734 research outputs found

    Energy Efficient Clustering and Routing in Mobile Wireless Sensor Network

    Get PDF
    A critical need in Mobile Wireless Sensor Network (MWSN) is to achieve energy efficiency during routing as the sensor nodes have scarce energy resource. The nodes' mobility in MWSN poses a challenge to design an energy efficient routing protocol. Clustering helps to achieve energy efficiency by reducing the organization complexity overhead of the network which is proportional to the number of nodes in the network. This paper proposes a novel hybrid multipath routing algorithm with an efficient clustering technique. A node is selected as cluster head if it has high surplus energy, better transmission range and least mobility. The Energy Aware (EA) selection mechanism and the Maximal Nodal Surplus Energy estimation technique incorporated in this algorithm improves the energy performance during routing. Simulation results can show that the proposed clustering and routing algorithm can scale well in dynamic and energy deficient mobile sensor network.Comment: 9 pages, 4 figure

    Pembuatan dan Pemanfaatan Arang Aktif sebagai Reduktor Emisi Formaldehida Kayu Lapis

    Full text link
    Telah dilakukan penelitian pembuatan arang aktif dari serbuk gergajian kayu Acacia mangium Willd. Arang aktif yang dihasilkan digunakan sebagai reduktor emisi formaldehida pada perekat kayu lapis. Tujuan penelitian ini adalah untuk memanfaatkan limbah serbuk gergajian kayu mangium untuk dibuat arang aktif dan digunakan sebagai reduktor emisi formaldehida dalam perekat kayu lapis. Sebelum dibuat arang aktif, serbuk gergajian diarangkan dalam pada suhu 500OC. Arang yang dihasilkan diaktivasi secara kimia, fisika dan kombinasinya di dalam tungku baja tahan karat yang dilengkapi dengan pemanas listrik.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas arang aktif yang terbaik diperoleh dari serbuk gergajian kayu mangium yang diaktivasi dengan cara kombinasi oksidasi gas dan kimia dengan rendemen sebesar 53%, kadar air 4,33%, kadar abu 8,17%, kadar zat terbang 5,88%, kadar karbon terikat 83,77%, daya serap terhadap yodium sebesar 960,2 mg/g, metilien biru 135,0 mg/g, benzene 14,59%, kloroform 28,96% dan daya serap terhadap formaldehida sebesar 26,21%.Pencampuran arang aktif pada perekat kayu lapis mampu menurunkan emisi formaldehida pada perekat kayu lapis. Terbukti dari hasil uji emisi kayu lapis tanpa penambahan arang aktif menunjukkan emisi formaldehida sebesar 16,48 ppm, sedang emisi yang dihasilkan dengan penambahan arang aktif sebanyak 5% menurun menjadi 15,36 ppm, tanpa mempengaruhi ketegutan rekat kayu lapis

    Peningkatan Mutu Arang Aktif Kulit Kayu Mangium

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu aktivasi, waktu aktivasi dan konsentrasi asam fosfat (H,PO,) terhadap hasil dan mutu arang aktif yang dihasilkan. Proses pembuatan arang aktif dilakukan dengan menggunakan retor yang terbuat dari baja tahan karat yang dilengkapi dengan elemen listrik pada suhu 750 dan 850°(dengan lama waktu aktivasi 90, 120 dan 150 menit Bahan pengaktif yang digunakan adalah larutan asam fosfat (H,PO,) dengan konsentrasi 0,0 dan 5,0%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum untuk membuat arang aktif dengan kualitas terbaik dihasilkan dari arang yang diaktivasi pada suhu 750°C selama 90 menit dengan konsentrasi H,PO, sebesar 5 %. Pada perlakuan ini rendemen yang dihasilkan sebesar 43,56%, kadar air 5,44%, kadar abu 8,01 %, kadar zat terbang 11,40%, kadar karbon terikat 80,60%, daya serap terhadap benzena 18,60% dan dengan daya serap terhadap yoclium sebesar 912,6 mg/g. Nilai daya serap yang diperoleh ini memenuhi syarat Standar asional Indonesia dan dapat digunakan untuk menjernihkan ai

    Pruning biomass potential in Italy related to crop characteristics, agricultural practices and agro-climatic conditions

    Get PDF
    This work, developed under the EuroPruning Project, aims to look at relations between pruning biomass production and several factors related both to crop species and management. The aim is to find out mathematical relations that allow improvement of the biomass potential assessment. This is generally calculated using biomass production ratios. These ratios are variable due to the influence of several aspects. On the one hand there are crop characteristics—such as species, cultivar, and age—and on the other, crop management, which is often associated to local habits and conditions such as the training system, planting pattern, density, pruning methods, irrigation and climate. This work has been produced by gathering data from literature reviews and surveying. The subset of Italian records in the EuroPruning database consists of 70 records. Each record contains the biomass production ratio and eight agronomic variables. Additionally, a set of six climatic and agro-climatic groups of variables (in total 28 variables) have been added to each record. Moderate to good correlations have been found, especially with few climatic factors. As a result, two regression models are proposed for the evaluation of the vineyard and olive tree pruning biomass ratios for Italy, and applied to assess pruning biomass potential

    Integration of SRF and carbonization plant for small forestry farms

    Get PDF
    A continuous oxidative carbonization pilot unit, with a capacity of 50 kg/h,has been developed and builtby RE-CORD; reported performance data shows that the unit can produce high quality charcoal, suitable for BBQ, metallurgy of activated-carbon manufacturing, as well as biochar. Charcoal yield in excess of 24 wt% (dry) has been achieved, with a fixed carbon content higher than 85 wt% (dry). In this work,the up-scaled 250 kg/h demo plant has been designed, and the construction, operation and maintenancecosts estimated. It was assumed to feed the plant with a dedicated SRF of either poplar or robinia, which represents a very innovative and yet unexplored value chain. Performance data are reported along with economic evaluation of the whole chain. Results shows how aland management scheme based on SRF coupled to innovative small-scale biomass carbonization technology represents an appealing opportunity for business diversification in small and medium forestry enterprises

    Komponen Kimia Sepuluh Jenis Kayu Kurang Dikenal : Kemungkinan Penggunaan Sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol

    Get PDF
    Jenis kayu kurang dikenal andalan setempat mengacu pada kayu yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat, tetapi terbatas hanya satu atau dua penggunaan seperti sebagai kayu gergajian dan kayu perdagangan. Upaya diversifikasi diperlukan untuk memberikan nilai tambah pada jenis kayu tersebut. Salah satu kemungkinan penggunaan tersebut adalah sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Penelitian ini dilakukan untuk menelaah kemungkinan pemanfaatan 10 spesies kayu kurang dikenal andalan setempat, yang terdiri pangsor (Ficus Callosa Willd.), Jengkol (Pithecellobium rosulatum Kosterm.), Petai (Parkia speciosa Hasak), manii (Maesopsis eminii Engl.), balsa (Ochroma grandiflora Rowlee), ki cauk (Pisonia umbellifera (Forst) Seem.), Huru manuk (Litsea monopelata Pers.), ki renghas (Buchanania arborescens Blume), ki Bonen (Crypteronia paniculata Blume) dan ki hampelas (Ficus Ampelas Burm f.), sebagai bahan baku bioetanol. Penilaian awal terhadap bahan baku pembuatan bioethanol memerlukan data / informasi tentang sifat dasar dari setiap jenis kayu, terutama komposisi kimia, yang dilihat melalui analisis kimia kayu sesuai dengan standar, yaitu Norman Jenkin, Indonesia National Standart (SNI) dan TAPPI. Hasil analisis pada 10 jenis kayu menunjukkan bahwa kandungan selulosa bervariasi 42,03-54,95% , lignin 22,66-35,20% , pentosan 15,36-17,15% , kadar air 3,95 -10,99% , kadar abu 0,56-2,89%, kadar silika 0,12-0,84% . Kelarutan dalam air dingin 1,29-5,55% , kelarutan dalam air panas 4,41-11,19% , kelarutan dalam alkohol - benzena 2,95-4,60% dan kelarutan dalam NaOH 1% 10,35 - 22,89%. Untuk pembuatan bioetanol, diharapkan kayu memiliki kandungan selulosa, pentosan, dan kelarutan dalam NaOH 1% yang tinggi , dan secara bersamaan memiliki kandungan lignin, abu dan silika, kelarutan dalam air dingin, air panas dan alkohol benzene yang rendah. Dilihat dari kriteria tersebut dan dibantu oleh interpretasi statistik, menunjukkan bahwa 8 dari 10 jenis kayu mempunyai prospek yang bagus sebagai bahan baku bioetanol, yaitu dari yang paling berprospek adalah berturut-turut ki rengas, manii, petai, jering, balsa, ki hampelas, ki cauk, dan hurumanuk. Sementara itu, ki bonen dan pangsor tidak cocok untuk bioetanol sebagai bahan baku pembuatan bioetanol
    • …
    corecore