17 research outputs found

    Manajemen Stenois Laring Pada Anak Akibat Intubasi Jangka Lama

    Get PDF
    Intubasi dengan endotracheal tube (ETT) sering digunakan pada kasus kegagalan napas pada anak dan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), khususnya pada unit perawatan intensif. Terdapat hubungan peningkatan insidens acquired subglottic stenois (SGS) dengan intubasi jangka lama (prolonged intubation) di unit perawatan intensif. Pemakaian ETT merupakan penyebab 90% acquired subglottal stenois pada neonatus dan anak. Insidens antara 1-8% pada neonatus akibat pemakaian pemakaian ETT jangka lama. Berdasarkan data rekam medik di departemen/SMF Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNAIR/RS Dr. Soetomo Surabaya periode Januari-Desember 2015 didapatkan dua kasus anak usia 1 tahun dan 12 tahun

    Diagnosis Obstruksi Jalan Napas Atas Pada Anak Dan Dewasa

    Get PDF
    Obstruksi jalan napas atas adalah keadaan tersumbatnya jalan napas (SJNA) mulai nasal sampai laring dan trakea bagian atas. Keadaan ini dapat menimbulkan sesak napas dengan segala akibatnya. Sumbatan jalan napas parsial ataupun total harus diatasi dengan segera, karena dapat mengakibatkan kerusakan otak permanen dan bahkan kematian. Keberhasilan managemen harus diawali dengan evaluasi jalan napas dengan hati-hati, teliti dan cepat untuk identifikasi berbagai faktor penyebab

    Tonsilotomi atau Tonsilektomi

    Get PDF
    Definisi tonsilektomi adalah prosedur pembedahan dengan atau tanpa adenoidektomi yang secara komplet mengambil tonsil menyertakan kapsul dengan menyayat ruang peritonsiler antara kapsul tonsil dan dinding otot. Tonsilotomi (partial tonsillectomy) adalah prosedur pembedahan yang mengambil sebagian jaringan tonsil. Tonsilektomi (TE) merupakan salah satu pembedahan paling sering dilakukan di Amerika Serikat, lebih dari 530.000/tahun prosedur pembedahan dilakukan pada anak di bawah usia 15 tahun. Indikasi utama tonsilektomi sebelum abad 20 adalah tonsilitis rekuren, setelah era antibiotika sejak abad 20 sampai sekarang indikasi utama TE adalah sleep-disordered breathing (SDB)/obstructive sleep apneu (OSA). Berdasarkan data rekam medis operasi TE/ATE di Departemen/SMF Ilmu Kesehatan THT-KL FK Unair/RSUD Dr. Soetomo periode Januari-Desember 2015 sebanyak 35 kasus. Indikasi operasi meliputi tonsilitis kronis 26 kasus, SDB 7 kasus, tumor tonsil dan abses peritonsil masing-masing satu kasus

    Regimen Kemoterapi Pada Kanker Kepala Dan Leher

    Get PDF
    Kanker kepala dan leher (KL) merujuk istilah yang menggambarkan berbagai keganasan yang timbul mulai bibir sampai esofagus. Mayoritas tipe histopatologi adalah karsinoma sel skuamosa (squamous cell carcinoma of the head and neck/SCCHN), dengan insidens kira-kira 90-95%. Insidens di dunia terus meningkat sampai mendekati setengah juta kasus pertahun. Di Amerika Serikat kira-kira 55.070 kasus baru pertahun dan perkiraan terdapat 12.000 kematian karena kanker kepala dan leher. Insidens metastasis jauh pada pasien baru SCCHN diperkirakan sebesar 10% dan lebih dari 50% akan mengalami rekurensi lokal atau metastasis. Pada keadaan ini prognosisnya buruk dengan survival kurang dari satu tahun

    Stenting and coiling therapy on post traumatic sphenoidal sinus' pseudoaneurism (a case report)

    Get PDF
    Pseudoaneurisma atau disebut juga aneurisma semuadalah yang berasal dari kebocoran pembuluh darah arteri setelah trauma, operasi atau pembedahan anastomosis. Pada kebocoran pembuluh darah arteri akan terbentuk pseudoaneurisma dimana darah dari arteri terus mengisi pseudoaneurisma. Hal ini dapat menimbulkan tekanan yang relatif tinggi dapat meluas dan menekan struktur disekitarnya seperti saraf, vena dan jaringan lainnya.1 Trauma tumpul pada arteri karotis memiliki angka morbiditas 3267% dan mortalitas 17-38%.2 Ruptur dari pseudoaneurisma sinus sfenoid mengakibatkan epistaksis yang masif bahkan berakibat fatal dengan rata-rata mortalitas 30-50%.3 Lesi pada pembuluh darah akan dapat menimbulkan komplikasi yang serius dari trauma tumpul atau tajam. Lesi pada arteri karotis interna (AKI) adalah salah satu yang paling serius dan relatif sering terjadi pada trauma kraniofasial. Manifestasi klinis seperti perdarahan dengan bermacam derajat dari gejala ringan sampai berat yang berakibat fatal.3 Epistaksis yang sangat berat biasanya disebabkan oleh trauma AKI atau arteri maksilaris.4Pseudoaneurisma sinus sphenoid sangat jarang menimbulkan epistaksis, tetapi hal ini akan berakibat fatal apabila terjadi jika tidak ditangani dengan baik.5,6 Penatalaksanaan pseudoaneurisma meliputi embolisasi endovaskuler dengan coil atau balon oklusi lebih sering disukai dibandingkan eksplorasi pembedahan secara langsung. Pada beberapa keadaan penggunaan stent dapat mengurangi aliran darah, untuk menyebabkan terbentuk trombus pada pseudoaneurisma tanpa pemasangan coil. Dengan pemasangan stent jangka panjang rata-rata oklusi dilaporkan lebih dari 45%.7Pada makalah ini akan dilaporkan satu kasus pseudoaneurisma sinus sfenoid pasca trauma yang diterapi dengan stenting dan coilingsetelah 2,5 pasca terapi secara klinis baik

    Diagnosis and Therapy of Salivary Gland Sialolithiasis

    Get PDF
    Sialolitiasis merupakan suatu penyakit yang ditemukan pada kelenjar liur yang ditandai adanya sumbatan sekresi air liur oleh suatu batu kelenjar liur (kalkulus). Terbentuknya kalkulus kelenjar liur karena endapan garam kalsium fosfat tribasik (Ca3(PO4)2) bersama bahan organik yang terdiri dari deskuamasi sel epitel, bakteri, benda asing ataupun dekomposisi produksi bakteri, apabila terdapat infeksi dengan kandungan amonium dan magnesium.1,2 Sialolitiasis merupakan 30% dari seluruh kelainan yang terjadi pada kelenjar liur. Insidensi pada orang dewasa lebih sering terkena dibandingakan anak – anak. Penyebab serta mekanisme terbentuknya kalkulus masih belum dapat dipastikan sampai saat ini. Kelainan ini dapat mengakibatkan rasa nyeri serta peradangan pada kelenjar liur dan beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi kelenjar liur. Penanganan sialolitiasis dilakukan secara konservatif dan tindakan operasi dengan mengeksplorasi duktus dari sialolith (sialithectomy).1,2 Pemilihan operasi menunjukkan efikasi yang tinggi dalam keberhasilan terapi dibandingkan dengan cara konservatif. 2 Komplikasi pada prinsipnya sumbatan kelenjar liur harus dihilangkan, oleh karena apabila terjadi sumbatan yang lama dapat terjadi fibrosis dari kelenjar liur dan sialadenitis kronik.1 Tujuan dari makalah ini adalah membahas secara khusus mengenai sialolitiasis kelenjar liur (anatomi, histologi, etiopatogenesis, diagnosis dan penanganan) khususnya di bidang THT-KL

    Trasnasal modification approach for juvenile nasopharingeal angiofibroma surgery (a retrospective research)

    Get PDF
    Tujuan: Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hasil operasi ANJ dengan pendekatan transnasal dibanding dengan pendekatan transpalatal Metode: Secara deskriptif retrospektif data rekam medis lengkap penderita ANJ yang menjalani operasi ekstraksi dengan transnasal maupun transpalatal di Departemen THT-KL RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama bulan Agustus 2000 – Agustus 2010 sebanyak 16 kasus Hasil: Penderita ANJ berjumlah 30. Periode Agustus 2000 – Juli 2008 : Operasi RL dan transpalatal berjumlah 5, operasi transpalatal pada stadium II berjumlah 9. Operasi dengan transpalatal berjumlah 6 (37,5%) pada stadium I. Periode Agustus 2008 – Agustus 2010 : operasi transnasal modifikasi 10 (62,5%) pada stadium I. Lama operasi ekstraksi ANJ dengan transnasal rata-rata 35 menit, sedangkan rata-rata 145 menit. Jumlah perdarahan selama operasi transnasal rata-rata 350 ml, sedangkan transpalatal rata-rata 675 ml. Operasi dengan transnasal maupun dengan transpalatal tidak didapatkan adanya tumor residif. Kesimpulan: Pendekatan operasi transnasal dapat digunakan sebagai teknik alternatif (baru) dalam penanganan ANJ

    Metastatic process on head and neck malignancy

    Get PDF
    PENDAHULUAN Metastasis adalah pertumbuhan kanker ke dalam kelenjar limfe dan organ yang berjarak, baik melalui jalurlimfogen maupun hematogen. Pembentukan metastasis secara klinis merupakan sifat terpenting dari pertumbuhan kanker karena metastasis ini biasanya tidak dapat ditangani dan sangat menentukan prognosis. 1Kanker kepala dan leher adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan sejumlah kanker yang tumbuh pada jaringan ataupun organ manapun di bagian kepala dan leher, tidak termasuk kanker otak, mata dan tulang belakang.Misalnya kanker pada mulut, tenggorokan, sinus, lubang pernafasan, pangkal tenggorokan dan kelenjar lidah, kanker jenis ini sulit untuk diobati.2 Pada penelitian tentang persentase metastasis jauh pada kanker nasofaring (KNF), angka kejadian metastasis pada paru 20%, pada tulang 20%, pada hati 10%, ginjal dan otak masingmasing berkisar 0,4% dan yang terbanyak adalah metastasis ke kelenjar regional leher.3Prognosis secara umum KNF memang tidak baik. Untuk stadium I dilaporkan fiveyears survival rate adalah 83,7%, stadium II 67,9%, stadium III 40,3%, sedangkan pada kasus yang telah terjadi metastasis hanya berkisar 22,3%.4 Sekitar 30% dari pasien dengan kanker rongga mulut akan terjadi matastasisservikal.5Kanker rongga mulut stadium dini memiliki prognosis yang baik, angka bertahan hidup dalam 3 tahun mencapai 70%-80% untuk pasien stadium I dan II dan 40%-50% untuk pasien yang telah terjadi metastasis.6 Metastasis kanker sinonasal ke kelenjar leher kurang dari 5% dan ke organ jauh kurang dari 10%.1 Prognosis keganasan sinonasal cukup buruk, dengan angka bertahan hidup dalam 5 tahun hanya mencapai 20% hingga 30%. Tingkat bertahan hidup pasien kanker sinonasal yang memiliki lesi TI dan T2 adalah sekitar 80%-90%, sedangkan untuk kasus yang telah terjadi metastasis adalah sekitar 50% dan 60%. 6Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai proses terjadinya metastasis pada kanker kepala dan leher, yaitu meliputi proses metastasis, tahapan-tahapan metastasis dan faktor yang berpengaruh pada metastasis. Pemahaman tentang mekanisme metastasis ini penting mengingat prognosis yang buruk dampak dari metastasis kanker kepala dan leher

    Asosiasi antara Mutasi Gen p16 Dengan Tipe Histopatologi Karsinoma Nasofaring

    Get PDF
    Latar belakang: Pertumbuhan tumor dan metastasis penderita karsinoma nasofaring (KNF) yangdiduga karena peran beberapa biomarker molekular, dapat diidentifikasi dari spesimen tumor penderitaKNF. Inaktivasi gen p16 akibat mutasi gen p16 dapat digunakan sebagai indikator prognosis dan strategi pemberian terapi yang lebih baik pada penderita KNF. Tujuan: Membuktikan asosiasi antara mutasi genp16 dengan tipe histopatologi KNF. Metode: Bahan biopsi dibagi menjadi 2 bagian untuk pemeriksaan histopatologi dan polymerase chain reaction (PCR). Tipe histopatologi diketahui dari 21 tumor KNFdengan melakukan pengecatan hematoksilin eosin jaringan secara Meyer, terbagi 3 yaitu WHO tipe 1,tipe 2 dan tipe 3. Mutasi gen p16 diperiksa dari jaringan tumor primer KNF dengan PCR, menggunakan mesin Gene Touch Bioneer, dan sekuensing dengan mesin ABI PRISM 310. Analisis statistik menggunakan uji Spearman. Hasil: Didapati sebanyak 21 penderita KNF sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Diketahui sebanyak 19 penderita KNF (90,48%) mengalami mutasi gen p16 negatif. Sebanyak 2 penderita KNF(9,52%) mengalami mutasi gen p16 positif dengan histopatologi WHO tipe 3. Hasil uji Spearman mendapatkan nilai p=0,568 dan koefisien korelasi sebesar –0,132. Asosiasi antara mutasi gen p16 dengantipe histopatologi (WHO tipe 1, 2, dan 3) pada penderita KNF didapatkan hasil yang tidak bermakna(p>0,05). Kesimpulan: Tidak terdapat asosiasi antara mutasi gen p16 dengan tipe histopatologi KNF.Hal tersebut mungkin oleh karena insidens mutasi gen p16 yang rendah dan faktor etnis

    Comparison studies between the result of cytology swab by nasopharyngoscope approach with blind biopsy histopathologic on nasopharyng carcinoma patients

    Get PDF
    Tujuan: Menganalisis kesepadanan antara hasil pemeriksaan sitologi cara sikatan nasofaring menggunakan tuntunan nasofaringoskopi dengan histopatologi biopsi buta nasofaring sebagai standar dalam menentukan ada tidaknya sel ganas pada penderita KNF. Metode: Uji diagnostik dengan rancangan penelitian studi cross-sectional comparative di URJ THT-KL RSUD Dr. Soetomo Surabaya mulai bulan Februari hingga Mei 2011. Selama periode tersebut didapatkan 36 penderita yang diikutkan sebagai sampel penelitian. Pada setiap penderita dilakukan sikatan nasofaring menggunakan tuntunan nasofaringoskopi kemudian biopsi nasofaring cara buta. Preparat sitologi diproses menggunakan teknik liquid-based liquiPREP dan pengecatan Papanicolaou. Preparat histopatologi menggunakan pengecatan hematoksilin-eosin (HE). Data hasil penelitian diuji dengan uji komparasi McNemar dan uji Asosiasi Kappa. Hasil: Dari 36 sampel penelitian didapatkan 27 laki-laki (75%) dan 9 perempuan (25%). Hasil pemeriksaan cara sitologi sikatan menggunakan tuntunan nasofaringoskopi untuk mendeteksi sel ganas pada penderita KNF sebagai berikut: nilai sensitivitas 87,10%, spesifisitas 80%, nilai prediksi positif 96,43%, nilai prediksi negatif 50% dan akurasi 86,11%. Hasil uji komparasi McNemar didapatkan perbedaan yang tidak bermakna dan hasil uji asosiasi Kappa didapatkan hubungan yang bermakna antara sitologi cara sikatan menggunakan tuntunan nasofaringoskopi dan histopatologi biopsi buta. Kesimpulan: Cara sikatan menggunakan tuntunan nasofaringoskopi sepadan dengan biopsi buta dalam menentukan ada tidaknya sel ganas pada penderita KNF
    corecore