250 research outputs found

    Kemitraan Bahari dalam Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir di Indonesia

    Get PDF
    Kemitraan (partnership) bukanlah semata-mata bagian dari proses demokratisasi melainkan juga merupakan salah satu jawaban atas keterbatasan kemampuan negara dalam mengelola sumber daya alam, termasuk sumberdaya pesisir. Dalam kerangka melaksanakan tugas dan perannya dalam upaya menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia negara dapat mengadakan hubungan kemitraan dengan pihak swasta atau dunia USAha dan kemitraan dengan masyarakat (civil society). Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan lebih dalam tentang konsep dan pelaksanaan kemitraan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan istilah mitra bahari. Berdasarkan konsep Good Governance diharapkan para stakeholder di bidang perikanan dan kelautan dapat menjalin kemitraan bisnis, yaitu antara dunia USAha (private sector) dengan masyarakat (civil society) yang difasilitasi oleh Pemerintah (government) atau Pemerintah Daerah. Sehingga ruang lingkup mitra bahari dapat diperluas tidak hanya ditujukan untuk peningkatan kapasitas masyarakat pesisir, namun lebih nyata manfaatnya bila juga ditujukan untuk peningkatan ekonomi masyarakat dengan dibentuknya kemitraan bisnis

    Pemanfaatan Serasah Lamun (Seagrass) sebagai Bahan Baku POC (Pupuk Organik Cair)

    Full text link
    Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari proses pembuatan POC (Pupuk Organik Cair) dari serasah lamun (seagrass) dan menguji kadar NPK-nya dengan variasi lama fermentasi 5, 10, 15, 20, dan 25 hari. Lamun merupakan salah satu sumberdaya pesisir Indonesia yang bernilai ekologis dan ekonomis, tetapi kurang dikenal oleh masyarakat. Indonesia memiliki kekayaan spesies yang tinggi, terdapat 13 spesies lamun yang tergolong dalam 7 genus. Serasah lamun diperoleh dari Pantai Tawang dan Pantai Pidakan Pacitan. Serasah lamun mengandung berbagai nutrisi yang berguna untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, juga membantu meningkatkan produksi dan kualitas tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia. Pupuk organik cair mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan tanaman. Unsur-unsur hara tersebut antara lain: nitrogen (N), untuk pertumbuhan tunas, batang dan daun; fosfor (P), untuk merangsang pertumbuhan akar, buah, dan biji; dan kalium (K), untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Pupuk organik cair juga lebih cepat diserap tanaman dibandingkan dengan pupuk alam yang lain (pupuk kandang dan kompos). Pengujian N total menggunakan metode Kjeldahl, P dalam Phospat dengan Spektrofotometri UV-Vis, dan K menggunakan metode SSA-nyala. Hasil penelitian menunjukkan, lama fermentasi mempengaruhi kadar N, P, dan K yang terkandung dalam pupuk organik cair. Kadar N, P, dan K tertinggi diperoleh pada lama fermentasi 20 hari dengan kadar N total sebesar 826,32 ppm, P dalam Phospat sebesar 38,16 ppm, dan K sebesar 871,52. Serasah lamun berpotensi sebagai pupuk organik cair, tetapi dalam pemanfaatannya harus memperhatikan ketersediaan serasah lamun di alam tanpa mengganggu kelestarian ekosistem lamun

    Hubungan Perilaku Dengan Kebijakan Dan Kebiasaan Merokok Siswa Kelas VII Dan VIII Di SMP Negeri 5 Palu Tahun 2015

    Full text link
    Kebiasaan remaja yang sulit dihindari ialah merokok, kebiasaan merokok pada remaja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain karena masa perkembangan anak yang mencari identitas diri dan selalu ingin mencoba hal baru yang ada di lingkungannya. Perilaku siswa juga mempengaruhi kebiasaan merokok di lingkungan sekolah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan perilaku dan kebijakan dengan kebiasaan merokok pada siswa kelas VII dan VIII di SMP Negeri 5 Palu. Jenis penelitian yang digunakan adalah survey analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional study. Jumlah sampel yaitu 60 responden dengan teknik pengambilan sampel menggunakan Proportional Stratified Random Sampling. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kebiasaan merokok siswa (ρ = 0,000), tidak ada hubungan sikap dengan kebiasaan merokok (ρ = 0,235), ada hubungan tindakan dengan kebiasaan merokok (ρ = 0,007), dan ada hubungan kebijakan dengan kebiasaan merokok (ρ = 0,000). Pengawasan terhadap siswa oleh guru maupun orang tua sangat penting dalam mengontrol agar tidak merokok dan mempertegas aturan merokok bagi siswa dan guru untuk tidak merokok di lingkungan sekolah, serta mengantisipasi akibat lingkungan dan meningkatkan kegiatan untuk pencegahan merokok siswa

    The Study of High School Student\u27s Scientific Attitudes on Learning Heat and Temperature with Cooperative Inquiry Labs Model

    Full text link
    Scientific attitude is an approach to investigations that benefits from certain traits namely; curiosity or inquisitiveness, objectivity, open-mindedness, perseverance, humility, ability to accept failure, and skepticism. Scientific attitude is one of benchmarks for the success of science learning process especially the level of understanding of the concept of physics. This study aims to analyse the students\u27 scientific attitude on learning heat and temperature with Cooperative Inquiry Labs (CIL) model at SMAN 6 Banda Aceh. This is a quasi experimental research with the class subject of X-MIA1 as a control class and X-MIA2 as an experimental class. Data collection technique used was by giving a questionnaire containing seven kinds of scientific attitude indicators to each student. The questionnaire in this study used a Likert scale with four categories of responses. Data tabulation was done by testing the average difference of two independent samples, indicated that tcount (10.94) > ttable (2.01) at the significant level of 5%, which means that there are significant differences in outcomes between the experimental and control classes. The results of questionnaire analysis showed that in the control class, there were four scientific attitude indicators which had high category, and the three other indicators were in medium category, whereas in the experimental class, there were five indicators with high category and two indicators with medium category. Based on the data of the analysis result of t test showed the scientific attitude of the students in both classes were tcount = 2.09 which was bigger than ttable = 2.01, and because of the significance of <0.05, it can be said that there was a significant difference after the learning process with CIL model

    Pemodelan Granularitas Temporal Untuk Mencari Relasi Antar Objek Warisan Budaya Indonesia Dengan Menggunakan Ontologi

    Full text link
    Waktu adalah sebuah konsep penting dalam pencatatan objek-objek warisan budaya dan peristiwa sejarah. Contoh konsep waktu yang sering digunakan dalam pencatatan objek-objek warisan budaya dan sejarah adalah waktu interval (time-interval) dan waktu titik (time-point). Informasi waktu disajikan dalam granularitas waktu primitif yang berbeda seperti tanggal, bulan, tahun dan abad atau bisa juga disajikan dengan hanya menyebutkan keterangan waktu tertentu seperti zaman, era, masa serta keterangan waktu lainnya yang tidak diketahui secara pasti kapan terjadinya. Salah satu cara untuk mencari kedekatan waktu dengan satuan yang beragam adalah dengan memanfaatkan ontologi. Dalam penelitian ini dibuat sebuah skema ontologi untuk pencarian relasi waktu antar entitas warisan budaya. Skema ini merupakan gabungan dari ontologi yang sudah ada yakni OWL-Time dan CIDOC-CRM. Penggabungan ontologi ter-sebut dilakukan menggunakan bahasa Ontology Web Language (OWL) dan dengan bantuan aplikasi Protégé. Berdasar-kan uji coba yang dilakukan, skema ontologi ini dapat menghasilkan fakta-fakta baru mengenai kesamaan dan kedekatan waktu dari objek-objek yang diinputkan. Sehingga relasi temporal antar objek dapat diketahui dengan tepat. Pendokumentasian relasi temporal warisan budaya dapat dijadikan salah satu sumber pembelajaran maupun penelitian terkait dengan warisan budaya. Untuk memudahkan pengujian skema ontologi beserta rule penalarannya, hasil dari pen-carian relasi temporal ini ditampilkan dalam aplikasi berbasis web

    Correlation Between the Degree of Esophageal Varices and Liver Stiffness in Liver Cirrhosis Patients

    Full text link
    Background: Bleeding due to rupture of esophageal varices is one of main cause of death in liver cirrhosis, that endoscopy screening is recommended. However endoscopy is invasive and frequently cannot be performed due to contraindication, high-cost or uncomfortable effect to the patients, particularly on patients have not had any bleeding before. Consequently, it is necessary to find other assessment which can predict the presence of esophageal varices. Recent studies found liver stiffness measurement by the liver transient-elastography is one of non invasive measurement to evaluate liver fibrosis.This study was designed to know the correlation between degree of the esophageal varices and the degree of liver stiffness. Method: This was cross sectional study. Liver cirrhosis patients were consecutively enrolled in this study. They underwent endoscopy to determine esophageal varices and subsequently the liver transient- elastography by Fibroscan technique to determine liver stiffness. Degree of the esophageal varices based on OMED criteria. Liver stiffness are expressed in kilopascal (kPa). Correlation analysis was done to assess this study. Result: There were 13 subjects. Most subjectswere male, age > 50 years and Child-Pugh A or B. The mean value of liver stiffness was 35.55 ± 23.60 kPa and mean OMED was 5.61 ± 2.14. The coefficient correlation between degree esophageal varices and degree liver stiffnes was 0.492, p = 0.087. Conclusion: There is moderate correlation but not statistically significant between the degree of liver stiffness and the degree of esophageal varices. Larger sample size is necessary to find the correlation between the degree of liver stiffness and esophageal varices

    Pemanfaatan Bakteriofag untuk Pengembangan Kit Deteksi Bakteri Penyebab Hawar Bakteri pada Kedelai

    Full text link
    Bacterial leaf blight disease is one of the important soybean disease caused by Pseudomonas syringae that causes about 20% of yield loss. Bacteriophages can be used for therapy to human, animal, and plant against some bacterial pathogens. Due to the specificity of the target bacteria, bacteriophages can be beneficial for detection of the target bacteria. This research was conducted to obtain the particles of bacteriophage, to study their hosts range against several bacterial strains and to formulate a detection kit of bacterial leaf blight. Isolation of bacteria and bacteriophage was obtained from the soybean field and formulation of bacteriophage for detection kit was done on Laboratory of Virology. The results showed that there were 11 isolates of Pseudomonas syringae, 3 particles of bacteriophage (φGH1, φGH2 and φGH3), and detector paper kit. The result also showed that the composition of the detector materials (Talk, CMC, pH indicators) affect the quality of the kit
    corecore