54 research outputs found

    Kebijakan Perdagangan Internasional Komoditas Pertanian Indonesia

    Full text link

    Dampak Deregulasi Gula terhadap Penerimaan Petani Tebu

    Full text link
    EnglishSugar deregulation carried out by the government through INPRES No. 5, 1998 has liberated farmers from compulsory of cane planting. Formerly, the input of sugar raw materials to the factory was assured by the compulsory cane rotation planting by the farmers. Following deregulation, the compulsory planting was abolished. To fulfill the raw material needs, the factory was urged to offer more advantageous sharing system pattern and price level to the farmers. Alternatively that could be done is through sugar agribusiness unit development with vertical coordination where sugar factory as the initiator, motivator and coordinator. By doing so, the role of the government is limited on the effort of preventing a monopsonistic practices that might take place. IndonesianDeregulasi gula yang dilakukan pemerintah melalui Inpres No. 5 tahun 1998 telah membebaskan petani dari kewajiban menanam tebu. Bila sebelum deregulasi pasokan bahan baku pabrik gula dijamin melalui kewajiban penanaman tebu secara bergilir oleh petani, maka setelah adanya deregulasi kewajiban tersebut di hapuskan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya, pabrik gula saat ini dituntut menawarkan pola bagi hasil dan tingkat harga yang lebih menguntungkan petani di bandingkan pengusahaan tanaman pangan. Alternatif yang dapat ditempuh adalah pengembangan Unit Agribisnis Gula (UAG) dengan pola koordinasi vertikal, di mana pabrik gula bertindak sebagai inisiator, motifator dan koordinator. Di sini peran pemerintah dibatasi pada upaya untuk mencegah praktek-praktek monopsonistik yang mungkin terjad

    DOCUMENTATION OF THE DOCUMENTATIONS OF THE KING OF THE KINGS

    Get PDF
    Documentations made by Dariush I, King of the Kings, the great emperor of Persia (500 BC) are the largest inscriptions in the world including 1200 lines of about 2 meters length. These inscriptions written in Old Persian, that were simultaneously translated into Elamite and Babylonian, narrate the victories of Dariush over the rebellious rulers of the kingdom. This magnificent monument is carved on the stone wall of the holy mount of Bisotun in the western part of Iran. The monument was made at a height of about 80 meters above the road which made it almost impossible for anybody to get access to it. There has been a tendency since 450 years ago to decode these texts and record the relieves. In 1834, Rawlinson, hanging himself form the top of the mount, attempted to make a hand-recording and decoding of the entire monument which lasted 20 years. He could finally decode the old Persian language for the first time. Following this work, Thompson and Cameron tried to perform some restoration and correction works by means of photography and moulding. The new stage of this documentation process is the photogrammetric technique. For a long time, the photogrammetric documentation of this valuable and unique monument was investigated and desired by the authorities of the Iranian Organization of Cultural Heritage, but the dangerous situation of this monument that made the geodetic and photogrammetric operation very difficult, was a major reason for Iranian and foreign companies to not accept the photogrammetric documentation of this monument. This paper gives a scientific report on how this great job of “ Documentation “ was done within an academic project. All relieves, more than 120000 elements of the inscriptions and the surrounding objects and area were photogrammetrically documented and recorded with a precision of about 1 mm

    Upaya Perbaikan Kualitas Bahan Olah Karet Rakyat

    Get PDF
    EnglishNowadays, free trade mechanism will be continously implemented. Regarding those conditions, the increasing export of manufacture rubber comodities can be reach, only if they have a comparative and a competitive advantage than other exporting countries. These efforts must begin with the improvement quality of rubber raw materials at farm level by removing five main inhibiting factors such as: (1) farmers group doesn't play a role as a bussiness unit (2) the demand of quality materials of crumb rubber industry is very low; (3) the dominant of trades in the marketing of raw rubber materials; (4) there is no advantageous partnership pattern, and, (5) the mechanism of attractive differential price for better quality not available for unsmoked sheet and slice slap. IndonesianDalam era perdagangan bebas yang akan terus bergulir, peningkatan ekspor produk karet olahan hanya dapat ditempuh bila memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dari negara pesaing. Upaya kearah itu harus dimulai dari perbaikan kualitas bokar di tingkat petani, dengan menghilangkan lima faktor penghambat utama yaitu: (1) belum berperannya kelompok tani sebagai unit bisnis, (2) permintaan bahan baku inustri karet remah yang masih berorientasi kepada bokar berkualitas rendah, (3) dominasi pedagang dalam pemasaran bokar, dan (4) belum adanya pola kemitraan yang saling menguntungkan, (5) belum terlaksananya penentuan harga sesuai kualitas yang menarik bagi produk sheet angin dan slab giling

    Pemasaran Cabai dan Bawang Merah (sebuah Studi di Daerah Sistem Sorjan)

    Full text link
    IndonesianPemasaran kerap kali menjadi masalah utama dalam pengembangan produk pertanian terutama komoditi yang tidak tahan lama seperti sayuran. Oleh karenanya dalam rangka pengembangan pola tanam di mana sayuran akan menjadi salah satu komponennya penelitian pemasaran dipandang perlu diadakan sebagai suplemen terhadap penelitian teknis agronomis dan USAhatani. Dengan metoda survey kasus pemasaran cabai dan bawang merah di daerah sorjan ini diteliti. Data dianalisa dalam lingkup saluran tataniaga, fungsi tataniaga dan marjin pemasaran. Saluran utama pemasaran cabai bermula dari petani menjual produk ini ke pedagang pengumpul, diteruskan ke pedagang lokal kecamatan dan akhirnya kepada pedagang besar di Yogyakarta, Bandung dan Jakarta dan konsumen di kota-kota tersebut setelah melalui pengecer. Cabang utama lain dari pedagang kecamatan meneruskan ke pengusaha pengeringan di Kutoarjo. Melalui perantara dari pengusaha pengeringan diteruskan ke eksportir di Semarang. Saluran utama pemasaran bawang merah lebih sederhana: petani, pedagang pengumpul desa, pedagang lokal kecamatan, pedagang besar di Yogya, Bandung, Jakarta, Purwokerto dan konsumen di kota-kota tersebut setelah melalui pengecer. Tidak ada cabang ke saluran ekspor. Dari analisis fungsi pemasaran komoditi cabai maka fungsi tukar menukar berjalan lancar, ditandai dengan lebih dari 70 persen selalu tunai Artinya maksimum 30 persen kasus dibayar kemudian. Hal ini karena didukung oleh 68 persen modal adalah milik sendiri dan kurang lebih 30 persen modal berasal dari pinjaman dari candak-kulak atau pedagang. Kegiatan fungsi fisik lainnya belum berarti kecuali pada lembaga pemasaran yang telah jauh dari lokasi produksi dan makin besar volume komoditi yang dipasarkan seperti pengeringan di Kutoarjo. Dari komoditi bawang merah maka gradasi kualitas telah ada dalam transaksi terutama antara petani kepada pedagang pengumpul desa. Faktor kualitas dan kepada siapa bawang akan dijual kemudian oleh pedagang pengumpul menentukan fungsi tukar menukar. Kualitas bawang kering tak berdaun merupakan yang paling baik sehingga menyebabkan pedagang dengan senang hati melakukan transaksi tunai (lebih 90 persen) tanpa banyak terpengaruh oleh rantai selanjutnya. Tetapi untuk bawang kering berdaun dan basah berdaun pedagang pengumpul desa yang menjual ke pedagang lokal kecamatan hanya membayar dulu 50 dan 37 persennya. Sedangkan untuk pedagang pengumpul yang akan menjual di Purworejo untuk kedua kualitas tersebut membayar dulu 70 dan 50 persen. Faktor kualitas juga sangat mempengaruhi distribusi spasial komoditi bawang merah. Analisis marjin memberikan gambaran bahwa untuk komoditi cabai besar dengan tingkat harga eceran di Yogyakarta petani memperoleh 77 persennya sedang untuk cabai kecil hanya 58 persen. Untuk komoditi bawang merah kering tak berdaun dengan tingkat harga eceran di Yogyakarta juga petani mendapat 71 persen. Kelihatannya komoditi bawang merah dengan kualitas yang tepat (kering tanpa daun) dan cabai besar sudah memperoleh saluran pemasaran yang balk

    Struktur dan Integrasi Pasar Ekspor Lada Hitam dan Lada Putih di Daerah Produksi Utama

    Full text link
    Pepper agribusiness in Indonesia has contributed to farmer\u27s incomegeneration and national foreign exchange earnings. Most pepper exportdestination is Singapore or United States of America. Annual growth rate ofpepper export value during 1989-1998 was 9.0%, although there was adecrease in 2001. The objective of the study is to identify pepper marketstructure and integration in Indonesia. Selected study sites are main productioncenters which are Lampung Province for black pepper and Bangka-BelitungPropince for white pepper. Various primary and secondary data had beencollected from various sources. An analysis model of market integration ofmodified Ravallion Model (1986) was applied. The result shows that blackpepper farm gate price is not integrated with exporter\u27s gate price, while theexporter\u27s gate price and the world\u27s price is weakly integrated. In addition,white pepper farm gate price is integrated very weakly with exporter\u27s gateprice; in contrast the exporter\u27s gate price is strongly integrated with the world\u27spepper price. This strong integration reflects that domestic price movement isheavily affected by International price fluctuation. This indicates that peppercommodity development should take efficiency and world marketcompetitiveness into consideration
    • …
    corecore