20 research outputs found

    Situasi Malaria Jawa Timur 1989 - 2002

    Full text link
    Tulisan ini merupakan rangkuman dan analisa informasi/data yang telah dikumpulkan dalam pelaksanaan penelitian malaria oleh Puslitbang BMF dalam kurun waktu 1990-2002. Masalah malaria di Jawa Timur sangat rendah. API tahun 1989-2002 menyebar dari 0,07%o - 0,8%o dengan rata-rata sebesar 0,23%o. Tidak ada peningkatan API tajam seperti yang terjadi didaerah endemis malaria di Jawa pada umumnya pada tahun ¡973-1974 dan 1997-1998, tetapi peningkatan API yang mencapai 16 kali lipat dilaporkan pada tahun 2000, meningkat dari 0,05%o pada 1999, meningkat menjadi 0,8%c Dari data yang ada terlihat bahwa transmisi malaria di Jawa Timur terutama dilaporkan dari daerah pantai. Ada 17 dari 38 Kabupaten yang ada di Jawa Timur beresiko terjadi transmisi malaria, dan 8 dari yang beresiko terletak di daerah pantai selatan, 1 kabupaten di pantai utara dan hanya 7 lainnya di daerah non-pantai 9 kabupaten beresiko yang sejak tahun 1998-2002 melaporkan adanya desa HCI adalah Sumenep, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung dan Banyuwangi. Kasus import di Jawa Timur sangat mencolok. Kasus import tersebut mencapai 57,69 - 80,74% dari semua kasus yang terdokumentasi. Pada umumnya kasus yang dilaporkan adalah buruh musiman di perkebunan di Sumatra dan atau Kalimantan. P. vivax merupakan jenis yang dominan di 17 kabupaten yang berisiko dengan proporsi P. falciparum : P. vivax sebesar 1 : 3. Tersangka vektor di Kabupaten Sumenep adalah An. aconitus, An. sundaicus, dan An. subpictus, dan A n. maculatus. 3 jenis pertama juga dilaporkan di daerah pantai selatan yang berisiko. Secara umum musim vektor terutama terjadi pada musim kemarau. Puncak kepadatan An. subpictus adalah pada minggu pertama musim kering dan diikuti oleh An. sundaicus . Hal ini berkaitan dengan tingkat salinitas tempat perindukan yang disenangi. Untuk An. maculatus, puncak kepadatan juga terjadi pada musim kemarau. Tingginya proporsi P. vivax memberikan indikasi bahwa transmisi lokal malaria di Jawa Timur rendah dan atau strategi pengobatan masih efektif terutama untuk P. falciparum. Pengobatan yang efektif untuk malaria masih merupakan pilihan strategi yang tepat untuk pengendalian malaria di Jawa Timur. Untuk pengendalian tingginya kasus import yang dilaporkan di Jawa Timur dibutuhkan monitoring pergerakan penduduk yang baik dan terus menerus, sehingga pencegahan penyebaran dapat dilakukan tepat waktu. Untuk penemuan kasus dini dan pengobatan cepat, dapat dilakukan pengembangan peran serta masyarakat menggunakan metoda yang telah dikembangkan dan akan di-implementasikan di Purworejo

    Penentuan Vektor Malaria di Flores

    Full text link
    A field study on entomology has been conducted in 6 villages which were located in coastal and in-land areas of Sikka Regency of Central Flores since April 1990 - October 1991. The results of this study showed that the suspected malaria vectors in those areas were An. sundaicus, An. subpictus, An. barbirostris, An. aconitus and An. maculatus. Only 3 species were confirmed as vector using ELISA test, i.e. An. sundaicus, An. barbirostris and An. subpictus with sporosoite rates of 4.2%, 2.1% and 0.1% respectively. An. aconitus, a potential malaria vector in Java and in some onther places was not confirmed as vector in Flores yet. The 3 confirmed vectors were also found positive with sporozoites in West Flores and also found predominant in East Flores

    Uj1 Coba Dec-garam untuk Pemberantasan Filariasis di Jambi, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tengah

    Full text link
    UJ1 COBA DEC-GARAM UNTUK PEMBERANTASAN FILARIASIS DI JAMBI, KALIMANTAN SELATAN DAN SULAWESI TENGA

    Epidemic Malaria Among Transmigrants in Irian Jaya

    Full text link
    Malaria merupakan masalah kesehatan yang penting untuk masyarakat transmigrasi di daerah endemisitas malaria tinggi seperti Irian Jaya. Di Arso, epidemi malaria timbul setelah dua sampai enam bulan sesudah tibanya transmigran baru. Dalam tiga bulan angka parasitemia bisa mencapai 70% dan hampir 10% dari transmigran mendapat malaria berat yang membutuhkan rujukan ke rumah sakit dalam enam bulan p< rtama. Usaha penanggulangan malaria di daerah seperti Arso menghadapi berbagai tantangan dan hambatan karena tingginya derajat resistensi parasit terhadap klorokuin, fasilitas dan kemampuan untuk diagnostik yang terbatas, sulitnya pengendalian vektor (An. punctulatus group) dan tidak adanya strategi untuk menghilangkan sumber infeksi yang asimptomatik. Berbagai USAha yang dapat mengurangi risiko epidemi malaria di daerah transmigrasi Irian Jaya ialah antara lain pemberian profilaksis selama tiga bulan (selain klorokuin perlu dipertimbangkan pemberian primakuin bagi transmigran yang tidak hamil dan tidak menderita defisiensi G-6-PD), peningkatan fasilitas diagnostik dan pengobatan/termasuk rujukan untuk kasus malaria berat), pemakaian kelambu; penemuan kasus aktif untuk menghilangkan gametocytemia yang asimptomatik (selama enam bulan) serta penyuluhan dan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan malaria (termasuk pembinaan kader kesehatan). Untuk melaksanakan kegiatan tersebut di atas perlu disediakan tenaga dan sumber dana yang khusus

    20 Years of Progress in Intestinal Parasitic Diseases Research

    Full text link
    Since 1968 investigators from U.S. Naval Medical Research Unit No. 2 Detachment (NAMRU-2) and the National Institute of Health Research and Development (NIHRD) have conducted parasitological/biomedical surveys in every major island in the Indonesian archipelago. Even smaller islands such as Nasi and Beras off of Sumatra and Beeuw off of Irian Jaya are represented in these studies. These activities were aimed to update and provide new information on the prevalence and distribution of intestinal parasites as well as other infectious agents. These surveys were done in collaboration with the Directorate General of Communicable Disease Control and Environmental Health (CDC&EH), universities and other health institutions such as the Indonesian Armed Forces Health Services, Provincial Health Services, and others. Stool specimens, blood smears, and venous blood examined in these studies showed that most of the population surveyed were infected with one to 7 different species of parasites. Between 50% to 95% of the population had multiple infections

    Soil-transmitted Helminthic Infection Among People of Different Socio-economic Level (the Prevalence and Intensity of Infection)

    Full text link
    Penyelidikan tentang prevalensi dan intensitas dari "Soil transmitted helminthic infection" pada tiga golongan penduduk dengan perbedaan tingkat ekonomi-sosial telah dilakukan di Mundu, Cirebon, Jawa Barat. Dimulai dari penduduk dengan golongan ekonomi-sosial yang relatif terbaik sampai yang terburuk, maka prevalensi untuk Ascaris lumbricoides adalah: 31,5 persen, 59,0 persen dan 80,0 persen; Trichuris trichiura: 43,8 persen, 74,9 persen dan 98,5 persen; cacing tambang 21,7 persen, 44,1 persen dan 81,5 persen, sedang Stronglyloides stercoralis ditemukan hanya 0 persen, 0 persen dan 5.1 persen. Intensitas infeksi dari A. lumbricoides menunjukkan angka-angka: 8935, 18514 dan 20581; T. trichiura; 348,993 dan 2225 dan pada cacing tambang 407,677 dan 1461 telur per satu gram tinya. A. lumbricoides dan T. trichiura menunjukkan prevalensi maupun intensitas yang lebih tinggi pada wanita, sedang cacing tambang baik prevalensi maupun intensitasnya adalah lebih tinggi pada pria. Berdasarkan pembagian menurut umur, maka prevalensi dan intensitas A. lumbricoides dan T. trichiura didapatkan tertinggi pada umur-umur dibawah 14 tahun, sedang cacing tambang pada umur lebih tinggi dari 15 tahun

    Ecology And Infection Rates Of Natural Vectors Of Filariasis In Tanah Intan, South Kalimantan (Borneo), Indonesia

    Full text link
    Data ekologi nyamuk vektor dan tingkat infeksi filaría secara alami dan secara buatan telah diperoleh dari perkebunan karet di Kalimantan Selatan, Indonesia. Berbagai macam cara penangkapan dalam kondisi ekologi yang berbeda telah dipakai dalam pengumpulan 51 jenis nyamuk (N = 95.735). Pembedahan nyamuk, infeksi buatan dan identifikasi larva filaría mengikuti prosedur dan kunci yang sudah baku. Infeksi filaría Brugia, Breinlia dan Cardiofílaria secara alami ditemukan pada nyamuk Coquillettidia crassipes. Dari penelitian ini dapat dijelaskan hasil infeksi buatan, kepadatan populasi nyamuk secara musiman dan perbandingan cara penangkapan nyamuk
    corecore