2 research outputs found

    IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN PREOFIL PROTEIN TUNGAU SARCOPTES SCABIEI PADA KAMBING DAN KELINCI

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi morfologi, Sarcoptes scabiei yang diisolasi dari kambing dan kelinci serta mengkarakterisasi profil protein S.scabiei. Kambing dan kelinci yang menunjukkan gejala scabies seperti timbulnya krusta dan penebalan kulit pada daerah telinga, moncong, sekitar mata atau leher dan punggung dilakukan scraping sampai timbul bintik-bintik darah untuk mengisolasi S.scabiei. Identifikasi S.scabiei berdasar morfologi (ukuran) dan karakterisasi profil protein dengan SDS-PAGE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa S.scabiei var.caprae betina dewasa berukuran rata-rata 494, 83 gm x 409,76 µm dan tungau jantan berukuran 219,46 µm x 170,84 µm, sedangkan S.scabiei var.cuniculi betina dewasa berukuran rata-rata 465,31 µm x 357,66 µm dan tungau jantan berukuran 283,75 µm x 196,44 µm. Berdasarkan analisis statistik morfologi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p >0,05) antara tungau pada kelinci dan kambing. Hasil karakterisasi protein S. scabiei var.caprae pada kambing dengan SDS-PAGE 12 % didapatkan 12 pita protein yaitu 205,8 kDa, 187,4 kDa, 125,9 kDa, 96,6 kDa, 78,3 kDa, 57,3 kDa, 48,9 kDa, 43,0 kDa, 40,0 kDa, 34,3 kDa, 27,6 kDa dan 26,1 kDa dengan 4 pita tercat tebal yaitu 205,8 kDa dan 57,3 kDa, 48,9 kDa dan 40 kDa. Hasil karakterisasi protein S. scabiei var.cuniculi pada kelinci dengan SDS-PAGE 12% didapatkan 9 pita protein yaitu 75,3 kDa, 61,9 kDa, 50,9 kDa, 44 kDa, 41,5 kDa, 39,4 kDa, 37,4 kDa, 35,1 kDa dan 24,9 kDa dengan 5 pita tercat tebal yaitu 75,3 kDa, 61,9 kDa, 50,9 kDa, 44 kDa dan 24,9 kDa

    IDENTIFIKASI DAN PRODUKSI ANTI BODI POLIKINAL, PROTEIN SPESIFIK EKSKRESI SEKRESI Haemonchus Contortus SEBAGAI BAHAN DIAGNOSTIK HAEMONCHHOSIS PADA DOMBA DAN KAMBING

    Get PDF
    Diagnosis terhadap penyakit cacing gastrointestinal sampai saat ini ditetapkan melalui pemeriksaan tinja dengan metode konsentrasi maupun apung, natnun untuk mendiagnose haemonchosis masih harus melakukan nekropsi dan dilanjutkan dengan cara pemupukan tinja untuk mengidentiflkasi stadium larva sehingga bisa ditentukan spesiesnya. Diagnosis secara serologis untuk menentukan spesies secara tepat dan cepat sampai saat ini di Indonesia belum ada laporan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memproduksi antibodi poliklonal protein spesifik ekskresi sekresi cacing fl. contortus. Diharapkan dengan didapatkan protein spesifik ekskresi sekresi dan dilanjutkan produksi antibodi poliklonal, dapat digunakan sebagai bahan diagnosis molekular haemonchosis pada domba dan kambing. Protein ekskresi sekresi yang bersifat imunogenik selanjutnya dapat dikembangkan sebagai bahan vaksin sub unit dalam penanggulangan haemonchosis pada domba dan kambing. Cacing H. contortus betina dewasa dikultivasi dalam medium PBS untuk tujuan isolasi protein ekskresi sekresi dan isolasi protein Whole didapat dengan metode sonikasi cacing utuh. Hasil isolasi protein kemudian dilakukan elektroforesis dengan SDS-Page untuk menentukan fraksi protein yang dihasilkan. Protein selanjutnya diinjeksikan pada kelinci untuk mendapatkan antibodi poliklonal yang akan digunakan proses imunobloting untuk mendapatkan protein imunogenik. Identifikasi protein imunogenik dilakukan dengan western blot dan protein ekskresi-sekresi yang imunogenik dipisahkan dengan kolum kromatografi. Protein ekskresi sekresi yang imunogenik basil pemisahan dengan kromatografi digunakan sebagai bahan produksi antibodi poliklonal protein spesifik pada kelinci. Pengukuran titer antibodi yang didapat dilakukan dengan uji ELISA. Setelah mencapai titer antibodi yang tinggi, kelinci dibunuh untuk mendapatkan serum yang mengandung antibodi terhadap protein spesifik ekskresi sekresi H. contortus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein ekskresi sekresi dengan bet-at molekul 33,5 kDa dan 29,4 kDa merupakan protein imunogenik dan dapat diproduksi pada kelinci. Disarankan penelitian lebih lanjut penggunaan protein ekskresi sekresi yang bersifat imunogenik dan protein dari stadium lain untuk pengembangan vaksin sub unit terhadap haemonchosis. Antibodi poliklonal yang didapatkan sebelum digunakan sebagai bahan diagnostik perlu dilakukan sensitivitas dan spesifitas serta dilanjutkan uji silang dengan protein cacing Nematoda lain khususnya kelompok Strongyloidc, sehingga antibodi poliklonal yang dipakai hanya spesilik terhadap fl. con/ rIus pada kambing dan domba di lapangan
    corecore