12 research outputs found

    ANALISIS STRUKTUR SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANO KOMPOSIT DENGAN DIFRAKSI SINAR-X

    Get PDF
    ANALISIS STRUKTUR SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANO KOMPOSIT DENGAN DIFRAKSI SINAR-X. Kulit rotan merupakan salah satu limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat untuk bionano komposit. Untuk menghasilkan bionanokomposit berbasis nanopartikel selulosa kulit rotan yang ringan, kuat, ulet, ramah lingkungan dan eksplorasi sumber daya alam dalam negeri diperlukan pengembangan metode baru sebagai solusi teknik yang mengedepankan kemampuan sistem yaitu nanoteknologi. Tujuan penelitian ini adalah analisis struktur kristal menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan ukuran partikel dengan Particle Size Analyzer (PSA) nanopartikel selulosa kulit rotan (SKR) hasil ultrasonikasi yang akan digunakan sebagai filler pada bionanokomposit menggunakan injection moulding. SKR dibuat dengan sistem mekanik (pen disk milling dan elektromagnetik shaker) dalam ukuran 75 μm, dipanaskan 100 oC dan stirer 200 rpm selama 2 jam, dilanjutkan ultrasonikasi pada 20 kHz, dengan variasi waktu 1 jam, 2 jamdan 3 jam. Hasil pengujian PSA menunjukkan ukuran partikel diameter 146,3 nm(number distribution 32%) untuk waktu ultrasonikasi 3 jam. Sementara itu analisis struktur kristal menunjukkan bahwa SKR berstruktur kristal monoklinik berfasa -selulosa. Apparent Crystal Size (ACS) dan micro strain (η) nanopartikel SKR adalah ACS = 151,95 dan η = 0,0001. Pemberian nanopartikel SKR pada matriks polipropilen (PP) menggunakan injection mouding menghasilkan sifat mekanik (impact dan hardness) bionanokomposit lebih baik dari pembandingnya yaitu komposit sintetik berfiber glass

    Analysis of Structure Cellulose Rattan Biomassas Bionanocomposite Filler by Using X-ray Diffraction

    Full text link
    Rattan biomass is one of the agricultural waste that can be used as a source of fiber for bionanocomposites. To produce bionanocomposite reinforcement for nanocellulose rattan biomass that is low density, good mechanical properties, natural resources and renewable resources needs a new method of development nanotechnology. The purpose of this study is the characterization of X-Ray Diffraction (XRD) and Particle Size analyzer (PSA) cellulose nanorattan biomass were used for reinforcement of polypropylene matrix using injection molding. Cellulose is made of rattan biomass with mechanical systems (pen disk milling and shakers) in size 75 μm was heated at 100 °C and stirred at 300 rpm for 2 hours, then ultrasonicated at f = 20 kHz, with time variation of 1, 2 and 3 hours. PSA test results particle size of 146.3 nm (number distribution 32%) at t = 3 hours. Meanwhile, the Apparent Crystal Size (ACS) and micro strain (η) using XRD showed cellulose nanoparticles rattan biomass has crystal structure with ACS = 151.95 and η = 0.0001. Nanoparticle cellulose were used as reinforcement of polypropylene (PP) matrix which show better mechanical properties (impact and hardness) than its counterpart i.e. fiber glass reinforced composite

    KEMUNGKINAN PENGGUNAAN NANO KARBON DARI LIGNOSELULOSA SEBAGAI BIOSENSOR

    Get PDF
    Nano teknologi di bidang hasil hutan yang dapat dikembangkan di antaranya adalah nano karbon dari lignoselulosa. Bahan baku utamanya adalah atom karbon yang berasal dari arang hasil karbonisasi lignoselulosa. Bahan baku yang digunakan adalah jati yang dikarbonisasi pada suhu 400-500 °C, arang yang dihasilkan kemudian dilanjutkan dengan diaktivasi pada suhu 800 °C selama 60 menit dengan uap air dan kalium hidroksida (KOH) 15% sebagai aktivator. Proses selanjutnya dilakukan interkalasi dengan logam nikel dan di karbonisasi lagi pada suhu 900 °C selama 60 menit. Kualitas dan struktur karbon dievalusi menggunakan Pirolisis-gas kromatografi mass spectrofotometri (Py-GCMS), skening electron mikroskop-energi diperse spektrofotometer (SEM-EDS), X-ray difraktometer (X-RD). Arang aktif yang dihasilkan juga di uji sifat fisika dan kimianya. Biosensor dibuat dengan sistem moleculary imprinted polimer (MIP) berbasis elektroda pasta karbon dan optimasinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nano karbon dari lignoselulosa dapat dibuat biosensor dengan sistem moleculary imprinted polimer (MIP). Formula optimum yang  dihasilkan terdiri dari campuran 15% MIP, 45% karbon dan 40% parafin yang menghasilkan faktor nernst sebesar 49,7 mV/dekade dan  limit deteksi sebesar 1,02 x 10-6 M pada pH optimum 4

    Kemungkinan Penggunaan Nano Karbon Dari Lignoselulosa Sebagai Biosensor

    Full text link
    Nano teknologi di bidang hasil hutan yang dapat dikembangkan di antaranya adalah nano karbon dari lignoselulosa. Bahan baku utamanya adalah atom karbon yang berasal dari arang hasil karbonisasi lignoselulosa. Bahan baku yang digunakan adalah jati yang dikarbonisasi pada suhu 400-500 °C, arang yang dihasilkan kemudian dilanjutkan dengan diaktivasi pada suhu 800 °C selama 60 menit dengan uap air dan kalium hidroksida (KOH) 15% sebagai aktivator. Proses selanjutnya dilakukan interkalasi dengan logam nikel dan di karbonisasi lagi pada suhu 900 °C selama 60 menit. Kualitas dan struktur karbon dievalusi menggunakan Pirolisis-gas kromatografi mass spectrofotometri (Py-GCMS), skening electron mikroskop-energi diperse spektrofotometer (SEM-EDS), X-ray difraktometer (X-RD). Arang aktif yang dihasilkan juga di uji sifat fisika dan kimianya. Biosensor dibuat dengan sistem moleculary imprinted polimer (MIP) berbasis elektroda pasta karbon dan optimasinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nano karbon dari lignoselulosa dapat dibuat biosensor dengan sistem moleculary imprinted polimer (MIP). Formula optimum yang dihasilkan terdiri dari campuran 15% MIP, 45% karbon dan 40% parafin yang menghasilkan faktor nernst sebesar 49,7 mV/dekade dan limit deteksi sebesar 1,02 x 10-6 M pada pH optimum 4

    KARAKTERISASI SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI MATERIAL PENGGANTI FIBER GLASS PADA KOMPOSIT

    Get PDF
    Abundant of natural resources in Indonesia give advent to the development of Biocomposite technology. Furthermore, agricultural wastes as one typical sources of bio-composite are available everywhere in Indonesia. Rotan-bark is one kind of agriculture waste that can be use as main input for bio-composite. This research deals with characterisation of cellulose content from rotan-bark as substitute for fibber glass as filler in composite. Cellulose from Rotan-bark made in long and short fibbers by means of fermentation. In this case, aspergillus niger is used as fermentation agent. Rotan type, Rotan mass, and temperature are maintained constant during the treatment. Variable of fermentation time ( tF ) and fungi-volume ( Vf) are varied. Fermentationtime range from: 4,5,6,8 to 10 days. Extraction of rotan-bark-cellulose by means of fermentation developed specific enzyme. This enzyme can break-down the filament of non-cellulose plant. Then this enzyme can separated fibber component from: parenchyma, xylem and epidermis at weight density = 0,58 and optimal efficiency up to 60,8% at tF = 8 days ; Vf = 15 ml. X-Furthermore, XRay Diffraction (XRD) shows the crystallized structure obtained from rotan-bark cellulose at Apparent Crystal Size (ACS) = 29130,42 nm and η (inhomogeneous mechanical micro strain) = 0,94 x 10-3 . Characterization by means of SEM-EDS shows rotan-bark cellulose composed from : C = 47,5 % massa, O = 46 % massa and mineral. The result is close to recommended fibber glass composition for industrial application. Keywords : fibber glass, extraction, celulosa, bio-composite, aspergilus nige

    Characterization of Lignocellulosic Biomass as Raw Material for the Production of Porous Carbon-based Materials

    No full text
    Lignocellulosic biomass is a potential raw material that can be used in the synthesis (manufacture) of porous carbon stuffs. The properties of such porous carbon products are affected by the species of the raw material and the manufacturing process, among other things. This paper scrutinizes the related characteristics of lignocellulosic raw materials that indicate potential for the production of porous carbon. Three species were used: pine (Pinus merkusii) wood, mangium (Acacia mangium) wood, and candlenut (Aleurites moluccana) shells, representing softwoods, hardwoods, and non-wood stuffs, respectively. Analyses of their chemical compounds and proximate contents were carried out. Additionally, nano scale scrutiny of the lignocellulosic biomass was also conducted using the nano capable instruments, which consisted of SEM, EDS, XRD, FTIR, and DSC. Results revealed that pine wood had the most potential to produce porous carbon. Morphologically, pine wood afforded the best permeability, whereby at the structure of monoclinic cellulose crystals, there were cellulose-I(alpha) structures, which contained less cellulose-I(beta) structures. Furthermore, pine wood exhibited greater volatile matter content, as confirmed through the FTIR, which greatly assisted the forming of porosity inside its corresponding carbon

    KAJIAN STRUKTUR ARANG-PIROLISIS, ARANG-HIDRO DAN KARBON AKTIF DARI KAYU Acacia mangium Willd. MENGGUNAKAN DIFRAKSI SINAR-X

    No full text
    Kegunaan karbon aktif sangat luas dan penting untuk beragam aplikasi. Arang-hidro dari biomassa yang dibuat melalui proses karbonisasi hidrotermal merupakan prekursor alternatif terhadap prekursor konvensional untuk pembuatan karbon aktif yang selama ini banyak menggunakan arang dari proses pirolisis (prekursor konvensional). Tulisan ini menganalisa struktur kristalin arang-pirolisis dan arang-hidro suhu 200 ?C dan 300 ?C serta produk karbon aktif menggunakan difraksi sinar-X (XRD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks kematangan dan tingkat aromatisasi karbon dari prekursor (baik konvensional atau alternatif) meningkat setelah diaktivasi; jarak antar lapisan graphene (d002) semakin kecil, sementara itu derajat kristalinitas, jumlah, tinggi dan lebar lapisan aromatik semakin besar. Arang-hidro memiliki derajat kristalinitas, indeks kematangan dan tingkat aromatisasi lebih rendah dari arang pirolisis suhu 300?C dengan kandungan bahan mudah menguap lebih tinggi. Keduanya telah membentuk struktur karbon bersifat amorf. Karbon aktif dari arang-hidro suhu 300?C menghasilkan daya jerap iodin tertinggi. Analisis XRD terhadap arang-pirolisis dan arang-hidro suhu rendah dapat memprediksi porositas karbon aktif yang dihasilkan

    KARAKTERISASI STRUKTUR NANO KARBON DARI LIGNOSELLULOSA

    No full text
    Perkembangan ilmu pengetahuan abad ini dan yang akan datang sudah memasuki teknologi nano. Di bidang hasil hutan, teknologi nano yang dapat dikembangkan di antaranya adalah nano karbon dari bahan berlignoselulosa. Tujuan penelitian ini adalah menyediakan informasi dan teknologi pengolahan arang sebagai bahan baku nano karbon dari bahan lignoselulosa. Bahan baku lignoselulosa yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu jati, dan bambu yang dikarbonisasi pada suhu 400-500°C menggunakan kiln drum, arang yang dihasilkan dimurnikan dengan jalan dipanaskan pada suhu 800°C selama 60 menit yang sebelumnya didoping dengan logam Zn, Ni dan Cu. selanjutnya dihaluskan menggunakan high energy mechanic (HEM) selama 48 jam. Arang dengan kristalinitas tinggi disintering menggunakan spark plasma pada suhu 1.300°C. Karbon yang dihasilkan diuji sktuktur dan sifatnya menggunakan Py-GCMS, SEM-EDX, XRD,dan sifat elektrik. Hasil penelitian menunjukkan struktur karbon yang terbaik dihasilkan dari arang jati yang dikarbonisasi pada suhu 800°C yang didoping dengan atom Ni pada perbandingan 1:5 yang menghasilkan derajat kristalinitas sebesar 78,98% resistensi (R) 0,17Ω, konduktivitas 175,52 Ω-1m-1. Kualitas nano karbon setelah disintering derajat kristalinitasnya menjadi 81,87%, resistensi (R) 0,01Ω, dan konduktivitasnya sebesar 1067,26 Ω-1m-1. Nano karbon yang dihasilkan dapat dibuat sebagai biosensor, biobatere dan bioelektroda. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut

    POTENSI STRUKTUR NANO KARBON DARI LIGNOSELLULOSA

    No full text
    Penelitian nano teknologi dalam ranah hasil hutan dapat dieksploitasi dari lignoselulosa menjadi nano karbon. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan struktur nano karbon yang potensial sebagai material bioenergi atau biosensor. Kayu jati dan bambu dikarbonisasi pada suhu 400-500oC, arang yang dihasilkan diaktivasi secara kimia dan fisika pada suhu 800oC selama 60 menit. Dari proses ini dihasilkan arang dengan derajat kristalinitas dan luas permukaan tinggi. Setelah pemurnian dan aktivasi, arang aktif yang dihasilkan dimasukkan logam Ni dan Zn yang kemudian dipanaskan secara vakum mengunakan spark plasma pada suhu 1300oC. Karbon yang dihasilkan diuji struktur dan sifatnya menggunakan perangkat Pyrolysis Gas Chromatography Mass Spectrometer, Scanning Electron Microscope-Energy Diffraction Xray Spectrometer, X-ray Diffractometer, I-V meter dan potensiometer. Hasil penelitian menunjukkan arang aktif terbaik dihasilkan dari aktivasi kimia-fisik (KOH uap air) menghasilkan kadar karbon 84,29%; luas permukaan 850,5 m2/g, derajat kristalinitas 38,99% dan hambatan sebesar 0,10. Sifat arang aktif kayu jati yang dimasukkan logam Ni dengan perbandingan 1:5 menghasilkan sifat terbaik dengan derajat kristalinitas 73,45% dan konduktivitas sebesar 433,86 S/m. Arang aktif jati hasil pemanasan vakum menghasilkan derajat kristalinitas sebesar 78,29% dengan pola I-V meter berbentuk sigmoid dan respon potensiometer berbentuk slope mendekati faktor Nerst. Nano karbon dari lignoselulosa kayu jati yang dihasilkan bersifat semikonduktor dan lebih sesuai digunakan sebagai biosensor

    Potensi Struktur Nano Karbon Dari Lignosellulosa

    Full text link
    Penelitian nano teknologi dalam ranah hasil hutan dapat dieksploitasi dari lignoselulosa menjadi nano karbon. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan struktur nano karbon yang potensial sebagai material bioenergi atau biosensor. Kayu jati dan bambu dikarbonisasi pada suhu 400-500oC, arang yang dihasilkan diaktivasi secara kimia dan fisika pada suhu 800oC selama 60 menit. Dari proses ini dihasilkan arang dengan derajat kristalinitas dan luas permukaan tinggi. Setelah pemurnian dan aktivasi, arang aktif yang dihasilkan dimasukkan logam Ni dan Zn yang kemudian dipanaskan secara vakum mengunakan spark plasma pada suhu 1300oC. Karbon yang dihasilkan diuji struktur dan sifatnya menggunakan perangkat Pyrolysis Gas Chromatography Mass Spectrometer, Scanning Electron Microscope-Energy Diffraction Xray Spectrometer, X-ray Diffractometer, I-V meter dan potensiometer. Hasil penelitian menunjukkan arang aktif terbaik dihasilkan dari aktivasi kimia-fisik (KOH uap air) menghasilkan kadar karbon 84,29%; luas permukaan 850,5 m2/g, derajat kristalinitas 38,99% dan hambatan sebesar 0,10. Sifat arang aktif kayu jati yang dimasukkan logam Ni dengan perbandingan 1:5 menghasilkan sifat terbaik dengan derajat kristalinitas 73,45% dan konduktivitas sebesar 433,86 S/m. Arang aktif jati hasil pemanasan vakum menghasilkan derajat kristalinitas sebesar 78,29% dengan pola I-V meter berbentuk sigmoid dan respon potensiometer berbentuk slope mendekati faktor Nerst. Nano karbon dari lignoselulosa kayu jati yang dihasilkan bersifat semikonduktor dan lebih sesuai digunakan sebagai biosensor
    corecore