307 research outputs found

    Analisis Efektivitas Penerimaan Pajak Reklame dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kediri)

    Full text link
    Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang berasal dari potensi daerah yang menjadi hak pemerintah daerah diperoleh dari pemungutan berdasarkan peraturan daerah sesuai peraturan Perundang-undangan. Salah satu jenis pajak daerah yang memiliki potensi dalam meningkatkan penerimaan PAD salah satunya yaitu pajak reklame. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan dan efektivitas pajak reklame & PAD serta kontribusi pajak reklame terhadap pajak daerah & kontribusi pajak reklame terhadap pendapatan asli daerah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif sedangkan data yang digunakan berupa data kuantitatif yaitu berasal dari Laporan Target dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Daerah tahun Anggaran 2008-2012 pada Dinas Pendapatan Daerah. Hasil dari penelitian ini yaitu pajak reklame di Kabupaten Kediri memiliki potensi yang cukup besar dibandingkan jenis pajak daerah lainnya. Rata-rata efektivitas penerimaan pajak reklame sebesar 111,02% dan rata-rata efektivitas PAD periode 2008-2012 sebesar 125,07%. Rata-rata kontribusi pajak reklame terhadap pajak daerah pada periode 2008-2012 yaitu sebesar 3,12% dan kontribusi pajak reklame terhadap PAD periode tahun 2008-2012 sebesar 1,65%. Upaya yang dapat dilakukan Dinas Pendapatan Daerah yaitu melakukan pendataan dan penjaringan pada reklame liar, sosialisasi langsung pada wajib pajak pengguna reklame, serta koordinasi dengan Kantor Pelayanan dan Perijinan Terpadu dan Satuan Polisi Pamong Praja

    Tenth-order lepton g-2: Contribution from diagrams containing a sixth-order light-by-light-scattering subdiagram internally

    Full text link
    This paper reports the result of our evaluation of the tenth-order QED correction to the lepton g-2 from Feynman diagrams which have sixth-order light-by-light-scattering subdiagrams, none of whose vertices couple to the external magnetic field. The gauge-invariant set of these diagrams, called Set II(e), consists of 180 vertex diagrams. In the case of the electron g-2 (a_e), where the light-by-light subdiagram consists of the electron loop, the contribution to a_e is found to be - 1.344 9 (10) (\alpha /\pi)^5. The contribution of the muon loop to a_e is - 0.000 465 (4) (\alpha /\pi)^5. The contribution of the tau-lepton loop is about two orders of magnitudes smaller than that of the muon loop and hence negligible. The sum of all of these contributions to a_e is - 1.345 (1) (\alpha /\pi)^5. We have also evaluated the contribution of Set II(e) to the muon g-2 (a_\mu). The contribution to a_\mu from the electron loop is 3.265 (12) (\alpha /\pi)^5, while the contribution of the tau-lepton loop is -0.038 06 (13) (\alpha /\pi)^5. The total contribution to a_\mu, which is the sum of these two contributions and the mass-independent part of a_e, is 1.882 (13) (\alpha /\pi)^5.Comment: 18 pages, 3 figures, REVTeX4, axodraw.sty used, changed title, corrected uncertainty of a_mu, added a referenc

    Jenis-jenis Vegetasi Riparian Sungai Ranoyapo, Minahasa Selatan

    Full text link
    Ekosistem riparian terletak di tepian sungai yang terkena banjir. Ekosistem riparian memiliki fungsi ekologis sebagai penyanggah bagi ekosistem teresterial dan akuatik. Pencemar yang masuk ke Sungai Ranoyapo, Minahasa Selatan dapat menurunkan kualitas air Sungai Ranoyapo. Pentingnya fungsi vegetasi riparian dalam mempertahankan kualitas air Sungai Ranoyapo membutuhkan penelitian tentang vegetasi riparian. Penelitian ini bertujuan menganalisis jenis-jenis vegetasi riparian Sungai Ranoyapo, Minahasa Selatan. Hasil penelitian akan sangat bermanfaat sebagai data base dalam penelitian selanjutnya yang terkait dengan DAS Ranoyapo dan kualitas sungai Ranoyapo. Penelitian dilakukan di bagian hulu dan tengah pada Mei-Oktober 2013. Metode yang dilakukan yaitu survei dan analisis data secara deskriptif. Pola penggunaan lahan di sepanjang Sungai Ranoyapo dari hulu hingga tengah bervariasi namun umumnya pertanian tanaman pangan dan perkebunan. Jenis-jenis tanaman di zona riparia misalnya padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), kelapa (Cocos nucifera), ubi (Manihot utilissima), coklat (Theobroma cacao) dan cengkeh (Syzygium aromaticum). Vegetasi riparian alami termasuk anggota dari berbagai suku antara lain suku Poaceae, Cyperaceae, Asteraceae, Lamiaceae, Campanulaceae, Euphorbiaceae, Malvaceae, Acanthaceae, Amaranthaceae, Commelinaceae, Mimosaceae, Fabaceae, Dryopteridaceae, dan Urticaceae. Jenis vegetasi riparian alami tumbuhan bawah antara lain Wedelia trilobata, Digitaria, Eupatorium odoratum, Ageratum conyzoides dan Mikania micrantha. Tumbuhan berupa pohon yaitu Ficus sp., Macaranga sp., dan Terminalia catappa

    Eighth-Order Vacuum-Polarization Function Formed by Two Light-by-Light-Scattering Diagrams and its Contribution to the Tenth-Order Electron g-2

    Full text link
    We have evaluated the contribution to the anomalous magnetic moment of the electron from six tenth-order Feynman diagrams which contain eighth-order vacuum-polarization function formed by two light-by-light scattering diagrams connected by three photons. The integrals are constructed by two different methods. In the first method the subtractive counter terms are used to deal with ultraviolet (UV) singularities together with the requirement of gauge-invariance. In the second method, the Ward-Takahashi identity is applied to the light-by-light scattering amplitudes to eliminate UV singularities. Numerical evaluation confirms that the two methods are consistent with each other within their numerical uncertainties. Combining the two results statistically and adding small contribution from the muons and/or tau leptons, we obtain 0.0003999(18)(α/π)5 0.000 399 9 (18) (\alpha/\pi)^5. We also evaluated the contribution to the muon g−2g-2 from the same set of diagrams and found −1.26344(14)(α/π)5 -1.263 44 (14) (\alpha/\pi)^5.Comment: 27 page

    Kandungan Air pada Segmen Daun Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) Lokal Sulawesi Utara Saat Kekeringan yang Diinduksi dengan Polietilen Glikol 8000

    Full text link
    KANDUNGAN AIR PADA SEGMEN DAUN TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) LOKAL SULAWESI UTARA SAAT KEKERINGAN YANG DIINDUKSI DENGAN POLIETILEN GLIKOL 8000 ABSTRAKPenelitian ini telah dilakukan untuk mengkaji kandungan air sebagai respon fisiologi pada segmen daun tanaman padi lokal Sulut (varietas Temo, Ombong, Burungan, dan Superwin) terhadap kekeringan yang diinduksi dengan PEG 8000 secara in vitro. Segmen daun padi dipotong-potong 1 cm x 1 cm dan diberi tiga macam perlakuan PEG 8000 (dengan potensial air/PA medium 0; -0,25; dan -0,5 MPa), dan empat waktu pengambilan sampel (0, 4, 8 dan 12 jam) dalam tiga kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa faktor varietas, faktor waktu perlakuan, faktor konsentrasi PEG 8000, dan interaksi antara ketiga faktor tersebut tidak menyebabkan perbedaan kandungan air segmen daun yang nyata.Kata kunci: Cekaman kekeringan, PEG 8000, Potensial air, Segmen daun LEAF WATER CONTENT IN LEAF SEGMENTS OF NORTH SULAWESI LOCAL RICE (Oryza sativa L.) UNDER POLYETHYLENE-GLYCOL- 8000-INDUCED DROUGHTED DROUGHTABSTRACTA study was conducted to evaluate leaf water content as one of physiological responses in leaf segments of North Sulawesi local rice (cv. Temo, Ombong, Burungan, and Superwin) under PEG 8000- induced-drought. The rice leaves were cut into 1 cm x 1 cm segments and treated withPEG 8000 solutions (medium water potential or PA of 0; -0.25; and -0.5 MPa),four sampling times (0, 4, 8 and 12 hours) and 3 replicates. The results indicated that factors of varieties, treatment period, concentration of PEG 8000, and interaction among these factors did not result in any differences in water content of rice leaf segments

    Can radiographers be trained to triage CT colonography for extracolonic findings?

    Get PDF
    OBJECTIVES: Radiographers have been shown to be capable CT colonography observers. We evaluated whether radiographers can be trained to triage screening CT colonography for extracolonic findings. METHODS: Eight radiographers participated in a structured training program. They subsequently evaluated extracolonic findings in 280 low-dose CT colonograms (cases). This dataset contained 66 cases with possibly important findings (E3) and 27 cases with probably important findings (E4) [classification based on the highest classified finding (C-RADS)]. The first 40 and last 40 CT colonograms were identical test cases. Immediate feedback was given after each reading, except for test cases. Radiographers triaged cases based on C-RADS classification and indicated the need for a radiologist read. We constructed learning curves for correct case triaging by calculating moving averages. RESULTS: In the final test series, 84/120 (70 %) cases with E3 or E4 findings and 139/200 (70 %) without E3 or E4 findings were correctly triaged. Correct identification of cases with E3 findings improved with training from 46/88 (52 %) to 62/88 (70 %) (P < 0.0001) but not for E4 findings [both 22/32 (69 %) P = 1.00]. CONCLUSIONS: Radiographers improve after training in correctly triaging extracolonic findings at CT colonography but do not reach a high enough accuracy to consider their structural involvement in screening. KEY POINTS: • Radiographers were trained to triage CT colonography for extracolonic findings. • After training, radiographers improved sensitivity for likely unimportant findings. • After training, radiographers did not improve sensitivity for possibly important findings. • Radiographers should probably not be expected to identify all extracolonic findings

    More Evidence on the Presence of an Unknown Toxic Substance(s) in the Sagabean

    Full text link
    Saga (Adenanthera pavonina Linn) tergolong kacang-kacangan (Leguminosae), maka diduga se­perti juga hampir semua kacang-kacangan, mengandung faktor-faktor "anti-nutrisi", seperti trypsin inhibitor, fitohaemagglutinin dan saponin. Telah diketahui bahwa ada beberapa kacang-kacangan, yang di samping faktor "anti-nutrisi", juga mengandung zat beracun seperti: koro wedus (Dolichos lablab) dan kratok (Phaseolus lunatus), yang mengandung sianida (HCN), lamtoro (Leucaena glauca) yang mengandung mimosine, dan saga (Abrus precatorius Linn) ycng mengandung racun abrin. Timbul pertanyaan apakah biji saga juga mengandung racun, di samping faktor anti-nutrisi tersebut di atas. Pada biji saga yang telah dikuliti, direndam, dicuci dan direbus dapat dianggap bahwa faktor-faktor anti-nutrisinya telah hilang. Tetapi walaupun demikian terbukti dengan percobaan tikus putih muda, bahwa biji saga yang telah diolah tetap hanya dimakan sedikit saja, juga bila ditambah dengan methio­nine dan threonine, dua asam amino yang sudah diketahui sangat terbatas kadarnya dalam protein biji saga. Dari percobaan ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa dalam biji saga juga terdapat suatu zat toksik (racun) yang tidak dapat dihilangkan dengan cara pengolahan tersebut di atas

    Struktur dan Komposisi Fitoplankton di Bagian Hulu Sungai Saluesem, Minahasa, Sulawesi Utara

    Full text link
    STRUKTUR DAN KOMPOSISI FITOPLANKTON DI BAGIAN HULU SUNGAI SALUESEM, MINAHASA, SULAWESI UTARA Amanda T.C Nalang1), Herni E.I. Simbala1), Nio Song Ai1), Ratna Siahaan1) ABSTRAK Sungai Saluesem termasuk perairan terbuka yang mengalir (lotik) yang berasal dari Gunung Mahawu, Minahasa dan bermuara ke Teluk Manado yang terletak di Kota Manado, Sulawesi Utara. Hulu sungai merupakan daerah konservasi tanah dan air yang sangat penting dalam mempertahankan kualitas air Sungai Saluesem dari hulu hingga hilir. Kegiatan manusia dari permukiman, pertanian dan peternakan yang terus meningkat di hulu Sungai Saluesem dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas perairan. Tujuan penelitian adalah menganalisis struktur dan komposisi fitoplankton bagian hulu Sungai Saluesem, Minahasa, Sulawesi Utara. Penelitian dilaksanakan dari Oktober 2014 sampai Desember 2014. Penelitian menggunakan metode purposive random sampling. Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan di tiap titik pengamatan, dengan demikian terdapat enam titik (2 x 3) pengamatan di hulu.Fitoplankton yang didapatkan di hulu Sungai Saluesem sebanyak 1700 individu dari 32 spesies dan 3 kelas. Kelas fitoplankton yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, dan Cyanophyceae. Kepadatan tertinggi berasal dari Kelas Bacillariophyceae 2214 individu/m3 (84%) diikuti Kelas Chlorophyceae 349 individu/m3 (13%) lalu Cyanophyceae 72 individu/m3 (3%). Indeks keanekaragaman di Hulu Sungai Saluesem yaitu 2,92 yang termasuk keanekaragaman sedang. Distribusi Spesies fitoplankton di bagian hulu merata dengan indeks kemerataan (E) yaitu 0,64. Tidak ada spesies fitoplankton yang mendominasi di Hulu Sungai dengan indeks dominansi mendekati nol yaitu 0,18. Kualitas air Sungai Saluesem bagian hulu dikategorikan tercemar ringan dengan indeks H' yaitu 2,92. Sumber pencemaran di lokasi penelitian diduga berasal dari kegiatan rumahtangga (MCK) dan peternakan. Kata Kunci: Sungai Saluesem, Struktur Fitoplankton, Komposisi fitoplankton, Kualitas Air, Sulawesi Utara STRUCTURE AND COMPOSITION OF PHYTOPLANKTON OF UPSTREAM SALUESEUM RIVER, MINAHASA, NORTH SULAWESI ABSTRACT Saluesem River is a lotic ecosystem that started from Mahawu Mountain, Minahasa and to Manado Bay, North Sulawesi. Upstream Salusem River is an important soil and water conservation area for to maintain quality of Salusem River from upstream to downstream. Increasing human activities from settlement, agriculture and animal husbandry can decrease quality of Salusem River. The aim of this research was to analysis phytoplankton structure and composition of upper Salusem River, Minahasa, North Sulawesi. The research was conducted from October 2014 to December 2014. The study applied purposive random sampling method with three repetitions. The number of phytoplanktons were 1700 individuals from 32 species and 3 classes, namely Bacillariophyceae, Chlorophyceae, and Cyanophyceae. The highest density is Bacillariophyceae 2214 ind/m3 (84%) followed by Chlorophyceae 349 ind/m3 (13%) and Cyanophyceae 72 ind/ m3 (3%). The diversity index of Saluesem River phytoplankton is 2.92 categorized into middle diversity. Evenness Index is 0.64 showed equal distribution. There is no dominant species showed by dominance index is 0.18. Based on diversity index H' is 2.92, water quality of Salusem River upstream are categorized into light pollution. Different sources of pollution were household, agriculture, animal husbandary activities
    • …
    corecore