22 research outputs found

    Tipologi Pemikiran Fikih Nahdhatul Ulama

    Get PDF
    This paper examines the typology of Nahdlatul Ulama fiqh thinking as one of the major religious organizations in Indonesia. A religious organization inherently shares a basic foundation with the society itself, thereby encountering no challenges in carrying out various organizational activities. This paper aims to determine whether this organization falls into the categories of tajdid, salaf, or tamazhub. Based on the analysis of its articles of association, muktamar (major assembly), and fatwas, it can be concluded that Nahdlatul Ulama was initially categorized as adhering to a particular school of jurisprudence (mazhab). However, since the 1990s, Nahdlatul Ulama has not only followed the opinions of a single school of thought but has also studied the methods pursued by scholars of that school

    Majjallat Al-Ahkam Al-‘Adliyyah: Position and Influence on the Development of Fiqh

    Get PDF
    The establishment of Majjallat al-Ahkam al-'Adliyyah as the first qanun in Turkey was a new breakthrough in the development of Islamic law during the Ottoman period. The authority of Islamic law, which was previously in the hands of the ulama, had shifted to the rulers. The diversity of laws that existed had merged into uniformity in their implementation. This research will examine the style and scope of the content of Majjallat al-Ahkam al-'Adliyyah, its position in the development of Fiqh, and the influence of the Majallah in Islamic countries. This research is a literature study, with Majjallat al-Ahkam al-'Adliyyah as the main data source. The results show that the Majallah is a civil law whose material is taken from the Hanafi school, containing discussions only about muamalah law, and its writing is accompanied by numbering, similar to modern legislation. The emergence of the Majallah is considered a new period in the development of fiqh, where there has been a shift from the period of taqlid towards efforts of ijtihad among scholars. The Majallah gave birth to the pattern of collective ijtihad and became the law of the state. The Majallah has encouraged several Islamic countries to design laws by referring to the pattern of the Majallah. Ditetapkannya Majjallat al-Ahkam al-‘Adliyyah sebagai qanun pertama di Turki merupakan terobosan baru dalam perkembangan hukum Islam pada masa Turki Utsmani. Di mana wewenang hukum Islam yang sebelumnya berada pada tangan ulama telah berpindah ke tangan penguasa. Keberagaman hukum yang ada telah menyatu menjadi keseragaman dalam pelaksanaannya. Penelitian ini akan mengkaji corak dan cakupan isi Majjallat al-Ahkam al-‘Adliyyah, posisinya dalam perkembangan Fiqh, dan pengaruh Majallah di negara-negara Islam. Penelitian ini bersifat studi kepustakaan, dengan menjadikan kitab Majjallat al-Ahkam al-‘Adliyyah sebagai sumber data utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Majallah merupakan hukum perdata yang materinya diambil dari mazhab Hanafi, berisikan bahasan tentang hukum muamalah saja, penulisannya telah disertai dengan penomoran seperti dalam perundangan-undangan modern. Lahirnya Majallah dianggap menjadi periode baru dalam perkembangan fiqh, dimana telah terjadi pergeseran dari periode taklid menuju upaya-upaya ijtihad di kalangan ulama. Majallah melahirkan bentuk pola ijtihad jama'i dan menjadi undang-undang negara. Majallah telah mendorong beberapa negara Islam terinspirasi untuk merancang undang-undang dengan merujuk pada pola Majallah

    MAKNA LAFAZ AL-ASHNĀM, AL-AUTSĀN, AL-ANSHĀB DAN AL-TAMĀTSĪL DALAM AL-QUR`AN

    Get PDF
    Lafaz al-ashnām, al-autsān, al-anshāb dan al-tamātsīl diartikan dengan patung dan berhala dalam penerjemahan al-Qur`an. Hal ini merupakan suatu kejanggalan dalam penerjemahan, karena keempat istilah tersebut diartikan dengan makna yang sama. Untuk memahami secara detail, perlu dicarikan karakteristik penafsiran dari masing-masing istilah, sehingga memberikan makna yang komprehensif atau makna sebenarnya. Tulisan ini menjelaskan bahwa lafaz al-ashnām, al-autsān, al-anshāb dan al-tamātsīl memiliki makna yang berbeda. Al-ashnām ialah berhala yang terbuat dari batu, logam, dan tembaga yang gambarannya tidak dipahat secara tiga dimensi. Al-autsān berhala yang terbuat dari bahan kayu, batu, tanah, dan lain-lain. Al-anshāb adalah batu yang tidak memiliki bentuk yang digunakan sebagai tempat penyembelihan binatang yang akan dipersembahkan untuk berhala-berhala. Sedangkan al-tamātsīl, segala sesuatu yang dibuat dalam bentuk seperti ciptaan manusia yang terbuat dari kayu, batu pualam, tembaga, dan kaca yang kemudian disebut patung, bahkan ada yang menyembutnya berhala. Makna dari keempat istilah tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu: pertama, lafaz al-ashnām, al-autsān, al-anshāb dan al-tamātsīl digunakan untuk berhala dalam bentuk fisik seperti berhala ‘Uzzā, salib, patung-patung dan lain-lainnya. Kedua, lafaz al-ashnām dan al-autsān, digunakan untuk berhala dalam non-fisik yaitu segala sesuatu yang dapat memalingkan diri dari Allah Swt

    Kedurhakaan Istri Para Nabi dalam Alquran

    Get PDF
    The Qur'an states that a good person will be paired with the good and the bad will be united with the bad. However, in reality, not everyone who behaves well is juxtaposed with the good, and vice versa. As the story in the Qur'an is about the lives of two prophets namely Prophet Noah and Prophet Luth who were so obedient to Allah but they were juxtaposed by Allah with a couple who had bad qualities and disobedient. The purpose of this study is to discuss the forms and factors triggering the iniquity of the wives of the prophets and reveal the moral lessons contained in the story. This research uses a qualitative approach with the type of literature research and collects data using interpretation document studies. The results showed that the form of iniquity committed by the wives of Prophet Noah and Prophet Luth was a matter of faith, not that which showed adultery. The cause of the disobedience of the wives of the two prophets is based on two things, namely first, the strength of faith in their former beliefs; the second is because of the economic instability that befell the two families of the prophet so that his spouse committed deceit and betrayed them. The wisdom that can be learned from the story of the disobedience of the wives of the prophets is to show the guarantee of the salvation of the life of the world and the hereafter not to depend on others but oneself.Al-Qur’an menyatakan bahwa seorang yang baik akan dipasangkan dengan yang baik dan yang berperangai buruk akan disatukan pula dengan yang buruk. Namun, pada realitanya tidak semua orang yang berperilaku baik disandingkan dengan yang baik, begitu pula sebaliknya. Sebagaimana kisah dalam Alquran tentang kehidupan dua orang nabi yakni Nabi Nuh dan Nabi Luth yang begitu taat kepada Allah tapi mereka disandingkan oleh Allah dengan pasangan yang memiliki sifat yang buruk lagi durhaka. Tujuan penelitian ini untuk membahas bentuk dan faktor pemicu kedurhakaan istri para nabi dan mengungkapkan pelajaran moral yang terkandung dalam kisah tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan dan mengumpulkan data menggunakan studi dokumen tafsir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kedurhakaan yang dilakukan istri Nabi Nuh dan Nabi Luth adalah dalam persoalan keimanan bukan yang menunjukkan perbuatan zina. Penyebab durhakanya istri dari kedua nabi tersebut didasari kepada dua hal yakni pertama, kuatnya keimanan terhadap kepercayaan mereka yang terdahulu; kedua yaitu karena ketidakstabilan ekonomi yang menimpa kedua keluarga nabi tersebut sehingga pasangannya berlaku curang dan khianat kepada mereka. Adapun hikmah yang dapat dipetik dari kisah durhakanya istri para nabi tersebut yaitu menunjukkan jaminan keselamatan kehidupan dunia dan akhirat tidak bergantung kepada orang lain melainkan diri sendiri

    Metode Penyusunan Kitab Mu'jam Al-wajiz min Ahadith Al-rasul Al-aziz

    Get PDF
    Mu‘jam al-Wajiz Min Ahadith al-Rasul al-‘aziz is one of classic work in  hadist, which is still written in manuscript. The manuscript is posed by Acehnese  community. It is compellation of hadist which is structured alphabetically.  Collected hadist is started by letter of alif, which is followed by ba’ and so on  following Arabic alphabet order. This structure ease people in searching particular  hadist. Moreover, the author mentioned mukharrij in every end of hadist, which is  also important to initiate takhrij hadist

    Keunikan Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh Karya Teungku Mahjiddin Yusuf

    Get PDF
    In general, the translation of the Koran is done in the national language so that it can be understood by the general public, but one of the Acehnese clerics, Tgk. H. Mahjiddin Jusuf in his work Al-Karim Qur'an and Free Translation of Rhyme in Acehnese translates the Qur'an in Acehnese and in the form of nazam. Based on this phenomenon, it is necessary to conduct a study to see the uniqueness and characteristics, advantages and disadvantages of the work. This research is a literature study with the data sources being the Qur'an and the Free Translation of Rhyme in Acehnese which was analyzed descriptively. The results showed that the interpretation made by Mahjiddin Jusuf was lughawi (language), because he translated the Koran by expressing words poetically. In terms of method, this work is included in the ijmali interpretation method, because it explains the meaning of the Qur'an globally. The translation of the Koran also has regional and literary characteristics, because it expresses the meaning of the Koran in the regional language (Aceh) in the form of a-b-a-b rhymes with an Acehnese cultural approach. Pada umumnya penerjemahan Alquran dilakukan dalam bahasa nasional sehingga dapat dipahami khalayak ramai, namun salah seorang ulama Aceh Tgk. H. Mahjiddin Jusuf dalam karyanya Alquran al-Karim dan Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh menerjemahkan Alquran dalam bahasa Aceh dan dalam bentuk nazam. Berdasarkan fenomena ini, maka perlu dilakukan kajian untuk melihat keunikan dan karakteristiknya, kelebihan dan kekurangan karya tersebut. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan dengan sumber datanya Alquran dan Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh yang dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penafsiran yang dilakukan Mahjiddin Jusuf bercorak lughawi (bahasa), karena menerjemahkan Alquran dengan mengungkapkan kata-kata secara puitis. Dari segi metode, karya tersebut termasuk dalam metode tafsir ijmali, karena menjelaskan makna Alquran secara global. Terjemahan Alquran tersebut juga berkarakteristik kedaerahan dan sastra, karena mengungkapkan makna Alquran dengan bahasa daerah (Aceh) dengan bentuk sajak a-b-a-b dengan pendekatan kultur masyarakat Aceh.
    corecore