9 research outputs found

    Humanisme dalam Tradisi Kubur Batu Megalitik di Sumba, Nusa Tenggara Timur.

    Get PDF
    Tradisi kubur batu di Sumba merupakan salah satu budaya kolosal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Bagi masyarakat Sumba, kesadaran tentang hidup sesudah mati telah melahirkan tradisi kubur batu yang unik dan spektakuler. Penelitian ini memperlihatkan dua aspek dinamika budaya dalam tradisi kubur batu megalitik, yaitu proses internalisasi dan akulturasi budaya. Selanjutnya, saya akan memperlihatkan adanya aspek humanisme sebagai dasar penting dalam dinamika budaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan melakukan wawancara mendalam serta dukungan studi pustaka. Obyek penelitian adalah tradisi kubur batu megalitik di Sumba yang dilihat menurut sisi dinamika budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat pendukungnya. Penelitian ini bermanfaat sebagai orientasi untuk melihat adanya dinamika kebudayaan dalam masyarakat, dan melihat orientasi bagi perkembangan budaya yang bermartabat. Abstract. Humanism in the Megalithic Stone Burial in Sumba, East Nusa Tenggara. The tradition of stone burial in Sumba Island is one of the colossal and exotic cultures owned by the nation of Indonesia. For the people of Sumba, awareness on life after death has spawned a unique and spectacular tradition of megalithic stone burial. This study illustrates two important aspects of cultural dynamics in the tradition of megalithic stone burial, namely internalization and acculturation processes. I will also reveal a fundamental aspect of humanism as a very important role in the dynamics of culture. This study uses qualitative methods, which are depth interviews and observations, supported by library research. The object of this research is stone burial tradition seen from the dynamics of culture to enhance the dignity of its community. Result of this research is useful as an orientation to understand the cultural dynamics of a society, and to view the orientation for the development of more humane culture

    Moral Dilemma in Education of Baduy Community

    Get PDF
    Dewasa ini masyarakat Baduy mengalami dilema moral dalam pendidikan. Dilema moral terlihat dari dua pilihan yaitu di satu sisi sekolah ditolak karena dianggap bertentangan dengan adat atau tradisi. Orang Baduy yang bersekolah terbukti banyak yang meninggalkan tradisi dan adat Baduy. Di sisi lain sekolah diterima karena menjadi sarana untuk mencapai kehidupan yang sejahtera. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dilema moral pendidikan dalam masyarakat Baduy yang terbagi atas masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar serta merumuskan jenis pendidikan yang sesuai dengan budaya mereka. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode studi kasus. Data-data diperoleh dari wawancara mendalam dengan para informan sedangkan analisis penelitian menggunakan analisis kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Baduy menempati tingkat kesadaran moral konvensional, yaitu moralitas kelompok menjadi ukuran kebaikan, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat orang-orang yang kritis yang menempati tingkat kesadaran pasca konvensional. Berdasarkan atas tingkat kesadaran moral ini maka jenis pendidikan yang sesuai dengan budaya masyarakat Baduy Dalam adalah pendidikan nonformal yang diorientasikan untuk memperkuat adat dan tradisi; dan bagi masyarakat Baduy Luar jenis pendidikan yang sesuai adalah pendidikan formal yang diorientasikan untuk kesejahteraan hidup komunitas. Baduy community nowadays experiences a moral dilemma in education. The moral dilemma can be seen from two choices, where on one side, the school was rejected because it was considered to be contrary to custom or tradition. Many of the Baduy people who go to school leave the traditions and customs of Baduy. On the other hand, the schools welcomed because they become a means to achieve a prosperous life. This research aims to describe the moral dilemma in the education of the Baduy community, which is divided into Baduy Dalam and Baduy Luar communities, and formulate the types of education following their culture. This is qualitative research using a case research method. The data were obtained by conducting in-depth interviews with informants, while the analysis method used was critical analysis. Results of the research indicated that Baduy people occupied the conventional moral awareness level, namely group morality, as a measure of goodness. The results also indicated that critical people occupied the post-conventional awareness level. Based on this moral awareness level, then the type of education following the culture of the Baduy Dalam community were non-formal education oriented to strengthen the customs and traditions. At the same time, the appropriate type of education for the Baduy Luar community was formal education oriented to the community's welfare

    Persoalan Pelestarian Bahasa Ciacia:Refleksi Atas Etika Diskursus*)

    Get PDF
    Bahasa Ciacia merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Ciacia di Sulawesi Tenggara. Walikota Baubau, Sulawesi Tenggara pada Agustus 2009 memutuskan kebijakan mengadaptasi aksara Korea (Hangeul) menjadi aksara Ciacia karena Bahasa Ciacia tidak mempunyai aksara sendiri. Keputusan ini menimbulkan reaksi baik pro maupun kontra. Tulisan ini mempunyai dua tujuan Pertama, ingin mengetahui pendapat-pendapat tentang kasus adaptasi aksara Korea menjadi aksara Ciacia. Kedua, ingin mengetahui implementasi etika diskursus untuk menyelesaikan kasus adaptasi aksara Korea menjadi aksara Ciacia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa kasus adaptasi ini kurang memberikan ruang publik untuk diskursus praktis dalam suasana saling pengertian dan bebas dari tekanan, baik dalam masyarakat Ciacia di wilayah Kota Baubau maupun masyarakat Ciacia di luar Kota Baubau sebagai pendukung bahasa dan budaya masyarakat Ciacia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pihak yang pro adaptasi lebih cenderung berorientasi pada rasionalitas instrumental yakni kepentingan ekonomis dan politis, sedangkan pihak yang kontra berorientasi pada pelestarian budaya. Dalam kasus adaptasi ini belum diterapkan etika diskursus secara memadai sehingga tetap menjadi perdebatan yang tak terselesaikan

    Pelayanan pendidikan bagi komunitas adat

    Get PDF
    Tujuan Penelitian a. Mengetahui praktik-praktik pendidikan yang dibutuhkan komunitas adat. b. Mengetahui budaya komunitas adat setempat untuk diterapkan dalam program belajar-mengajar di komunitas adat tersebut. c. Mengidentifikasi model pendidikan yang sesuai untuk pendidikan di lingkungan komunitas adat. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui kajian sekunder terhadap literatur dan hasil-hasil studi yang sudah ada, serta melakukan verifikasi dan pendalaman di dua lokasi yaitu: (1) orang Baduy di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten yang mewakili masyarakat agraris; dan (2) Suku Laut di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau yang mewakili masyarakat maritim

    Pemanfaatan literasi digital dalam pelestarian warisan budaya tak benda

    Get PDF
    Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dirancang sebagai langkah awal untuk melihat sejauh mana komunitas-komunitas yang peduli dengan upaya pelestarian warisan budaya tak benda bersentuhan dengan literasi digital. Ada empat komunitas yang dikaji, komunitas pelestari wayang, keris, angklung, dan juga batik. Wayang, keris, batik, dan angklung merupakan warisan budaya tak benda yang diakui oleh dunia sebagai warisan budaya tak benda. Selain itu, ada pula tari Saman, tari Bali, Noken, dan juga Kapal Pinisi. Keempat komunitas tersebut dipilih karena terkonsentrasi di Pulau Jawa, yang menurut survey Polling Indonesia dan APJII (2016) pengguna internetnya paling banyak yaitu 65% dari seluruh pengguna di Indonesia

    Menangkal radikalisme dalam pendidikan

    Get PDF
    Kajian terhadai isu radikalisme dikalangan pelajar yang menjadi perbincangan dan meresahkan di sebagian kalangan masyarakat. Kajian ini dimaksudkan agar segera dapat dicarikan solusi bagaimana strategi untuk mencegah dan menanggulangi radikalisme serta memperkuat nilai Karakter Religious dan nilai Nasionalis yang berdasar Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tungal Ika di kalangan pelajar. Studi ini menggunakan metode survei secara online yang ditujukan kepada siswa sekolah menengah atas (SMA) di tiga kota, yakni Yogyakarta, Malang dan Bogor. Survei di tiga lokasi tersebut tidak lepas dari studi cepat yang dilakukan pada awal studi di Cilacap. Studi cepat di Cilacap tersebut merupakan penugasan khusus dari pimpinan Kemendikbud

    Pengembangan Kreativitas dan Apresiasi Karya Budaya: Evaluasi Program Belajar Bersama Maestro

    Get PDF
    Pada tahun 2016 Bidang Penelitian Kebudayaan, Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan beberapa kegiatan penelitian sebagai bahan rekomendasi kebijakan bagi direktorat-direktorat terkait, baik di bidang pendidikan maupun kebudayaan. Salah satu kegiatan penelitian tersebut adalah Kajian Pengembangan Kreativitas dan Apresiasi Karya Budaya: Evaluasi Program Belajar Bersama Maestro. Kajian ini muncul karena pendidikan tidak semata-mata untuk membangun kecerdasan bangsa, namun juga menjadi wahana untuk membangun budi dan rasa. Salah satu cara untuk membangun budi dan rasa tersebut adalah melalui pendidikan kesenian. Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Direktorat Kesenian, mendorong penyelenggaraan program kesenian di sekolah. Salah satu cara yang diupayakan adalah menyelenggarakan program Belajar Bersama Maestro (BBM) sejak tahun 2015. Program ini diharapkan akan menjadi program berkelanjutan, sehingga menjangkau seluruh maestro dari berbagai jenis kesenian di Indonesia

    KALPATARU Majalah arkeologi vol 21 nomor 1

    Get PDF
    "MEMASYARAKATKAN" LIVING MEGALITHIC: PESONA MASA LALU YANG TETAP BERGEMA Retno Handini Situs clan budaya megalitik berlanjut (living megalithic) yang ada di Indonesia seperti Nias, Toraja, Sumba, Sahu, Ngada, clan Ende memiliki daya tarik eksotis, baik bagi ilmu pengetahuan maupun untuk djnikmati khalayak ramai sebagai sebuah tampilan budaya. Segi-segi ilmiah tetap menuntut penjelasan akademis tentang proses budaya sejak diperkirakan muncul sebelum Tarikh Masehi hingga mampu bertahan sampai saat ini, sementara "memasyarakatkan" budaya megalitik yang masih hidup merupakan sebuah pesona tersendiri, karena merupakan "window to the past", yang jarang terjadi pada tinggalan arkeologis. Melihat clan menikmati budaya megalitik yang masih berlanjut adalah sebuah atraksi wisata budaya yang sangat luar biasa, apalagi ketika menyentuh tata cara pendirian bangunan megalitik dengan teknik-teknik sederhananya, saat teknologi modern tidak digunakan. Situasi seperti ini akan memberi nilai wisata budaya yang tinggi, dengan daya tarik tersendiri, sehingga living megalithic perlu dimasyarakatkan HUMANISME DALAM TRADISI KUBUR BATU MEGALITIK DI SUMBA, NUSA TENGGARA TIMUR1 Mikka Wildha Nurrochsyam Tradisi kubur batu di Sumba merupakan salah satu budaya kolosal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Bagi masyarakat Sumba, kesadaran tentang hidup sesudah mati telah melahirkan tradisi kubur batu yang unik dan spektakuler. Penelitian ini memperlihatkan dua aspek dinamika budaya dalam tradisi kubur batu megalitik, yaitu proses internalisasi dan akulturasi budaya. Selanjutnya, saya akan memperlihatkan adanya aspek humanisme sebagai dasar' pen ting dalam dinamika budaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan melakukan wawancara mendalam serta dukungan studi pustaka. Obyek penelitian adalah tradisi kubur batu megalitik di Sumba yang dilihat menurut sisi dinamika budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat pendukungnya. Penelitian ini bermanfaat sebagai orientasi untuk melihat adanya dinamika kebudayaan dalam masyarakat, dan melihat orientasi bagi perkembangan budaya yang bermartabat. CANDI PANATARAN: CANDI KERAJAAN MASA MAJAPAHIT Hariani Santiko Candi Panataran adalah candi kerajaan (State Temple) Kerajaan Majapahit, didir}kan di sebuah tanah yang berpotensi sakral karena di tempat itu terdapat prasasti Palah dari jaman Kadiri, berisi tentang pemujaan Bhatara ri Palah. Berdasarkan angka tahun yang ditemukan di kompleks candi, setidaknya Candi Panataran dipakai sejak pemerintahan Raja Jayanagara hingga Ratu Suhita. Pada jaman Majapahit, Candi Panataran adalah candi untuk memuja Paramasiwa yang disebut dengan berbagai nama, tattwa tertinggi dalam agama Siwasiddhanta. Bahkan ada kemungkinan sebuah Kadewaguruan (tempat pendidikan agama) dibangun di sekitar kompleks candi, tetapi dimana kepastian letaknya, belum jelas. Candi Panataran adalah "pusat spiritual" kerajaan Majapahit. PENELITIAN PUNCAK-PUNCAK PERADABAN DI PANTAI UTARA JAWA BARAT DAN PROSES PERJALANAN MASYARAKAT HINDU Nanang Saptono Salah satu program penelitian Balai Arkeologi Bandung pada periode 2009 - 2014 adalah mengenai 'puncak-puncak peradaban di pantai utara Jawa Barat. Penelitian ini secara diakronis ditekankan pada masyarakat Protosejarah, masyarakat masa Klasik, dan masyarakat masa Islam. Khusus pada permasalahan masyarakat masa Klasik, penelitian didasarkan pada data awal bahwa di Karawang terdapat pusat peradaban yang mula-mula berlatarkan pada agama Hindu kemudian berkembang pula agama Buddha.

    Jantra jurnal sejarah dan budaya Vol.9 No.2

    Get PDF
    1. Ajaran moral resi bisma dalam pewayangan 2. Wayang hip-hop: hubriditas sebagai media konstruksi masyarakat urban 3. Budaya wayang: kelestarian dan tantangannya ke depan 4. Arjuna: Ksatria lemah lembut tetapi tegas 5. Keteladanan tokoh Bima 6. Pendidikan karakter: menafsir nasionalisme dalam wayang 7. Seni pedalangan sebagai media pengembangan pembudayaan nilai-nilai pendidikan karakter bangsa 8. Pendidikan karakter dalam pertunjukan datang jemblung: kajian peran dan fungsi kesenian dalang jemblung pada masyarakat Banyumas Jawa Tengah 9. Serat Darmasarana sebagai sumber pembentukan karakter bangs
    corecore