302 research outputs found

    Implikasi Ambiguitas Terminologi “Demokrasi Pancasila” terhadap Penegakan Hukum di Indonesia

    Full text link
    Penggunaan terminologi “Jalan Damai, Penyelesaian Secara Kekeluargaan” dalam pelaksanaan hukum pidana formil didasarkan pada klaim bahwa Indonesia menganut ideologi Demokrasi Pancasila yang mengedepankan musyawarah untuk mufakat sebagai ciri khusus dalam nilai-nilai kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Penegasan UUD 1945 mengenai identitas negara sebagai negara hukum menimbulkan konsekuensi bahwa hukum adalah alat utama dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan publik. Penyelesaian secara kekeluargaan hanya dikenal pada hukum perdata yang didasarkan pada asas freedom of contract. Demokrasi Pancasila belum memiliki suatu definisi yang jelas dan sistematika penerapannya dalam proses penegakan hukum belum dimaterialisasikan secara legal atau dapat juga dikatakan, belum memiliki suatu landasan hukum konkrit

    Penerapan Sistem Presidensial dalam Demokrasi Modern

    Full text link
    Sistem pemerintahan presidensial adalah suatu pemerintahan dimana kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat, dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan langsung parlemen. Problematika sistem presidensial pada umumnya terjadi ketika ia dikombinasikan dengan sistem multipartai, apalagi dengan tingkat fragmentasi dan polarisasi yang relatif tinggi. Presidensialisme dan sistem multipartai bukan hanya merupakan “kombinasi yang sulit”, melainkan juga membuka peluang terjadinya deadlock dalam relasi eksekutif dan legislatif yang kemudian berdampak pada instabilitas demokrasi presidensial. Sistem multipartai dewasa ini, ternyata gagal memberikan sumbangan kepada negara karena tidak mengkondisikan pembentukan kekuatan oposisi yang diperlukan untuk menopang rezim dan pemerintahan yang kuat, stabil, dan efektif secara demokratik. Bersamaan dengan itu, sistem multipartai tidak pula berfungsi untuk melandasi praktik politik check and balances, baik diantara lembaga negara maupun fraksi pemerintah dengan fraksi lainnya di lembaga perwakilan rakyat. Sistem presidensial yang berdasarkan sistem multipartai, bila tidak ada partai politik yang meraih suara mayoritas di parlemen, koalisi merupakan suatu yang tidak bisa dihindari. Ia bisa dikatakan sebagai suatu keniscayaan. Bila tidak, kemungkinan efektivitas pemerintahan akan terganggu. Karena itu, koalisi merupakan ”jalan penyelamat” bagi sistem pemerintahan presidensial yang menganut sistem multipartai. Koalisi pendukung presiden dalam sistem presidensialisme tidak stabil. Karena, pertama, koalisi pemerintahan dan elektoral sering berbeda. Dalam koalisi pemerintahan, parpol tidak bertanggung jawab menaikkan presiden dalam pemilu sehingga parpol cenderung meninggalkan presiden yang tidak lagi populer. Pemilu presiden selalu ada di depan mata sehingga partai politik berusaha sebisa mungkin menjaga jarak dengan berbagai kebijakan presiden, yang mungkin baik, tetapi tidak populis.. Dampak multi partai di Indonesia dapat kita rasakan bersama, yaitu sulitnya Presiden untuk membuat keputusan berkaitan dengan masalah kehidupan berbangsa dan negara yang strategis meliputi aspek; politik, ekonomi, diplomasi dan militer. Bila kita mengamati secara fokus hubungan antara Eksekutif dan Legislatif, Presiden mengalamai resistansi karena peran Legislatif lebih dominan dalam sistem multi partai. Sebenarnya posisi Presiden RI sangat kuat karena presiden dipilih langsung oleh rakyat bukan dipilh oleh DPR. Tetapi dalam hal penerbitan dan pengesahan Perundang-undangan presiden perlu dukungan DPR. DPR yang merupakan lembaga negara, justru menjadi resistansi dalam sistem pemerintahan kita, karena mereka bias dengan kepentingan primordial masing-masing

    PENGAWASAN HAKIM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DIHUBUNGKAN DENGAN YUDISIAL REVIEW

    Get PDF
    Komisi yudisial merupakan salah satu struktur kekuasaan kehakiman di Indonesia yang dibentuk agar warga masyarakat diluar struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja dan kemungkinan pemberhentian hakim. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana Kewenangan Komisi Yudisial terhadap Pengawasan Hakim setelah Yudisial Riview Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial? Dan Bagaimana Sinergisitas Kewenangan Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung dalam Pengawasan Hakim Penelitian ini bersifat deskriptif analitis untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai permasalahan yang diteliti dihubungkan dengan Judicial review Undang-undang nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial mengenai pengawasan hakim. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu menitik beratkan pada data-data sekunder dan data tersier yang terkumpul berkaitan dengan masalah yang akan diteliti yang selanjutnya akan dianalisis secara yuridis kualitatif. Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mengamputasi kepengawasan Komisi Yudisial adalah sebuah keputusan yang melampaui batasan yang diminta atau ultra petita, putusan itu juga tidak dapat dipertanggung-jawabkan secara akademis. Hal itu bisa dilihat dari pernyataan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu sendiri yakni Jimly Asshiddiqie bahwa “keberadaan lembaga Komisi Yudisial ini dibentuk tersendiri di luar Mahkamah Agung, sehingga subjek yang diawasinya dapat diperluas ke semua hakim, termasuk hakim konstitusi dan hakim di seluruh Indonesia dan juga mengadakan perubahan dalam rangka sinergisitas atas UUKY, UUMA, UUMK, dan undang-undang lain yang terkait dengan sistem peradilan terpadu

    PEMBENTUKAN UNDANG UNDANG CIPTA KERJA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP OTONOMI DAERAH

    Get PDF
    Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja merupakan suatu undang-undang yang dibentuk dengan metode omnibus law, dimana dapat merubah dan menghapus suatu ketentuan dari berbagai Peraturan Perundang-undangan dengan satu undang-undang. Metode omnibus law belum diatur secara jelas terkait mekanisme dan kejelasan dari kedudukanya sehingga indikasi dari berlakunya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipat Kerja dengan metode omnibus law dapat menabrak Hierarki Peraturan Perundang-undangan di indoneisa. Berdasarkan hal tersebut   muncul permasalahan apakah proses mekanisme  pembentukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja telah sesuai dengan   Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?  Bagaimana  Implikasinya terhadap Otonomi Daerah jika dihubungkan   dengan Pasal 18 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memberikan kewenangan kepada Pemerintahan Daerah untuk menjalankan urusan didaerah otonomnya dengan seluas-luasnya. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan pendekatan yiridis normatif, melalui studi dokumen, dimana penelitian menganilisis permasalahan yang terdapat dalam proses pembentukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pasal 18 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pembentukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja bertentangan dengan sistem peraturan perundang undangan yang berlaku di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangandan . Impilikasi dari berlakunya Undang-undang Nomor 11 Tentang Cipta Kerja terhadap jalanya otonomi daerah di Indonesia, adalah bahwa  Undang-undang ini telah mempersempit kewenangan daerah dalam menjalankan urusan pemerintahanya dan pengelolaan sumber daya yang potensial di daerah otonomnya, sehingga bertentangan dengan Pasal 18 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Tentang Pemerintahan Daera

    Perlindungan Hukum Terhadap Eksploitasi Anak Yang Berprofesi Artis Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

    Get PDF
    Anak merupakan generasi penerus bangsa dan penerus perjuangan pembangunan yang ada. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Kehadiran  pekerja  anak di  Indonesia  bukan  hal yang  baru, banyak  anak yang  menjadi  korban  eksploitasi  ekonomi  maupun  seksual  karena  adanya faktor  pendorong  yang mengharuskan anak melakukan  pekerjaan.  Begitu juga dengan anak yang berprofesi sebagai artis atau sering disebut artis cilik. Mempekerjakan anak tanpa memperhatikan hak-hak anak merupakan suatu hal yang melanggar hak asasi anak, karena eksploitasi pekerja anak selalu berdampak buruk terhadap perkembangan anak baik secara fisik, mental dan sosial anak. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Eksploitasi Anak yang Berprofesi Artis Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan serta Bagaimana Upaya Penanggulangan Pemerintah Terhadap Anak Profesi Artis Dari Tindakan Eksploitasi. Anak berprofesi artis sangat rentan terhadap praktik eksploitasi, maka anak berprofesi artis berhak dan harus dilindungi dari praktek kekerasan dan/atau dari bentuk eksploitasi, perlindungan hukum terhadap anak dengan memberi anak kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh, dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial. Anak mempunyai hak untuk berisitirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, berrekreasi berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. Pemerintah dalam hal upaya menaggulangi permasalahan anak melalui dinas terkait dimulai dari daerah-daerah melakukan pengawasan secara baik dan berlanjut, kemudian pemberian sanksi terhadap pelaku terkait harus lebih tegas. Pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat dan juga masyarakat dalam upaya menaggulangi tindakan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual

    TINDAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

    Get PDF
    Terdapat beberapa inti pembahasan hukum berkaitan dengan tugas dan fungsi anggota kepolisian di Negara Republik Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan yang kompleks, sehingga kinerja para anggota kepolisian secara profesional itu sangat diperlukan. Penting bagi para anggota kepolisian untuk lebih mendalami terkait aturan hukum, konsep hukum dan doktrin hukum yang semakin berkembang dimana tujuannya adalah untuk menghindari kesalahan penerapan dan pelaksanaan dalam penegakan hukum. Adapun permasalahan hukum dalam legal memorandum ini adalah apakah terhadap Meta Susanti dan dr. Onni Habie, MARS yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi dapat diterapkan Pasal 55, Pasal 56, Pasal 64, dan Pasal 415 KUHP serta Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ? serta bagaimanakah tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh Pihak Kepolisian terhadap Meta Susanti dan dr. Onni Habie, MARS yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi ? Hasil penelitian menyimpulkan bahwa peristiwa tindak pidana korupsi dana klaim BPJS UPT RSUD Lembang tahun anggaran 2017 yang diduga dilakukan oleh Meta Susanti Dan dr. Onni Habie, MARS, telah cukup memenuhi rumusan delik dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 55, Pasal 56, Pasal 64 dan Pasal 415 KUHP. Tindakan yang dapat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Barat, terhadap pelaku tindak pidana korupsi yaitu Meta Susanti Dan dr. Onni Habie, MARS, yaitu melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, pemeriksaan dan penahanan, serta menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan untuk dilakukan penuntutan

    Penggunaan Mata Uang Virtual (Bitcoin) dalam Transaksi Pasar Modal Berdasarkan UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Dihubungkan dengan UU.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

    Get PDF
    Uang merupakan alat tukar menukar yang sangat mudah dibawa kemana–mana dan tahan awet. Uang diciptakan untuk mempermudah masyarakat atau manusia dalam jual beli dimanapun berada dan kapanpun berada, karena itu kita harus mempergunakan uang dengan sebaik-baiknya. Pada tanggal 2 November 1949 merupakan hari ditetapkan uang menjadi mata uang resmi negara Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang. Seiring berkembangnya jaman mata uangpun berkembang dan saat ini yang muncul adalah mata uang virtual (Bitcoin), pengertian bitcoin adalah sebuah mata uang virtual yang pertama kali dikembangkan pada tahun 2009, oleh Satoshi Nakatomo, (nama samaran), Pada tahun 2017 Pemerintah Indonesia berencana untuk melegalkan mata uang virtual didalam kegiatan transaksi di pasar modal untuk mengikuti perkembangan jaman dan meningkatkan ekonomi di Indonesia menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal adalah kegiatan yang  bersangkutan  dengan  Penawaran  Umum  dan  perdagangan  Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek, dalam hal ini identfikasi masalah dari pernyataan diatas adalah bagaimanakan legalitas mata uang virtual (bitcoin) dalam transaksi pasar modal menurut hukum di Indonesia dan bagaimanakah penggunaan mata uang virtual (bitcoin) dalam pasar modal dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Penerapan pengaturan mengenai legalitas untuk menggunakan Bitcoin sebagai mata uang di Indonesia sangatlah sulit  karena dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang sudah sangat jelas bahwa mata uang yang sah d Indonesia adalah rupiah, terlebih BI menyatakan larangan tentang penggunaan Mata Uang Bitcoin dan Bitcoin juga bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. Penggunaan mata uang Bitcoin di pasar modal akan sangat terkendala karena PT Bitcoin Indonesia harus menyerahkan semua kewenangan dan pengaturan mata uang Bitcoin kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengawas pasar modal dan PT Bitcoin Indonesia juga harus menjadi Bank Kustodian karena Bank Kustodian adalah lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahaan efek, atau bank umum yang telah mendapat persetujuan Bapepam

    Sensory testing in leprosy:Comparison of ballpoint pen and monofilaments

    Get PDF
    The 10 g monofilament has been replaced by the ballpoint pen in routine sensory testing of nerves in leprosy control in Ethiopia. Results of sensory testing between the ballpoint pen and different monofilaments on hands and feet were compared. Ballpoint pen underdiagnosis of loss of sensation was defined to occur when the pen was felt and the monofilament was not. Differences were evaluated both for individual test points (test point level) and for the test points of extremities collectively (extremity level). An extremity (either a hand or a foot) was defined as having sensory nerve function impairment (SNFI) if a supplying nerve had SNFI, which was the case when sensation was absent in two or more test points in the area supplied by that nerve. At test point level, the percentages with ballpoint pen underdiagnosis relative to the 2, 10, 20 and 50 g monofilaments were 40, 21, 9 and 7%, respectively, in the hands, and 47, 30, 15 and 7% in the feet. Ballpoint pen underdiagnosis percentages of SNFI at extremity level were 32, 18, 8 and 9% in the hands, and 37, 26, 14 and 6% in the feet. The risk of ballpoint pen underdiagnosis appears to be higher in extremities without visible damage. In conclusion, substantial levels of underdiagnosis of sensory loss with the ballpoint pen were observed. However, the consequences for the prognosis of treatment with corticosteroids in patients with the more subtle sensation loss noted here need to be established. Development and testing of guidelines is a prerequisite for the use of the ballpoint pen

    Sensory testing in leprosy:Comparison of ballpoint pen and monofilaments

    Get PDF
    The 10 g monofilament has been replaced by the ballpoint pen in routine sensory testing of nerves in leprosy control in Ethiopia. Results of sensory testing between the ballpoint pen and different monofilaments on hands and feet were compared. Ballpoint pen underdiagnosis of loss of sensation was defined to occur when the pen was felt and the monofilament was not. Differences were evaluated both for individual test points (test point level) and for the test points of extremities collectively (extremity level). An extremity (either a hand or a foot) was defined as having sensory nerve function impairment (SNFI) if a supplying nerve had SNFI, which was the case when sensation was absent in two or more test points in the area supplied by that nerve. At test point level, the percentages with ballpoint pen underdiagnosis relative to the 2, 10, 20 and 50 g monofilaments were 40, 21, 9 and 7%, respectively, in the hands, and 47, 30, 15 and 7% in the feet. Ballpoint pen underdiagnosis percentages of SNFI at extremity level were 32, 18, 8 and 9% in the hands, and 37, 26, 14 and 6% in the feet. The risk of ballpoint pen underdiagnosis appears to be higher in extremities without visible damage. In conclusion, substantial levels of underdiagnosis of sensory loss with the ballpoint pen were observed. However, the consequences for the prognosis of treatment with corticosteroids in patients with the more subtle sensation loss noted here need to be established. Development and testing of guidelines is a prerequisite for the use of the ballpoint pen
    • …
    corecore