790 research outputs found

    Implikasi Ambiguitas Terminologi “Demokrasi Pancasila” terhadap Penegakan Hukum di Indonesia

    Full text link
    Penggunaan terminologi “Jalan Damai, Penyelesaian Secara Kekeluargaan” dalam pelaksanaan hukum pidana formil didasarkan pada klaim bahwa Indonesia menganut ideologi Demokrasi Pancasila yang mengedepankan musyawarah untuk mufakat sebagai ciri khusus dalam nilai-nilai kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Penegasan UUD 1945 mengenai identitas negara sebagai negara hukum menimbulkan konsekuensi bahwa hukum adalah alat utama dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan publik. Penyelesaian secara kekeluargaan hanya dikenal pada hukum perdata yang didasarkan pada asas freedom of contract. Demokrasi Pancasila belum memiliki suatu definisi yang jelas dan sistematika penerapannya dalam proses penegakan hukum belum dimaterialisasikan secara legal atau dapat juga dikatakan, belum memiliki suatu landasan hukum konkrit

    Penerapan Sistem Presidensial dalam Demokrasi Modern

    Full text link
    Sistem pemerintahan presidensial adalah suatu pemerintahan dimana kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat, dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan langsung parlemen. Problematika sistem presidensial pada umumnya terjadi ketika ia dikombinasikan dengan sistem multipartai, apalagi dengan tingkat fragmentasi dan polarisasi yang relatif tinggi. Presidensialisme dan sistem multipartai bukan hanya merupakan “kombinasi yang sulit”, melainkan juga membuka peluang terjadinya deadlock dalam relasi eksekutif dan legislatif yang kemudian berdampak pada instabilitas demokrasi presidensial. Sistem multipartai dewasa ini, ternyata gagal memberikan sumbangan kepada negara karena tidak mengkondisikan pembentukan kekuatan oposisi yang diperlukan untuk menopang rezim dan pemerintahan yang kuat, stabil, dan efektif secara demokratik. Bersamaan dengan itu, sistem multipartai tidak pula berfungsi untuk melandasi praktik politik check and balances, baik diantara lembaga negara maupun fraksi pemerintah dengan fraksi lainnya di lembaga perwakilan rakyat. Sistem presidensial yang berdasarkan sistem multipartai, bila tidak ada partai politik yang meraih suara mayoritas di parlemen, koalisi merupakan suatu yang tidak bisa dihindari. Ia bisa dikatakan sebagai suatu keniscayaan. Bila tidak, kemungkinan efektivitas pemerintahan akan terganggu. Karena itu, koalisi merupakan ”jalan penyelamat” bagi sistem pemerintahan presidensial yang menganut sistem multipartai. Koalisi pendukung presiden dalam sistem presidensialisme tidak stabil. Karena, pertama, koalisi pemerintahan dan elektoral sering berbeda. Dalam koalisi pemerintahan, parpol tidak bertanggung jawab menaikkan presiden dalam pemilu sehingga parpol cenderung meninggalkan presiden yang tidak lagi populer. Pemilu presiden selalu ada di depan mata sehingga partai politik berusaha sebisa mungkin menjaga jarak dengan berbagai kebijakan presiden, yang mungkin baik, tetapi tidak populis.. Dampak multi partai di Indonesia dapat kita rasakan bersama, yaitu sulitnya Presiden untuk membuat keputusan berkaitan dengan masalah kehidupan berbangsa dan negara yang strategis meliputi aspek; politik, ekonomi, diplomasi dan militer. Bila kita mengamati secara fokus hubungan antara Eksekutif dan Legislatif, Presiden mengalamai resistansi karena peran Legislatif lebih dominan dalam sistem multi partai. Sebenarnya posisi Presiden RI sangat kuat karena presiden dipilih langsung oleh rakyat bukan dipilh oleh DPR. Tetapi dalam hal penerbitan dan pengesahan Perundang-undangan presiden perlu dukungan DPR. DPR yang merupakan lembaga negara, justru menjadi resistansi dalam sistem pemerintahan kita, karena mereka bias dengan kepentingan primordial masing-masing

    The impact of leprosy control. Epidemiological and modelling studies

    Get PDF

    PEMBENTUKAN UNDANG UNDANG CIPTA KERJA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP OTONOMI DAERAH

    Get PDF
    Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja merupakan suatu undang-undang yang dibentuk dengan metode omnibus law, dimana dapat merubah dan menghapus suatu ketentuan dari berbagai Peraturan Perundang-undangan dengan satu undang-undang. Metode omnibus law belum diatur secara jelas terkait mekanisme dan kejelasan dari kedudukanya sehingga indikasi dari berlakunya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipat Kerja dengan metode omnibus law dapat menabrak Hierarki Peraturan Perundang-undangan di indoneisa. Berdasarkan hal tersebut   muncul permasalahan apakah proses mekanisme  pembentukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja telah sesuai dengan   Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?  Bagaimana  Implikasinya terhadap Otonomi Daerah jika dihubungkan   dengan Pasal 18 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memberikan kewenangan kepada Pemerintahan Daerah untuk menjalankan urusan didaerah otonomnya dengan seluas-luasnya. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan pendekatan yiridis normatif, melalui studi dokumen, dimana penelitian menganilisis permasalahan yang terdapat dalam proses pembentukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pasal 18 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pembentukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja bertentangan dengan sistem peraturan perundang undangan yang berlaku di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangandan . Impilikasi dari berlakunya Undang-undang Nomor 11 Tentang Cipta Kerja terhadap jalanya otonomi daerah di Indonesia, adalah bahwa  Undang-undang ini telah mempersempit kewenangan daerah dalam menjalankan urusan pemerintahanya dan pengelolaan sumber daya yang potensial di daerah otonomnya, sehingga bertentangan dengan Pasal 18 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Tentang Pemerintahan Daera

    PENGAWASAN HAKIM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DIHUBUNGKAN DENGAN YUDISIAL REVIEW

    Get PDF
    Komisi yudisial merupakan salah satu struktur kekuasaan kehakiman di Indonesia yang dibentuk agar warga masyarakat diluar struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja dan kemungkinan pemberhentian hakim. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana Kewenangan Komisi Yudisial terhadap Pengawasan Hakim setelah Yudisial Riview Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial? Dan Bagaimana Sinergisitas Kewenangan Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung dalam Pengawasan Hakim Penelitian ini bersifat deskriptif analitis untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai permasalahan yang diteliti dihubungkan dengan Judicial review Undang-undang nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial mengenai pengawasan hakim. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu menitik beratkan pada data-data sekunder dan data tersier yang terkumpul berkaitan dengan masalah yang akan diteliti yang selanjutnya akan dianalisis secara yuridis kualitatif. Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mengamputasi kepengawasan Komisi Yudisial adalah sebuah keputusan yang melampaui batasan yang diminta atau ultra petita, putusan itu juga tidak dapat dipertanggung-jawabkan secara akademis. Hal itu bisa dilihat dari pernyataan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu sendiri yakni Jimly Asshiddiqie bahwa “keberadaan lembaga Komisi Yudisial ini dibentuk tersendiri di luar Mahkamah Agung, sehingga subjek yang diawasinya dapat diperluas ke semua hakim, termasuk hakim konstitusi dan hakim di seluruh Indonesia dan juga mengadakan perubahan dalam rangka sinergisitas atas UUKY, UUMA, UUMK, dan undang-undang lain yang terkait dengan sistem peradilan terpadu

    PEMBENTUKAN UNDANG UNDANG CIPTA KERJA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP OTONOMI DAERAH

    Get PDF
    Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja merupakan suatu undang-undang yang dibentuk dengan metode omnibus law, dimana dapat merubah dan menghapus suatu ketentuan dari berbagai Peraturan Perundang-undangan dengan satu undang-undang. Metode omnibus law belum diatur secara jelas terkait mekanisme dan kejelasan dari kedudukanya sehingga indikasi dari berlakunya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipat Kerja dengan metode omnibus law dapat menabrak Hierarki Peraturan Perundang-undangan di indoneisa. Berdasarkan hal tersebut   muncul permasalahan apakah proses mekanisme  pembentukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja telah sesuai dengan   Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?  Bagaimana  Implikasinya terhadap Otonomi Daerah jika dihubungkan   dengan Pasal 18 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memberikan kewenangan kepada Pemerintahan Daerah untuk menjalankan urusan didaerah otonomnya dengan seluas-luasnya. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan pendekatan yuridis normatif, melalui studi dokumen, dimana penelitian ini  menganilisis permasalahan yang terdapat dalam proses pembentukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pasal 18 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pembentukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja bertentangan dengan sistem peraturan perundang undangan yang berlaku di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Impilikasi dari berlakunya Undang-undang Nomor 11 Tentang Cipta Kerja terhadap jalanya otonomi daerah di Indonesia, adalah bahwa  Undang-undang ini telah mempersempit kewenangan daerah dalam menjalankan urusan pemerintahanya dan pengelolaan sumber daya yang potensial di daerah otonomnya, sehingga bertentangan dengan Pasal 18 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Tentang Pemerintahan Daerah

    PENERAPAN SISTEM PRESIDENSIAL DALAM DEMOKRASI MODERN

    Get PDF
    Sistem pemerintahan presidensial adalah suatu pemerintahan dimana kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat, dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan langsung parlemen. Problematika sistem presidensial pada umumnya terjadi ketika ia dikombinasikan dengan sistem multipartai, apalagi dengan tingkat fragmentasi dan polarisasi yang relatif tinggi. Presidensialisme dan sistem multipartai bukan hanya merupakan “kombinasi yang sulit”, melainkan juga membuka peluang terjadinya deadlock dalam relasi eksekutif dan legislatif yang kemudian berdampak pada instabilitas demokrasi presidensial. Sistem multipartai dewasa ini, ternyata gagal memberikan sumbangan kepada negara karena tidak mengkondisikan pembentukan kekuatan oposisi yang diperlukan untuk menopang rezim dan pemerintahan yang kuat, stabil, dan efektif secara demokratik. Bersamaan dengan itu, sistem multipartai tidak pula berfungsi untuk melandasi praktik politik check and balances, baik diantara lembaga negara maupun fraksi pemerintah dengan fraksi lainnya di lembaga perwakilan rakyat. Sistem presidensial yang berdasarkan sistem multipartai, bila tidak ada partai politik yang meraih suara mayoritas di parlemen, koalisi merupakan suatu yang tidak bisa dihindari. Ia bisa dikatakan sebagai suatu keniscayaan. Bila tidak, kemungkinan efektivitas pemerintahan akan terganggu. Karena itu, koalisi merupakan ”jalan penyelamat” bagi sistem pemerintahan presidensial yang menganut sistem multipartai. Koalisi pendukung presiden dalam sistem presidensialisme tidak stabil. Karena, pertama, koalisi pemerintahan dan elektoral sering berbeda. Dalam koalisi pemerintahan, parpol tidak bertanggung jawab menaikkan presiden dalam pemilu sehingga parpol cenderung meninggalkan presiden yang tidak lagi populer. Pemilu presiden selalu ada di depan mata sehingga partai politik berusaha sebisa mungkin menjaga jarak dengan berbagai kebijakan presiden, yang mungkin baik, tetapi tidak populis.. Dampak multi partai di Indonesia dapat kita rasakan bersama, yaitu sulitnya Presiden untuk membuat keputusan berkaitan dengan masalah kehidupan berbangsa dan negara yang strategis meliputi aspek; politik, ekonomi, diplomasi dan militer. Bila kita mengamati secara fokus hubungan antara Eksekutif dan Legislatif, Presiden mengalamai resistansi karena peran Legislatif lebih dominan dalam sistem multi partai. Sebenarnya posisi Presiden RI sangat kuat karena presiden dipilih langsung oleh rakyat bukan dipilh oleh DPR. Tetapi dalam hal penerbitan dan pengesahan perundang-undangan presiden perlu dukungan DPR. DPR yang merupakan lembaga negara, justru menjadi resistansi dalam sistem pemerintahan kita, karena mereka bias dengan kepentingan primordial masing-masing

    “HAIR IS IT, FOR AFRICANS:” African-Australian Hair Stories

    Get PDF
    This thesis examines the relationship African-Australian men and women have with their hair. Through open-ended interviews with seven African-Australian men and women, aged 22-63, this thesis analyses the cultural significance of hair and its methods of stylization in the African-Australian diaspora. Building upon empiricism and scholarship from the United States and Britain, this thesis broadens the debate by including the voices of African-Australians. It explores the highly ritualized modes of black hairstyling practices in Australia as intra-racially disciplined, managed and contained. I examine Afro-diasporic hair practices of weaving, braiding, and going ‘natural,’ through established frameworks that psychologise and depsychologise black hair practices. This thesis problematises academic and socio-cultural arguments that situate Afro-diasporic women who choose to process their hair as engaged in ‘inauthentic’ practices engendered by self-hatred, low self-esteem, and the desire to be white. I explore the gendered nature of Afro-diasporic hairstyling, and the significant burden of representation placed upon African-Australian girls and women to perform culture on behalf of the African-Australian diaspora. Finally, this thesis examines the industrial and personal economy of black hair as imbricated with the explicit and implicit labour of African-Australian identity

    The asymptotic regimes of tilted Bianchi II cosmologies

    Get PDF
    In this paper we give, for the first time, a complete description of the dynamics of tilted spatially homogeneous cosmologies of Bianchi type II. The source is assumed to be a perfect fluid with equation of state p=(γ1)μp = (\gamma -1) \mu, where γ\gamma is a constant. We show that unless the perfect fluid is stiff, the tilt destabilizes the Kasner solutions, leading to a Mixmaster-like initial singularity, with the tilt being dynamically significant. At late times the tilt becomes dynamically negligible unless the equation of state parameter satisfies γ>10/7\gamma > {10/7}. We also find that the tilt does not destabilize the flat FL model, with the result that the presence of tilt increases the likelihood of intermediate isotropization

    Perlindungan Hukum Terhadap Eksploitasi Anak Yang Berprofesi Artis Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

    Get PDF
    Anak merupakan generasi penerus bangsa dan penerus perjuangan pembangunan yang ada. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Kehadiran  pekerja  anak di  Indonesia  bukan  hal yang  baru, banyak  anak yang  menjadi  korban  eksploitasi  ekonomi  maupun  seksual  karena  adanya faktor  pendorong  yang mengharuskan anak melakukan  pekerjaan.  Begitu juga dengan anak yang berprofesi sebagai artis atau sering disebut artis cilik. Mempekerjakan anak tanpa memperhatikan hak-hak anak merupakan suatu hal yang melanggar hak asasi anak, karena eksploitasi pekerja anak selalu berdampak buruk terhadap perkembangan anak baik secara fisik, mental dan sosial anak. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Eksploitasi Anak yang Berprofesi Artis Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan serta Bagaimana Upaya Penanggulangan Pemerintah Terhadap Anak Profesi Artis Dari Tindakan Eksploitasi. Anak berprofesi artis sangat rentan terhadap praktik eksploitasi, maka anak berprofesi artis berhak dan harus dilindungi dari praktek kekerasan dan/atau dari bentuk eksploitasi, perlindungan hukum terhadap anak dengan memberi anak kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh, dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial. Anak mempunyai hak untuk berisitirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, berrekreasi berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. Pemerintah dalam hal upaya menaggulangi permasalahan anak melalui dinas terkait dimulai dari daerah-daerah melakukan pengawasan secara baik dan berlanjut, kemudian pemberian sanksi terhadap pelaku terkait harus lebih tegas. Pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat dan juga masyarakat dalam upaya menaggulangi tindakan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual
    corecore