2 research outputs found

    Analisis Kuantitatif Asam Lemak Tak Jenuhpada Virgin Coconut Oil (Vco) yang Dibuat dengan Penambahan Sari Getah Buah Pepaya (Carica Papaya L.)

    Full text link
    Minyak kelapa murni (VCO) merupakan minyak kelapa yang dapat dibuat melalui proses enzimatik. Dengan proses pembuatan yang baik, VCO yang dihasilkan cuku stabil (tidak mudah tengik). Kandunganasam lemak tak jenuhyang terdapat dalam minyak rentan terhadap oksidasi yang dapat menyebabkan ketengikan minyak. Kualitas dari VCO yang dihasilkan, termasuk kandungan asam lemak tak jenuhnya, sangat tergantung pada metode pembuatan yang digunakan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi rasio sari getah buah pepaya yang digunakanterhadap kualitas minyak yang dihasilkan, dilihat dari kadar asam lemak tak jenuh yang terkandung dengan metode GC-FID. Dilakukan pembuatan VCO dengan menggunakan sari getah buah pepaya sebagai sumber enzim dengan variasi rasio sari getah pepaya terhadap krim santan (0,5:1; 1:1; dan 2:1). Ekstraksi sari getah buah pepaya dilakukan dengan menggunakan dapar fosfat pH 7. Kandungan asam oleat dan asam linoleatnya dengan GC-FID (kolom RTX®-WAX (30 m x 0,25 mm, dengan ketebalan 0,25 ?m)). Diperoleh kadar asam oleat dalam VCO yang dibuat dengan variasi rasio jumlah sari getah buah pepaya terhadap krim santan 0,5:1 sebesar 2,14 ± 0,225%; rasio 1:1 sebesar 1,81 ± 0,136%; rasio 2:1 sebesar 1,53 ± 0,061%. Kadar linoleat dalam VCO variasi rasio 0,5:1 sebesar 0,45 ± 0,062%; variasi rasio 1:1 sebesar 0,44 ± 0,039%; dan variasi rasio 2:1 sebesar 0,42 ± 0,016%.Validasi akurasi, presisi, linieritas dan rentang memenuhi persyaratan. Batas deteksi diperoleh sebesar 0,02 µg (asam oleat) dan 0,007 µg (asam linoleat). Batas kuantifikasi diperoleh sebesar 0,09 µg (asam oleat) dan 0,02 µg (asam linoleat)

    High Level of Tumor Necrosis Alpha and Serum Interferon Gamma as Risk Factors for Progression of Vitiligo Disease

    Full text link
    Vitiligo is an autoimmune disease that causes melanocyte of dysfunction. Cytokines played an important role in the pathogenesis of vitiligo. Interferon-gamma and TNF-µ  were cytokines that induce apoptosis of melanocyte cell. The increase of cytokine levels affects the clinical course of vitiligo. The stable and progressive phase of vitiligo clinically is not easy to predict. Assessment of vitiligo stability could be used to determine treatment options, duration of therapy and prognosis. This study was a cross-sectional observational study which intended to prove high levels of TNF-? and IFN-g serum is a risk factor for vitiligo progression. The demographic, clinical, and laboratory data in active vitiligo subjects (n=30) were compared with stable vitiligo subjects   (n=40).   The relationship was analyzed with multivariate. Median of the subject age with active vitiligo was 44 years (8~60) and on the subject with stable vitiligo was 45 years (15~66). The most subjects were male (58.5%) and the most common type of vitiligo was non-segmental vitiligo (87.1%). Multivariate analysis showed a high level of TNF-µ serum increased the risk of vitiligo progressivity (Adjusted PR 390.89; CI 95 % 27.98-5460.12 ; p<0,001) and high level of IFN-g serum increased the risk of vitiligo progressivity (Adjusted PR 341.06; CI 95% 33.40-3482.26 ; p<0,001). The high level of TNF-µ and IFN-g serum as a risk factor for progression of vitiligo could be used to assess the activity of vitiligo disease. The further research about the association between TNF-µ  and IFN-g to predict the therapeutic response in vitiligo
    corecore