta, and Bangkok are analyzed to develop a thorough understanding on the specific features of public transport in the East Asian Mega-cities. Several reform policies and strategies are proposed, including promoting public transport technology to shift the competition from costs to quality, fare integration, suitable financing options, and an appropriate implementation timing, as well as developing a public transport hierarchy to suit the increasing demand for urban mobility

    The Effect of Motorization to the Development of Urban Public Transport

    Full text link
    The aim of this study is to explore the effect of motorization to the development of urban public transportation in urban areas in Indonesian city in the last decade. The study employs many statistical data regarding motorization and urban public transport. It can be concluded that the motorization will continue to grow, and the existing transport policy should be re-questioned. It roots on the lack of acceptable provision of public transport in term of quality and quantity, but also as a result of high preference on using private transport. The challenge becomes excessive and complex, since there is no appropriate visionary road map for development of urban public transport. In answering this problem, the authors propose an abstract of two sequence approach, namely setting priority in taking side in provision of acceptable mobility for all, and followed with the redefinition of urban transport development by implementing transit-oriented development

    Kajian Indikator-indikator Yang Mendasari Penyusunan Pedoman Fasilitas Perpindahan Antarmoda Perkotaan

    Full text link
    Salah satu kendala pengembangan pelayanan transportasi antarmoda di wilayah perkotaan adalah belum adanya pedoman/panduan yang dapat digunakan sebagai dasar acuan untuk menyelenggarakan transportasi antarmoda di wilayah tersebut. Bagaimana menjadikan kegiatan perpindahan moda yang dilakukan oleh pengguna dapat berjalan dengan lancar (seamless) sehingga mampu mereduksi waktu perjalanan dan memberikan rasa aman serta nyaman selama melakukan kegiatan tersebut merupakan hal-hal yang perlu dijawab dalam pedoman ini. Untuk itu, tahap awal yang harus dilakukan adalah merumuskan indikator-indikator pelayanan transportasi antarmoda berdasarkan persepsi masyarakat dan sensitifitasnya terhadap karakteristik pengguna transportasi antarmoda di wilayah perkotaan.. Basis data kajian ini akan dikembangkan dari hasil wawancara terhadap pengguna moda transportasi yang menggunakan 2 (dua) jenis moda transportasi berbeda pada saat melakukan satu kali perjalanan dengan tujuan tertentu. Survei akan terbagi menjadi 2 (dua) tahap yaitu: survei penentuan indikator dan survei sensitifitas (menggunakan metode stated preference). Sebagai wilayah studi adalah wilayah Jakarta sekitarnya dan Surabaya sekitarnya. Keterpaduan moda yang dijadikan objek survei adalah keterpaduan antarmoda yang ada di wilayah perkotaan atau memiliki karakteristik perjalanan di dalam kota, antara lain: 1) Bis Reguler – busway, 2) kereta api – angkutan jalan, 3) angkutan jalan - angkutan udara, 4) ASDP – angkutan jalan, 5) kereta api – ASDP, dan 6) kereta api – angkutan udara.Hasil kajian mengindikasikan bahwa secara umum ada 2 (dua) kelompok indikator utama yang mempengaruhi pelayanan transportasi antarmoda, yaitu: 1) kelompok indikator stimulan, terdiri dari: waktu tunggu dan biaya peron, 2) kelompok indikator respon terdiri dari: keamanan, keselamatan, Kenyamanan dan informasi ditempat transit. Sedangkan dari kajian sensitifitas mengindikasikan hal sebagai berikut:1) berdasar kategori moda tidak terjadi hubungan yang konklusif antara indikator pelayanan perpindahan moda dengan agregrat dan disagregat karakteristik responden, 2) tingkatan kondisi sosial ekonomi merupakan karakteristik responden yang harus diperhatikan dalam penyusunan pedoman fasilitas perpindahan moda, 3) karakteristik pengguna dengan tingkat pendapatan rendah tidak sensitif terhadap penyediaan fasilitas perpindahan moda, 4) fasilitas perpindahan moda harus mampu melayani semua kelompok pengguna (dengan keterbatasan fisik maupun tidak), 5) ketersediaan informasi merupakan variabel yang memiliki elastisitas yang setara untuk semua kategori/karakteristik pengguna, sehingga penyusunan pedoman harus merekomendasikan penyediaan informasi tanpa melihat kelompok pengguna (cross cutting isue), 6) untuk moda-moda transportasi yang mempunyai biaya transportasi tinggi, penggunanya cenderung memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap standar fasilitas perpindahan moda, 7) pengguna yang secara rutin menggunakan moda transportasi (frequent travellers) memiliki kepekaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengguna yang kadangkala (occational users) sehingga pedoman harus didasarkan pada kelompok frequent travellers, dan 8) pengguna dengan biaya transportasi yang besar akan memiliki tuntutan standar pelayanan yang lebih tinggi pula (lebih aktif menuntut haknya). Kata

    Pengembangan Metode Bangkitan Dan Tarikan Perjalanan Berdasarkan Citra Quickbird

    Full text link
    As a basic model, trip generation model aims to obtain the number of movement generated by each origin and the one attracted to each destination zone. Based on the movement, trip generation model is categorized into home-based trip generation and non home-originated/destinated trip attraction. Given that the different types of activities attract trips with different characteristics, it can be concluded that land use management determines the movement and activities. Remote sensing imagery has been extensively used in various research themes including land use management or land use and detailed land utility. As one of the remote sensing imageries, Quickbird imagery is advantageous with its high spatial resolution which is 0.61 cm. Therefore, it is interesting to apply the 0.61 cm spatial resolution to the trip generation model to estimate the number of trips at the trip generation. This aims is to minimize field activities which are high cost, extensive workers, and relatively time consuming

    Pengembangan Metodologi Perencanaan Transportasi Barang Regional

    Full text link
    This paper attempts to elaborate the relationship of the economics activities of commodities toward export -specifically the production of goods and services that generate freight transportation. The spatial data of commodities related to the economics' activities (resources, factories, and outlets), the transportation data(infrastructures, modes, and services), and government regulations, are use in formulating the method for freight transportation planning utilizing intermodality concept, to produce efficient freight movements and to enhance sustainable mobility and economic development in the regional scale
    corecore