6 research outputs found

    Makna Simbolik Seni Begalan Bagi Pendidikan Etika Masyarakat

    Full text link
    Kesenian Begalan merupakan seni pertunjukan yang memberi keuntungan pada masyarakat karena di dalam acara inti seni hiburan tersebut mengandung nasehat perkawinan dengan mengungkapkan arti simbolik tersirat yang ditunjukkan dalam bentuk properti, seperti ian, ilir, kukusan, pedaringan, layah, muthu, irus, siwur, beras, wangkring, sapu sada, suket, cething, daun salam, dan tampah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan: (1) bentuk seni pertunjukan Begalan, (2) arti simbol-simbol yang terkandung dalam brenong kepang (properti pertunjukan), (3) nilai etika masyarakat Begalan yang terkandung dalam seni pertunjukan. Digunakannya metode kualitatif dalam penelitian adalah agar terdapat diskusi dengan mengekspos subyek dan obyek penelitian sesuai dengan fakta-fakta yang ditemui di lapangan. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Sarannya adalah agar pemerintah Banyumas perlu membuat kebijakan untuk mengembangkan seni Begalan, nilai-nilai pendidikan etika dapat diterapkan dalam kehidupan. Seni Begalan dapat dimasukkan sebagai materi subjek seni dan budaya di sekolah, khususnya di Banyumas. Begalan is an art performance that gives benefits to the community because the essence of the show contains the advice of marriage by breaking the symbolic meanings implied in the form of show properties, such as ian, ilir, kukusan, pedaringan, layah, muthu, irus, siwur, rice, wangkring, sada broom, suket, cething, laurellike leaves, and tampah. The study aims to determine: (1) the forms of Begalan performance, (2) the meaning of the symbols contained in brenong kepang (the properties of the performance), (3) the value of ethics for Begalan people reflected in the performing arts. The use of qualitative method in research intend to get the discussion of the issue conducted by exposing a state subject and object of research in accordance with the facts encountered in the field. The collection of data uses observation techniques, interviews, and documentation. The suggestion is that Banyumas government should create policies to preserve and develop Begalan performing arts in which ethical values can be applied in life. Begalan performing arts can be included as a subject of art and culture in schools, especially in Banyumas

    Variasi Karakteristik Pertumbuhan Tacca Leontopetaloides (L) Kuntze (Taccaceae) Di Pulau Jawa Dan Pulau-pulau Kecil Sekitarnya [Growth Characteristics Variation of Tacca Leontopetaloides (L.) Kuntze (Taccaceae) in Java and Surrounding Islands]

    Full text link
    An increasing of population, land conversion, and the behaviour changes in many crops due to global warming could produce a significant negative effect to food security in many countries, including Indonesia. In order to maintain the availability of food, we should find out alternative foods based on corp comodities that can adapt to future agricultural land conditions. One species to be promoted for that purpose is Tacca leontopetaloides (taka). This study was aimed to determine growth characteristics variations of taka in Java and its surrounding small islands through exploration and interview methods. Results indicated that there were two morphological variations of taka based on the canopy colour, namely green and purple. Taka found growing in coastal areas up to100 m above sea level. The light intensity and soil type greatly affected their growth. These plants lived either solitary or in a groups, grow well on sandy soil to clay, under the shade and open areas. Species around taka allegedly contributed in determining taka growth and production. Taka tuber can be an alternative carbohydrate source for supporting food self-sufficiency in coastal communities

    Peningkatan Produksi Dan Perbaikan Ukuran Umbi Kentang Hitam (Plectranthus Rotundifolius (Poir.) Spreng) Melalui Teknik Budidaya Sebagai Upaya Konservasi

    Full text link
    Penurunan peranan suatu spesies dalam budaya masyarakat dapat menyebabkan kelangkaan bahkan kepunahan spesies tersebut. Seiring dengan program pemerintah untuk melakukan diversifikasi pangan, tanaman minor yang potensial sebagai sumber karbohidrat dapat dipopulerkan kembali dengan tujuan sebagai upaya konservasi tanaman tersebut. Terkait hal tersebut, kentang hitam (Plectranthus rotundifolius) dapat menjadi sumber pangan alternatif bagi masyarakat yang menempati daerah kering. Kentang hitam tidak hanya berperan sebagai sumber karbohidrat dengan indeks glikemik rendah, tetapi juga kaya vitamin dan sejumlah mineral penting. Informasi mengenai teknik budidaya menjadi hal penting yang perlu dipersiapkan dalam rangka pengembangannya. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan mengenai teknik budidaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas hasil panen kentang hitam di pasaran. Penelitian dirancang berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor, yaitu aksesi dan teknik budidaya. Empat aksesi kentang hitam yang digunakan: Nganjuk, Sangian, klon 6G dan O3; dan empat jenis teknik budidaya: bumbun, pangkas, jerami, and pengangkatan tajuk) Setiap perlakuan terdiri dari empat ulangan, dengan tiga tanaman/ulangan. Pengamatan dilakukan pada parameter pertumbuhan dan hasil. Hasil penelitian menunjukkan aksesi kentang hitam yang berbeda memerlukan teknik budidaya berbeda untuk meningkatkan hasil dan ukuran umbi. Penggunaan mulsa jerami padi pada budidaya kentang hitam dapat meningkatkan ukuran umbi kentang hitam di musim hujan

    Triple exposure: Reducing negative impacts of climate change, blue growth, and conservation on coastal communities

    No full text
    Coastal communities are on the frontlines of three accelerating global change drivers, climate change, blue growth, and the expansion of area-based conservation, leading to a “triple exposure” scenario. Despite efforts to maximize social benefits from climate, development, and conservation, externally driven processes can converge to amplify vulnerabilities and inequalities. Pre-existing social injustices increase the sensitivity of affected individuals to change and limit their capacity to adapt or benefit from the interacting impacts of triple exposure. We argue that external implementors cannot effectively and equitably achieve climate, economic, and conservation goals without prioritizing social justice and building general resilience. We therefore recommend that implementors: (1) address root causes of vulnerability, namely pre-existing social injustices; (2) use participatory systems approaches to improve understanding of local contexts and potential consequences of proposed initiatives; and (3) leverage inclusive partnerships to facilitate collaborative design and implementation. These strategies—applied together and adapted to local contexts—can support well-being, justice, and resilience within coastal communities experiencing rapid change
    corecore