11 research outputs found

    Penyebaran Karat Daun Olivea Tectonae (Uredinales) Pada Tectona Grandis Di Jawa Dan Sumatera

    Full text link
    Jati (Tectona grandis) merupakan tanaman hutan yang mempunyai nilai komersial tinggi, sehingga jati dibudidayakan di banyak tempat di Indonesia. Beberapa contoh daun jati yang dikumpulkan dari berbagai lokasi di Pulau Jawa dan Sumatera menunjukkan gejala terserang cendawan karat. Kegiatan ini bertujuan mengidentifikasi cendawan karat dan memetakan penyebarannya. Identifikasi dilakukan dengan mengamati struktur morfologi cendawan, menentukan stadianya dan mengukur karakteristik morfologinya, antara lain: uredinia, urediniospora, dan paraphysis di bawah mikroskop cahaya. Hasil identifikasi menunjukkan Olivea tectonae sebagai cendawan karat penyebabnya bercak daun jati. Stadia yang didapat adalah uredinia, sedang stadia lainnya tidak ditemukan. O. tectonae ditemukan dari semua contoh daun yang diamati yang dikumpulkan dari empat provinsi, yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung

    Virulensi Phytophthora Capsici Asal Lada terhadap Piper Spp.

    Full text link
    Lada telah dibudidayakan secara luas di Indonesia dan sebagian besar diusahakan oleh petani bermodal kecil. Salah satu kendala dalam budi daya lada di Indonesia ialah penyakit busuk pangkal batang lada yang disebabkan oleh Phytophthora capsici. Salah satu USAha pengendalian yang dianggap efektif ialah menggunakan varietas tahan, tetapi keragaman genetik lada budi daya sempit. Hal ini merupakan kendala dalam program perbaikan varietas. Untuk itu perlu dicari sumber gen ketahanan dari spesies lainnya, yaitu Piper betle, P. colubrinum, P. cubeba, P. hispidum, dan P. retrofractum; sedang P. nigrum digunakan sebagai pembanding. Inokulasi dilakukan dengan cara meletakkan potongan hifa P. capsici pada permukaan bawah daun ketiga dan keempat dari masing-masing Piper spp. Sebanyak 50 isolat P. capsici asal lada yang diperoleh dari berbagai lokasi digunakan dalam penelitian. Daun yang telah diinokulasi diinkubasi pada kotak yang dijaga kelembabannya pada suhu kamar. Luas nekrosa yang terbentuk diukur 72 jam setelah inokulasi. Data luas nekrosa dianalisis secara statitistik untuk melihat ketahanan masing-masing Piper spp. terhadap isolat P. capsici yang digunakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa P. betle, P. cubeba, dan P. retrofractum terdapat dalam kelompok yang sama dengan P. nigrum, sedangkan P. colubrinum dan P. hispidum terdapat pada kelompok yang lain. Hasil analisis menunjukkan, 50 isolat P. capsici yang digunakan terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok yang dapat menyerang semua Piper spp., kelompok yang efektif menyerang P. betle, P. cubeba, P. retrofractum, dan P. nigrum; serta kelompok yang efektif menyerang P. colubrinum dan P. hispidum. Data pengujian menunjukkan adanya variasi virulensi yang luas pada P. capsici dan tidak semua Piper spp. berpotensi digunakan sebagai sumber ketahanan

    Pengembangan Varietas Unggul Lada Tahan Penyakit Busuk Pangkal Batang yang di Sebabkan oleh Phytophthora Capsici

    Full text link
    Lada (Piper nigrum) merupakan tanaman rempah yang dibudidayakan banyak petani di Indonesia. Produktivitas lada Indonesia relatif rendah, selain karena fluktuasi harga sehingga petani kesulitan memelihara kebun dengan baik, juga akibat serangan penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh jamur Phytophthora capsici. Untuk mengurangi kerugian hasil akibat serangan BPB, perlu dilakukan pengembangan tanaman lada tahan BPB berdaya hasil tinggi disertai dengan sistem budi daya yang efisien. Namun, pengembangan varietas lada tahan BPB menghadapi masalah sempitnya keragaman genetik lada dan adanya variasi virulensi P. capsici. Upaya mendapatkan lada tahan BPB telah dilakukan melalui persilangan intraspesies maupun antarspesies Piper spp., tetapi masih perlu dilanjutkan untuk mendapatkan varietas lada tahan BPB dan berdaya hasil tinggi. Sebaran geografis P. capsici yang luas dan adanya variasi virulensi pada populasi P. capsici menyebabkan komponen pengendalian BPB yang lain perlu terus diperbaiki. Upaya ini penting untuk mendukung budi daya lada tahan BPB dan kelangsungan produksi lada nasional

    Respon Tanaman Lada (Piper Nigruml) Varietas Ciinten Terhadap Iradiasi Sinar Gamma / Respons of Gamma Irradiation on Black Pepper (Piper Nigrum L.) Ciinten Variety

    Full text link
    Pepper is an introduced species and has always been propagated vegetatively, so it has narrow genetic base. High genetic diversity is necessary to produce new varieties, especially for breeding of resistance to foot rot disease. Increasing genetic diversity can be done through gamma ray irradiation. This research aims to evaluate response of black pepper Ciinten variety at seed and radicle emergence phases to gamma ray irradiation. The research was conducted in PAIR BATAN and greenhous e IMACRI from June 2014 to April 2015. The plant material was Ciinten variety at the seed and radicle emergence phases. The experimental design used was completely randomized design (CRD) with one factor which is dose of irradiation with seven levels (0, 25, 50, 75, 100, 125, 150) Gy. Each treatment consisted of three replications, each replication consisted of 60 seeds. Both phases showed significant differences in perfomances between dose in plant height, leaf length, number of leave, number of internode. Radiosensitivity of pepper on radicle emergence phase was higher than the seed phase indicated by LD50 (Lethal Dose 50). LD50 at seed phase was 68.15 Gy, whereas LD50 of the radicle emergence phase was 30 Gy. The higher irradiation dose that given to both treatment phases caused reduction in plant height, leaf length, while the number of leaves and nodes decreasing. Irradiation dose 25 dan 50 Gy in seed phase and 25 Gy in radicle emergence phase significantly increase genetic diversity base on quantitative, qualitative characters, anatomy and leaf resistence to P. capsici infection. Eighteen putative mutants resistant to infection P. capsici. Eighteen mutant putative Ciinten pepper varieties were expected to be high yielding varieties with more research in the greenhouse and in the field to determine the production and quality potential

    Pemanfaatan Limbah Kulit Biji Mete sebagai Pupuk Organik untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Tanaman Mete

    Full text link
    Cashew nut shells have not been fully utilized untill recently, and most of them are still in a form of wastes. Cashew nut shell wastes are organic matter containing macro elements that are useful for plants, such as N (0.84%), P (0.21%), K (0.70%), Ca (0.13%) and Mg (0.24%) that are useful for plants. Cashew nut shell wastes would be very potential if they were composted into organic fertilizers. The aim of this research was to analyze the effect of cashew nut shell compost formula application on growth and nutrient uptake of cashew seedlings. The research was conducted at IPB Teaching Farm Dramaga Bogor from November 2012 to May 2013. The experiment was arranged in randomized complete block design with 5 treatments and 3 replications. The results showed, that cashew nut shell compost formula application at 50 g polybag-1 and 100 g polybag-1 were significantly increased plant height, leaf number, stem diameter, roots length, fresh weight, dry weight of seedling, and N, P, K uptake at 3 months after planting (MAP) compared to no compost (top soil). The treatment of cashew nut shell compost formula at 50 g polybag-1 showed not significantly compared with goat manure at 100 g polybag-1 on the plant height, stem diameter, leaf number, roots length and N, P, K uptake at 3 MAP. Both of the treatment can improve the balance of nutrients in the soil thus enhancing the growth and vigor of cashew seedling. The treatment of cashew nut shell compost formula (50 g polybag-1) could replace the treatment of goat manure (100 g polibag-1) tended to increase cashew seedling growth

    Pengaruh Umur Panen Rimpang terhadap Perubahan Fisiologi dan Viabilitas Benih Jahe Putih Besar Selama Penyimpanan

    Full text link
    Salah satu faktor yang menentukan daya simpan benih jahe putihbesar (JPB) adalah mutu. Mutu benih sangat ditentukan oleh tingkatkemasakan rimpang. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruhumur panen terhadap Perubahan fisiologi dan viabilitas benih selamapenyimpanan. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca dan LaboratoriumTeknologi Benih, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat sertaLaboratorium Pascapanen IPB Bogor, mulai bulan Juli 2012 sampaidengan Februari 2013. Rancangan yang digunakan adalah acak lengkap(RAL) dengan lima ulangan. Perlakuan yang diuji adalah tiga tingkat umurpanen benih 7, 8, dan 9 bulan setelah tanam (BST). Pengamatan dilakukanterhadap Perubahan fisiologis (penyusutan bobot, persentase rimpangbertunas, tunas, kadar air, dan laju respirasi), serta viabilitas rimpang benih(daya tumbuh, tinggi, dan bobot kering bibit). Hasil penelitianmenunjukkan rimpang benih umur 7 dan 8 BST mempunyai daya simpanterbaik karena menghasilkan masing-masing total angka penyusutan bobotlebih rendah (24,65 dan 25,25%) dan tunas lebih pendek (0,30 dan 1,08cm) dibandingkan dengan umur panen 9 BST (27,13% dan 1,62 cm),selama 4 bulan disimpan. Masa dormansi rimpang benih JPB mulai pecahsetelah mengalami periode simpan 2 bulan. Pertumbuhannya mulaiseragam setelah 3 bulan simpan. Umur panen jahe 7 dan 8 BSTmempunyai derajat dormansi yang lebih tinggi dibanding 9 BST. Rimpangbenih umur panen 7, 8, dan 9 BST mempunyai daya tumbuh tinggi (>95%)dan pertumbuhan bibit seragam setelah 3 bulan disimpan

    Exploration and Selection of Rhizobacteria That Inhibit Phytophthora Capsici in Vitro

    Full text link
    Exploration and Selection of Rhizobacteria that Inhibit Phytophthora capsici in vitro. Phytophthora capsici, a seed borne and the soil borne fungal pathogen is the cause of phytophthora blight on chili. The disease is difficult to control because of the resistant varieties unavailability in Indonesia. The aimed was to obtain isolates of rhizobacteria which has the ability to inhibit P. capsici in vitro. Rhizobacteria exploration was conducted in the chili production center in East Java (Malang, Batu, and Kediri) and West Java (Bogor). In one location, chili plant that had symptoms of phytophthora blight disease and a healthy plant next to it were chosen as samples to isolate P. capsici and the rhizobacteria. The rhizobacteria were isolated on NA, TSA, and TSAP (TSA with heated sample). Samples of diseased plants were used in isolation of P. capsici on V8 agar. The inhibition and compatibility of the rhizobacteria to inhibit P. capsici in vitro were tested by dual culture method. In this experiment, it was obtained 252 isolates of rhizobacteria and one isolate of P. capsici. Isolates of rhizobacteria with high to medium inhibition were E1, E3C2, and F2B1 respectively. All three isolates were then combined and tested against P. capsici in vitro. The highest inhibition was indicated by four isolate and combination of isolates, which were E1 isolate (58%), the combination of E1 + E3C2 isolates (58%), E1 + F2B1 (60%) and E1 + E3C2 + F2B1 (58 %)
    corecore