1 research outputs found
Kedudukan Kejaksaan dalam Menyelesaikan Kasus Tindak Pidana Korupsi Pasca Terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi
Prostitusi dikategorikan sebagai penyakit masyarakat, yang sulit di tumpas, sulit diobati, demikianlah penenpatan Korupsi yang di-ibaratkan sebagai penyakit yang sudah menyebar sangat luar biasa. Fenomena korupsi ini adalah sebuah hal yang perlu mendapat perhatian serius dalam penangannya. Tindak pidana korupsi merugikan keuangan negara karena merongrong dan menggerogoti keuangan negara sebagai sumber daya pembangunan, membahayakan stabilitas ekonomi, dan politik negara yang akan menghambat pembangunan dan merampas hak rakyat. Oleh sebab itu pemerintah sebagai penyelenggara negara harus se-segera mungkin menuntaskan masalah korupsi dengan mengedepankan kepentingan masyarakat dan bangsa. Dari hasil paparan di atas, yang menjadi permasalahan yakni bagaimanakah dasar pengaturan hukum mengenai kewenangan Kejaksaan dalam menangani Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dan bagaimana kedudukan Kejaksaan dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi setelah terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan, yaitu menggali dari sumber-sumber bahan penelitian dalam penulisan yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tugas dan kewenangan Kejaksaan diatur dalam hukum acara pidana, yaitu Undang-undang No. 08 Tahun 1981 tentang KUHAP sementara dalam kaitannya dengan kelembagaannya sendiri diatur dalam Undang-undang No. 05 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 sebagai produk reformasi telah memberi nuansa baru bagi kemandirian lembaga kejaksaan ini.Dalam sistem peradilan pidana Indonesia, kedudukan Kejaksaan memiliki peran sentral. Hal ini tidak terlepas dari kewenangan yang dimiliki kejaksaan dalam hal menentukan apakah suatu perkara dapat atau tidak diajukan kemuka persidangan. Kekuasaan untuk menentukan apakah suatu perkara dapat diteruskan atau tidak kepersidangan berdasarkan alat bukti yang sah. Berdasarkan hal tersebut sejatinya kejaksaan dalam proses penyelidikan dan penyidikan suatu perkara sudah harus terlibat, jadi tidak hanya sebatas berkas perkara yang dikirimkan oleh penyidik Polri untuk diteliti oleh Jaksa. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa Kejaksaan memiliki kewenangan dalam menangani Tindak Pidana Korupsi di Indonesia berdasarkan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 penyidikan, penuntutan dan pemeriksaandisidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkanhukum Acara Pidana (KUHAP). Bahwa setelah terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan tetap memiliki yurisdiksi dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam hal ini didasarkan pada posisi sentral dari kejaksaan dalam hal menentukan apakah suatu perkara dapat atau tidakdiajukan kemuka persidangan