18 research outputs found

    Variabilitas Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) berdasarkan Musim Penangkapan Lemuru di Perairan Selat Bali

    No full text
    Secara geografis, perairan Selat Bali sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan fenomena iklim yang menyebabkan bervariasinya suhu permukaan laut dan klorofil-a. Suhu permukaan laut dan klorofil-a ini erat kaitannya dengan biota yang terdapat di lautan, yang mana merupakan faktor bervariasinya kelimpahan biota, serta mempengaruhi karakteristik biota itu sendiri. Di perairan Selat Bali, lemuru yang masih tergolong ikan pelagis kecil merupakan salah satu komoditas utama perikanan tangkap. Lemuru memiliki potensi sumber daya perikanan yang sangat bernilai ekonomis. Sehingga banyak studi yang mempelajari tentang lemuru. Di Selat Bali terdapat fenomena oseanografi yang dipengaruhi oleh siklus musim, yaitu musim barat dan musim timur. Pada musim barat, suhu permukaan laut relatif hangat dibandingkan dengan musim timur yang dingin. Pembagian musim tersebut secara tidak langsung mempengaruhi distribusi lemuru di perairan, dengan melihat pada perbedaan suhu permukaan laut dan bagaimana distribusi klorofil-a nya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabilitas Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) berdasarkan pola musim penangkapan lemuru pada tahun 2014-2016 dan 2021-2022 dengan melihat keterdekatan antara front yang dihasilkan dari pengolahan data suhu permukaan laut dengan daerah penangkapan ikan nelayan PPN Pengambengan. Melalui peta informasi tersebut, masyarakat setempat dapat menjadikan acuan penelitian ini sebagai informasi dasar saat melakukan kegiatan penangkapan ikan, khususnya lemuru. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari citra AquaMODIS yang nantinya akan dikorelasikan dengan data penangkapan ikan dari PPN Pengambengan, Bali. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pola musim penangkapan lemuru bervariasi pada setiap musim. Hal ini dikarenakan kondisi oseanografi perairan yang dinamis dan iklim yang tidak stabil terutama jika ada fenomena anomali iklim menyebabkan perubahan tingkah laku ikan yang mempengaruhi pola migrasi lemuru. Umumnya musim penangkapan lemuru tertinggi di musim barat yaitu bulan Februari, dan terendah di musim peralihan I ke musim timur dengan puncaknya terdapat pada bulan Mei. Jika melihat pada setiap musim dan sepanjang tahun front itu ada, namun untuk pola dan intensitas pada tiap musim sangat variatif (tidak terdapat pattern yang spesifik). Hal ini berpengaruh terhadap distribusi ZPPI yang juga bervariasi

    Studi Pustaka: Potensi Bioremediasi Limbah Logam Berat Oleh Mikroalga Jenis Diatom (Chaetoceros Sp.)

    No full text
    Literature review adalah deskripsi pustaka yang relevan dengan bidang atau topik tertentu. Cara melakukan literature review adalah dengan survei artikel ilmiah, buku dan sumber lain yang relevan. Pada penyusunan literature review ini, metode yang digunakan adalah traditional literature review. Review yang tidak sistematis (traditional review) adalah metode review yang cara pengumpulan faktanya dan teknik sintesisnya tidak mengikuti cara-cara baku sebagaimana systematic review. Topik yang dipilih pada literature review ini adalah bioremediasi limbah logam berat oleh mikroalga jenis diatom (Chaetoceros sp.). Pencemaran adalah terganggunya keseimbangan ekosistem akibat masuknya suatu bahan material ke dalam suatu lingkungan. Logam berat adalah salah satu pencemar yang berbahaya di perairan karena bersifat toksik. Bioremediasi dapat dilakukan dengan menggunakan mikroalga karena keberadaannya yang melimpah dan karena berukuran renik sehingga interaksi mikroalga dengan ion logam akan berlangsung efektif dan mikroalga dapat mengakumulasi ion logam hingga konsentrasi yang tinggi. Spesies yang dapat digunakan sebagai agen bioremediasi beberapa diantaranya adalah Chaetoceros sp. Chaetocaeros sp. dapat digunakan untuk bioremediasi karena merupakan spesies mikroalga laut yang mendominasi sebagian besar perairan laut. Proses mikroalga mengambil logam berat dilakukan dengan 2 cara yaitu absorpsi dan adsorpsi. Absorpsi adalah metabolisme sel yang tergantung pada pengambilan logam berat secara intraseluler. Sedangkan, adsorpsi adalah metabolisme sel yang dilakukan secara bebas yang terjadi secara fisik pada permukaan sel kemudian logam menuju sitoplasma (kemoadsorpsi). Mekanisme penyerapan logam berat oleh mikroalga terdiri atas dua proses yakni pertukaran ion dan pengikatan ion logam berat oleh gugus fungsi yang terdapat pada permukaan sel. Metode penelitian yang dilakukan oleh bioremediasi Chaetoceros sp. dalam mengurai limbah logam berat dapat dilakukan dalam skala laboratorium dan secara umum tahapannya terdiri dari beberapa tahapan, mulai dari persiapan alat dan bahan penelitian hingga observasi dan pengumpulan data (misalnya perhitungan kepadatan dengan mikroskop dan hemositometer, pengukuran kadar logam berat dengan AAS, pengukuran nilai BCF, serta pengukuran nilai IC50, LOEC (Lowest Observed Effect Concentration) dan NOEC (No Observed Effect Concentration)). Kemampuan Chaetoceros sp. dalam mengurai limbah logam berat bervariasi tergantung pada konsentrasi paparan logam berat dan jenis logam beratnya. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dibahas pada review ini Chaetoceros sp. dapat menjadi agen bioremediasi untuk limbah logam berat Cd, Cu, Co, Cr, Hg, P

    Pemetaan Batimetri Menggunakan Singlebeam Echosounder System (SBES) Sebagai Informasi Dasar Penempatan Fish Apartment (FA) Di Perairan Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur

    No full text
    Pulau Gili Ketapang merupakan sebuah pulau yang berada di sebelah utara Kabupaten Probolinggo. Perairan Gili Ketapang menjadi salah satu daerah pusat perikanan tangkap di Kabupaten Probolinggo yang memiliki potensi perikanan cukup tinggi. Potensi tersebut didukung oleh jumlah hasil tangkapan ikan yang mencapai 40% dari potensi perikanan di wilayah tersebut. Diketahui juga Perairan Gili Ketapang mengalami peningkatan hasil tangkap mencapai 87,15%. dalam kurun waktu 5 tahun (2012-2016). Namun, pada fakta yang terjadi di lapang penyebaran ikan di Perairan Gili Ketapang populasinya kurang seimbang pada setiap wilayah. Wilayah yang memiliki populasi ikan terbanyak yaitu di wilayah utara dengan jarak tempuh sekitar 6 – 10 mil. Seiring berjalannya waktu hal tersebut menjadi keluhan bagi nelayan karena jarak penangkapan yang terlalu jauh sehingga menyebabkan pemborosan bahan bakar dan tidak efisien terhadap waktu. Solusi untuk mengatasi keluhan nelayan yaitu menggunakan Fish Apartment agar diharapkan nelayan dapat melakukan penangkapan ikan dengan jarak yang lebih dekat di Perairan Gili Ketapang. Keberadaan dari Fish Apartment diharapkan akan menjadi salah satu alternatif untuk menciptakan daerah penangkapan ikan (fishing ground) dan memiliki manfaat yang cukup besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji daerah yang berpotensi untuk ditempatkan Fish Apartment di perairan Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo. Penelitian dilaksanakan pada 7 – 9 Februari 2023 dan 19 – 20 Maret 2023 di perairan Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo. Data primer yang diambil kedalaman perairan, konsentrasi TSM (Total Suspended Matter), pasang surut air laut. Data sekunder yang digunakan data wilayah konservasi, muara sungai, dan arus Pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling bertujuan untuk data yang diperoleh lebih representative. Data arus yang digunakan yaitu data 5 tahun terakhir (2018 – 2022). Berdasarkan penelitian kedalaman perairan di Gili Ketapang berkisar antar 0.16 – 30 meter. Kecepatan arus pada musim barat mencapai (0.38 – 0.43 m/s) dan musim timur (0.25 – 0.26 m/s). konsentrasi TSM berkisar (22.3 mg/l – 37.00 mg/l) dan nilai RMSE 5.05. Penentuan penempatan Fish Apartment diperlukan kriteria khusus sebagai acuan untuk penempatan yang baik. Berdasarkan penelitian di perairan Gili Ketapang terdapat 4 lokasi yang berpotensi sebagai penempatan Fish Apartment. Lokasi tersebut memiliki berbagai tingkat kesesuaian lokasi 1 & 3 (S1) artinya sangat sesuai dengan nilai skoring 400 – 500, sedangkan lokasi 2 & 4 (S2) artinya sesuai dengan nilai skoring 300 – 400, dapat disimpulkan bahwa perairan Gili Ketapang termasuk dalam kategori perairan yang cocok untuk rekomendasi penempatan Fish Apartment sebagai area penangkapan ikan (fishing ground) bagi para nelayan

    Analisis Perubahan Garis Pantai Di Pantai Utara Jawa Barat – Sebuah Ulasan Literatur

    No full text
    Pantai merupakan batas antara wilayah yang bersifat darat dengan wilayah yang bersifat laut yang masih dipengaruhi oleh pasang tertinggi dan pasang terendah. Garis pantai merupakan permukaan fisis yang membatasi permukaan daratan dan perairan. Perubahan garis pantai dipengaruhi oleh faktor alam dan manusia. Perubahan garis pantai terjadi ketika daratan mengalami pengurangan karena proses pengikisan oleh air laut disebut dengan abrasi dan mengalami penambahan karena proses sedimentasi disebut dengan akresi. Proses tersebut akan membuat garis pantai mengalami kemunduran atau kemajuan. Abrasi lebih mudah diidentifikasi kerugiannya karena berakibat pada hilangnya daratan tempat masyarakat menjalani kehidupannya seperti hilangnya tambak, sawah, jalan dan bahkan pemukiman. Namun akresi pun merupakan suatu masalah serius karena akan berakibat pada pendangkalan pelabuhan dan menimbulkan konflik sosial terkait daratan baru. Review jurnal ini digunakan untuk mengetahui perubahan garis pantai baik abrasi maupun akresi yang terjadi di Pantai Utara Jawa Barat. Tidak ada batasan metode penelitian yang digunakan dalam literatur-literatur yang penulis review, hal ini ditujukan agar dapat memperoleh informasi terkait perubahan garis pantai yang terjadi di Pantai Utara Jawa Barat dari berbagai penelitian yang telah dilakukan di Indonesia maupun di dunia. Review jurnal ini menggunakan sumber literatur yang dipubikasikan dalam rentang waktu 2010-2021 dan tidak ada batasan tahun untuk literatur yang bersumber dari buku. Pantai Utara Jawa Barat terdapat di dalam wilayah administrasi dari lima kabupaten diantaranya Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon. Perubahan garis pantai yang terjadi pada masing-masing kabupaten berdasarkan analisis tren dari beberapa literatur yang penulis review yaitu Kabupaten Bekasi dominan terjadi abrasi dibandingkan dengan akresi, Kabupaten Karawang justru sebaliknya lebih dominan akresi dibandingkan dengan abrasi. Begitu juga dengan Kabupaten Subang dominan terjadi akresi dibandingkan dengan abrasi. Kabupaten Indramayu dominan terjadi abrasi dibandingkan dengan akresi. Kabupaten/Kota Cirebon dominan terjadi akresi dibandingkan dengan abrasi. Kabupaten Indramayu menjadi kabupaten yang paling banyak mengalami perubahan garis pantai akibat dari kurangnya lahan mangrove serta penggunaan lahan pesisir yang cukup lengkap mulai dari pemukiman, persawahan, tambak, dan industri (PLTU dan MIGAS)

    Jescisca Vanesa Manik. Pemetaan Karakteristik Dasar Perairan Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 Di Perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

    No full text
    Pulau Semak Daun memiliki kawasan perairan dangkal yang potensial untuk budidaya perikanan menunjukkan daerah perairan tersebut memiliki karakteristik dasar perairan yang baik. Informasi spasial yang menggambarkan kondisi substrat dasar sangat dibutuhkan untuk pengelolaan pesisir di perairan Pulau Semak Daun. Estimasi kondisi substrat dasar secara lebih akurat, perlu memperhatikan karakteristik dasar perairan tersebut, sehingga estimasi yang diperoleh dapat merepresentasikan kenyataan lapang. Pengukuran kedalaman diperlukan untuk mengetahui topografi atau karakteristik dasar perairan suatu daerah. Pengukuran kedalaman pada penelitian ini menggunakan metode satellite derived bathymetry (SDB) yang memanfaatkan teknologi penginderaan jauh yang memberikan peluang untuk pemetaan batimetri perairan dangkal secara efektif dan efisien. Kedalaman perairan diperoleh dari menggabungkan teknologi penginderaan jauh yaitu Citra Satelit Landsat 8 dengan resolusi 30 meter yang dapat diakses secara gratis dengan teknologi pemeruman menggunakan echosounder. Pada penelitian ini metode yang digunakan dalam pemodelan batimetri menggunakan algoritma Satellite Derived Bathymetry (SDB) dengan metode empiris menggunakan algoritma Stumpf yang memiliki prinsip menghubungkan nilai spektral citra dengan kedalaman in-situ. Hasil penelitian estimasi kedalaman dengan nilai RMSE 1.6 m dan R2 0.72 m menunjukkan pemodelan yang dilakukan memiliki model yang baik. Dari model yang diperoleh mampu mengestimasi kedalaman perairan, sehingga topografi perairan dapat tervisualisasikan dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan Perairan Pulau Semak Daun memiliki kedalaman 0 – 11 meter, yang terbagi menjadi 3 kelas kelerengan. Tingkat kelerengan sebesar 0 – 2 % memiliki topografi datar, sebesar 2 – 7 % memiliki topografi landai. Pada kedalaman < 10 m dengan tingkat kelerengan sebesar 7 – 15 % memiliki topografi miring dengan besaran tinggi. Luasan hasil klasifikasi karakteristik dasar perairan dapat didapatkan dengan menghitung area poligon klasifikasi 2D yang ditumpang tindih dengan data Triangular Irregular Network (TIN) kedalaman. Pemetaan substrat dasar perairan dengan mempertimbangkan topografi perairan mampu menghasilkan luasan klasifikasi yang lebih nyata. Klasifikasi substrat dasar secara 2 dimensi memiliki akurasi sebesar 77%. Hasil penelitian luasan substrat dasar dengan mempertimbangkan topografi menunjukkan luas pada kelas pasir sebesar 291.832 m2, pasir rubble sebesar 128.999 m2, pasir lamun sebesar 2.120.600 m2, lamun sebesar 6.52.029 m2 dan karang sebesar 3.290.328 m2. Pada kedalaman 0 – 2 meter didominasi oleh substrat pasir sebesar 60% serta ditemukan substrat lamun sebesar 11% dan karang sebesar 29%. Pada kedalaman 2 – 4 meter didominasi substrat karang yaitu sebesar 93% selain itu terdapat substrat pasir sebesar 7% dan lamun sebesar 0.1%. dan pada kedalaman 4 - 10 meter didominasi oleh substrat karang

    Pemodelan Transpor Sedimen Tersuspensi di Muara Kali Lamong, Kabupaten Gresik, Jawa Timur

    No full text
    Sungai merupakan salah satu sumber masuknya sedimen ke dalam laut dengan muara sungai sebagai penghubung antara sungai dengan laut. Muara Kali Lamong merupakan salah satu muara yang menjadi tempat masuknya sedimen ke dalam laut atau Teluk Lamong. Teluk Lamong memiliki pelabuhan bongkar muat yaitu Pelabuhan Teluk Lamong. Pelabuhan sangat rentan terhadap ancaman sedimen dengan adanya pendangkalan akibat sedimentasi. Maka diperlukan pengetahuan mengenai pola sedimentasi di sekitar pelabuhan untuk mengetahui bagaimana pola transpor sedimennya dan sedimentasinya yang berguna untuk mengendalikan sedimen di sekitar pelabuhan. Salah satu metodenya adalah dengan menggunakan model numerik komputer. Model dibuat menggunakan MIKE 21 HD dan MT dengan dasar persamaan kontinuitas, momentum, dan advection dispersion untuk menggambarkan transpor sedimen. Model menggunakan input berupa data batimetri, pasang surut, debit sungai, sedimen, dan konsentrasi total suspended solid (TSS). Model divalidasi menggunakan metode Root Mean Square Error (RMSE) dan R2 untuk mengetahui perbandingan hasil antara model dengan data pengukuran. Hasil dianalisis bagaimana pergerakan pola transpor sedimennya dan pola sedimentasinya. Sedimen di muara Kali Lamong berjenis Lempung dengan konsentrasi TSS rata -rata sebesar 0.0524 kg/m3 dengan standar deviasi 0.0465 kg/m3 nilai konsentrasi tersebut tergolong ke dalam konsentrasi sedang. Hasil model MT menunjukkan sedimen tersuspensi sebagian besar berada di sekitar muara sungai dan bergerak mengikuti kondisi pasang surut. Nilai konsentrasi TSS pada model bernilai maksimal di konsentrasi 0.52 kg/m3 saat pasang maupun saat surut. Sedimentasi sebagian besar terjadi di barat pelabuhan dan di sekitar muara sungai. Selama satu bulan sedimentasi menghasilkan akumulasi massa rata - rata 194.81 gr/m2 dengan total perubahan kedalaman oleh sedimentasi mencapai maksimal 0.0044 m dalam satu bulan dengan rata - rata 0.001 m dan dalam satu tahun perubahan maksimal dapat mencapai 0.0528 m dan membutuhkan waktu 20 tahun untuk mencapai 1 m

    Analisis Tingkat Akurasi Data Batimetri Menggunakan Singlebeam Echosounder System (SBES) dan Citra Satelit SPOT-7 di Perairan Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

    No full text
    Pulau Gili Ketapang memiliki jumlah potensi sumberdaya perikanan mencapai 40%, sehingga Gili Ketapang berpotensi menjadi daerah perikanan dengan sumberdaya yang cukup tinggi dan pelayaran yang cukup padat. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Probolinggo. Hal ini berarti informasi mengenai batimetri di perairan tersebut bermanfaat untuk mengetahui kondisi perairan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Informasi mengenai kedalaman laut dapat diketahui dengan melakukan survei batimetri. Survei batimetri dapat dilakukan dengan menggunakan satelit dan pengukuran secara langsung dengan peralatan khusus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi data batimetri dari Singlebeam Echosounder System (SBES) dan citra satelit SPOT-7, sehingga dapat digunakan sebagai referensi kedalaman perairan. Penelitian dilaksanakan selama 3 hari, yaitu pada tanggal 7– 9 Februari 2023 di perairan Pulau Gili Ketapang, Kabupaten Probolinggo. Data batimetri diperoleh dari pemeruman menggunakan Singlebeam Echosounder System (SBES) di lokasi penelitian. Data citra satelit SPOT-7 didapatkan dari instansi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Data prediksi pasang surut selama 30 hari didapatkan dari website resmi instansi Badan Informasi Geospasial (BIG). Pengolahan data pasang surut menggunakan metode admiralty dengan koreksi Mean Sea Level (MSL). Terdapat beberapa koreksi yang dilakukan pada citra satelit SPOT-7 yaitu koreksi radiometrik, atmosfer, sunglint, dan masking. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini merupakan Satellite Derived Bathymetry (SDB) metode klasifikasi Random Forest dengan menggunakan software Satellite Derived Bathymetry (SDB) GUI. Kedalaman perairan di Pulau Gili Ketapang berdasarkan hasil pemeruman berkisar antara 0-30 m. Profil kedalaman perairan pada peta batimetri 3D menunjukkan bahwa morfologi dasar laut tidak rata karena adanya cekungan dan permukaan dasar laut yang lebih tinggi, sehingga terdapat perbedaan kedalaman. Profil kedalaman dari garis pantai hingga jarak 200 m memiliki nilai kedalaman 0-20 m, sedangkan profil kedalaman dari jarak 200 m hingga perairan terbuka cukup bervariasi. Berdasarkan klasifikasi kelas lereng di perairan Pulau Gili Ketapang didominasi oleh kategori datar dengan luas area sebesar 77.28%. Hasil regresi (RΒ²) pada model SDB antara data citra dengan data insitu yaitu 0.59 atau 59%. Berdasarkan rentang kedalamannya nilai RMSE yang tertinggi terdapat pada kedalaman 0 – 5 m yaitu 0.87, sedangkan yang terendah pada kedalaman 15.1 - 20 m yaitu 1.31. Hasil tersebut kurang akurat jika dibandingkan dengan data kedalaman hasil pemeruman. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat memaksimalkan pemeruman di perairan yang dangkal dengan memperhatikan keadaan di lapang. Pemeruman dilakukan dengan menggunakan Multibeam Echosounder System (MBES) dan citra satelit dengan akurasi tinggi lainnya pada data dengan tahun yang sama

    Pemetaan Kerentanan Wilayah Pesisir Kota Pasuruan Terhadap Banjir Rob

    No full text
    Ketidakmampuan dari ekosistem pesisir dalam menghadapi ancaman bencana merupakan pengertian dari kerentanan pesisir. Banyak faktor yang menyebabkan wilayah pesisir menjadi rentan seperti faktor manusia dan faktor alam. Oleh karena sifatnya yang dinamis inilah menyebabkan wilayah pesisir tidak luput dari berbagai ancaman bencana salah satunya yaitu bencana banjir rob. Banjir rob merupakan suatu fenomena tergenangnya bagian daratan sekitar pantai akibat dari meluapnya pasang air laut. Bahaya bencana banjir rob yang terus mengancam wilayah pesisir ini mengakibatkan pentingnya kajian tentang tingkat kerentanan wilayah pesisir terhadap banjir rob untuk dilakukan. Kajian tentang tingkat kerentanan wilayah pesisir di Indonesia sudah cukup banyak yang dilakukan. Namun, penelitian tentang tingkat kerentanan pesisir di wilayah Jawa Timur khususnya wilayah pesisir Kota Pasuruan masih sangat jarang dilakukan. Kota Pasuruan merupakan wilayah dataran rendah di sebelah Utara Provinsi Jawa Timur yang memiliki ketinggian rata-rata berkisar 0 - 10 meter dari permukaan air laut, serta kemiringan daerahnya sebesar 0 – 1%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kerentanan wilayah pesisir Kota Pasuruan di Tahun 2022, serta mengetahui kerentanan pesisir Kota Pasuruan terhadap bencana pesisir yang sering terjadi yaitu bencana banjir rob di masa mendatang 50 tahun ke depan. Penelitian dan pengolahan data dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2022 di wilayah Pesisir Kota Pasuruan Jawa Timur. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu DEMNAS, Batas Administrasi Kota Pasuruan, Batas Garis Pantai Pesisir Kota Pasuruan, Penggunaan Lahan, Pasang Surut serta Prediksi Kenaikan Muka Air Laut Global yang dikemukakan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Data-data ini kemudian diolah melalui proses pemberian skor dan bobot untuk mendapatkan hasil tingkat kerentanan wilayah pesisir Kota Pasuruan. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah wilayah yang masuk ke dalam tingkat kerentanan tinggi berada diujung Utara Kecamatan Bugul Kidul, Panggungrejo dan Gadingrejo dengan luasan area sebesar 638 Ha. Wilayah dengan tingkat kerentanan sedang meliputi wilayah tengah Kecamatan Bugul Kidul, Panggungrejo, Gadingrejo serta Purworejo dengan luas area sebesar 2256 Ha. Wilayah yang termasuk ke dalam tingkat kerentanan rendah berada pada wilayah yang jauh dari pesisir dengan luas area sebesar 979 Ha. Prediksi kerentanan banjir rob di Kota Pasuruan pada tahun 2022 dengan ketinggian genangan sebesar 0.82 cm, total luas tutupan lahan yang digenangi sebesar 677 Ha. Prediksi pada tahun 2050 dengan ketinggian genangan sebesar 1 m, total luas tutupan lahan tergenang sebesar 744 Ha. Prediksi tahun 2100 ketinggian genangan sebesar 1.3 m, luas tutupan lahan tergenang sebesar sebesar 875 Ha

    Analisis Perubahan Garis Pantai Menggunakan Digital Shoreline Analysis System (DSAS) di Kecamatan Anyar, Banten

    No full text
    Pantai adalah kawasan yang mempunyai sifat dinamis yaitu tempat pertemuan antara daratan dan lautan. Pantai secara terus menerus melakukan penyesuain untuk menjaga keseimbangan alami terhadap dampak yang sering terjadi yaitu perubahan garis pantai. Perubahan garis pantai merupakan suatu proses yang tidak dapat berhenti dan terjadi secara alami di pantai yang meliputi faktor hidrooseanografi dan faktor antropogenik. Perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh faktor-faktor tersebut dapat menunjukkan kecenderungan perubahan garis pantai berupa abrasi ataupun akresi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan garis pantai di Kecamatan Anyar, Banten. Pemantauan perubahan garis pantai dilakukan menggunakan Digital Shoreline Analysis System (DSAS) dengan metode perhitungan Net Shoreline Movement (NSM) dan End Point Rate (EPR). Pengamatan perubahan garis pantai dilakukan dengan rentang waktu 7 tahun menggunakan data tahun 2015 dan 2021. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Oktober 2021 yaitu pengambilan data tracking garis pantai dan pengukuran kemiringan pantai, sedangkan data sekunder berupa data pasang surut, arus dan gelombang diunduh melalui laman BIG, PODAAC dan ECMWF. Perubahan Garis Pantai di Kecamatan Anyar, Banten pada tahun 2015-2021 cenderung mengalami akresi. Berdasarkan perhitungan NSM dan EPR, wilayah Kecamatan Anyar dibagi menjadi empat area yang mengalami rata-rata akresi terbesar terjadi pada pantai Sambolo sebesar 13,67 meter dengan rata-rata laju akresi sebesar 2,26 meter/tahun sedangkan yang mengalami rata-rata abrasi terbesar terjadi pada area D sebesar -4,93 meter dengan rata-rata laju abrasi sebesar -0,81 meter/tahun. Kecepatan arus yang terjadi disekitar sebesar 0.006-0.450 m/s yang cenderung bergerak dari arah barat menuju timur dengan tipe pasang surut condong harian ganda dan kondisi gelombang tertinggi sebesar 0,58 meter dengan periode 3,53 s. Berdasarkan hasil prediksi perubahan garis pantai untuk tahun 2030, 2035 dan 2040 dengan nilai rata-rata prediksi laju akresi pada antai Sambolo sebesar 2,28 meter/tahun dengan nilai rata-rata prediksi abrasi pada area sebesar -0,82 meter/tahun

    Identifikasi dan Hubungan Makroplastik dan Mikroplastik di Pantai Sendang Biru, Jawa Timur

    No full text
    Pantai Sendang Biru di Jawa Timur terkenal dengan kegiatan ekonomi dan wisatanya yang sangat aktif sehingga dapat berkontribusi terhadap polusi plastik yang ada di perairan tersebut. Oleh karena itu, Pantai Sendang Biru dipilih sebagai area penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kelimpahan makroplastik dan mikroplastik yang ada pada sampel air dan sedimen di Pantai Sendang Biru. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara makroplastik dan mikroplastik yang ditemukan pada Pantai Sendang Biru. Penelitian dilaksanakan pada bulan purnama agar dapat memudahkan pada proses pengambilan sampel. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 Maret, 21 Maret dan 7 April 2019 di area wisata Pantai Sendang Biru, Jawa Timur. Sampel air yang diambil pada saat air pasang dan sampel sedimen diambil pada saat air surut lalu dimasukkan ke dalam wadah penyimpanan yang kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan proses analisa. Tahapan yang dilakukan di laboratorium yaitu adanya proses penimbangan, pengeringan dan pemisahan sampel agar mendapatkan hasil berupa jenis makroplastik dan mikroplastik yang ditemukan dari tiap sampel yang telah diambil dan diolah. Setelah itu dilakukan proses identifikasi jenis dengan menggunakan mikroskop yang kemudian dilanjutkan dengan analisis data kelimpahan makroplastik dan mikroplastik. Proses analisis data statistik menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2013 dan Minitab 17. Metode analisis data stastistik yang digunakan adalah analisa korelasi. Hasil yang didapatkan dari penelitian yaitu diketahui bahwa jenis makroplastik dan mikroplastik pada sampel air dan sedimen yang ditemukan di Pantai Sendang Biru adalah fragmen, film, fiber, dan lainnya. Jenis dari kategori lainnya yang ditemukan mengacu pada jenis granule dan styrofoam. Kelimpahan total makroplastik yang ditemukan pada air di Pantai Sendang Biru yaitu 7.5 Β± 0.5 item/L, sedangkan pada sedimen yaitu 6.17 Β± 1.74 item/kg. Kelimpahan mikroplastik yang ditemukan pada air yang ditemukan di Pantai Sendang Biru yaitu 1.36 Β± 0.17 item/L, sedangkan pada sedimen di Pantai Sendang Biru yaitu 58.54 Β± 2.49 item/kg. Analisis korelasi menunjukkan hubungan yang lemah antara keberadaan sampah makroplastik dan mikroplasti
    corecore