Tutorial Praktis Photoshop CS3

Buku ini sangat cocok dibaca untuk para pemula yang ingin mempelajari Adobe Photoshop CS3. Penulis menerangkan Adobe Photoshop CS3 dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga pembaca mudah untuk memahami setiap komponen yang ada pada Adobe Photoshop CS3. Selain itu, penulis juga menyertakan contoh penggunaan tool-tool yang disediakan oleh Adobe Photoshop CS3. Di akhir buku ini juga disertakan beberapa contoh penggunaan filter seperti efek lens flare dan efek lukisan

Development of novel composite hollow fiber membranes and modules applied in pressure retarded osmosis: From laboratory scale to pilot scale

Pressure retarded osmosis (PRO) is an osmotic-energy recovering process derived from the natural phenomenon of osmosis. It can be described as a combination of forward osmosis (FO) and reverse osmosis (RO). As for FO, PRO requires streams with two different salinities. As for RO, the applied hydraulic pressure must be lower than osmotic pressure difference for the osmotically driven flux to occur. The optimal applied pressure is considered to be half of the osmotic pressure difference. Driven by osmotic pressure difference, the water will move from the low salinity side to pressurized high salinity side. The increase in the volume of the high salinity solution can be used to turn a turbine or be fed to a pressure exchanger to harvest the osmotic energy. Therefore, PRO membranes must be as porous as possible for high water flux but sufficiently strong to withstand the applied hydraulic pressure and long term operation. This study aims (1) to explore the laboratory-scale fabrication of composite hollow fiber membranes with enhanced mechanical strength for high power density PRO applications. Comprehensive experiments were designed to fabricate the porous substrate utilizing polyethersulfone (PES) and polyetherimide (PEI) as the fiber materials. A polyamide selective layer was developed on the inner side of the hollow fiber substrate; (2) to adapt the laboratory-scale module to the pilot scale. The membrane performance was then tested in a PRO pilot system under various conditions. Laboratory-scale fabrication and testing was used to characterise the membrane properties. The laboratory-scale module consisted of 15 fibers in a 12 mm diameter module. It was found that the intrinsic properties of the fabricated membrane changed with increasing operating pressure but the membrane selectivity was stable/constant below a certain pressure. The thin film composite hollow fiber membrane is able to withstand long-term laboratory-scale PRO testing. It achieved a power density of 15 W/m2 at an operating pressure of 12.5 bar using 1.0 M NaCl solution and DI water as the draw solution and feed water, respectively. A bigger module of 60 mm diameter containing 500 hollow fibers was prepared for testing in the pilot-scale system using DI water as feed and 1.0 M NaCl as draw solution. The results of this study are necessary for technical and economical evaluation of PRO systems

Ekstraksi Minyak Atsiri dari Tanaman Sereh dengan Menggunakan Pelarut Metanol, Aseton, dan N-Heksana

Sereh (Cymbopogon winterianus) adalah salah satu tanaman rempah, biasa digunakan sebagai bumbu masakan, dan obat-obatan. Minyak sereh secara umum digunakan untuk pengusir nyamuk, akan tetapi dewasa ini minyak sereh juga dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan, misalnya: dapat meregangkan otot yang kaku, dan sebagai penambah nafsu makan. Minyak atsiri dari sereh dapat dihasilkan dengan berbagai metode misalnya ekstraksi. Keuntungan dari metode ini adalah tidak membutuhkan suhu yang tinggi, sehingga minyak tidak akan mudah rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jenis pelarut, dan waktu ekstraksi terhadap yield minyak atsiri yang dihasilkan, mengetahui senyawa-senyawa/komponen kimia yang terdapat dalam minyak sereh, dan selain itu juga untuk mengetahui kadar air, kadar abu yang terdapat dalam tanaman sereh. Mula-mula sereh dikecilkan ukurannya menjadi sekitar ¼ x ¼ x ¼ cm, ditimbang sebanyak 40 gram, sereh kemudian diekstrak selama beberapa jam (2, 4, 6 ,8 ,10 jam) menggunakan jenis pelarut yang berbeda (n-heksana, metanol, dan aseton) sebanyak 400 mL. Untuk proses pemurnian, pelarut dipisahkan dari minyak atsiri menggunakan rotary evaporator. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa metanol menghasilkan yield minyak atsiri lebih besar (6,73%) dibandingkan dengan aseton (3,15%) dan n-heksana (0,44%), dan mengekstrak lebih banyak komponen kimia seperti senyawa neral, geranial, β-myrcene, sitronellal, dan limonene

Ekstraksi Minyak Atsiri dari Tanaman Sereh dengan Menggunakan Pelarut Metanol, Aseton, dan N-Heksana

Sereh (Cymbopogon winterianus) adalah salah satu tanaman rempah, biasa digunakan sebagai bumbu masakan, dan obat-obatan. Minyak sereh secara umum digunakan untuk pengusir nyamuk, akan tetapi dewasa ini minyak sereh juga dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan, misalnya: dapat meregangkan otot yang kaku, dan sebagai penambah nafsu makan. Minyak atsiri dari sereh dapat dihasilkan dengan berbagai metode misalnya ekstraksi. Keuntungan dari metode ini adalah tidak membutuhkan suhu yang tinggi, sehingga minyak tidak akan mudah rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jenis pelarut, dan waktu ekstraksi terhadap yield minyak atsiri yang dihasilkan, mengetahui senyawa-senyawa/komponen kimia yang terdapat dalam minyak sereh, dan selain itu juga untuk mengetahui kadar air, kadar abu yang terdapat dalam tanaman sereh. Mula-mula sereh dikecilkan ukurannya menjadi sekitar ¼ x ¼ x ¼ cm, ditimbang sebanyak 40 gram, sereh kemudian diekstrak selama beberapa jam (2, 4, 6 ,8 ,10 jam) menggunakan jenis pelarut yang berbeda (n-heksana, metanol, dan aseton) sebanyak 400 mL. Untuk proses pemurnian, pelarut dipisahkan dari minyak atsiri menggunakan rotary evaporator. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa metanol menghasilkan yield minyak atsiri lebih besar (6,73%) dibandingkan dengan aseton (3,15%) dan n-heksana (0,44%), dan mengekstrak lebih banyak komponen kimia seperti senyawa neral, geranial, β-myrcene, sitronellal, dan limonene

Isolasi Pati dari Pisang Kepok dengan Menggunakan Metode Alkaline Steeping

Tanaman pisang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis dan memiliki banyak manfaat mulai dari bagian bawah (bonggol) hingga bagian atasnya (daun). Pisang memiliki kandungan gizi dan pati yang cukup tinggi. Metode isolasi dalam penelitian ini dilakukan dengan perendaman dalam larutan basa (alkaline steeping method), pada berbagai variasi pelarut dan waktu perendaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan pati yang terdapat dalam buah pisang, kandungan air (moisture content), solubility-swelling power, amilosa-amilopektin, dan protein dari pati yang didapatkan dengan variasi pelarut dan waktu perendaman. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai ekonomi pisang kepok, karena pati yang diambil dapat diaplikasikan dalam tepung pisang yang kaya akan pati. Contoh aplikasi dari tepung pisang ini biasanya adalah sebagai makanan bayi yang kaya akan karbohidrat. Yield maksimum pati diperoleh pada waktu perendaman 6 jam untuk semua variasi pelarut, dan perendaman dengan aquades memberikan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman basa. Yield pati dengan perendaman aquades yaitu 34,18%. Rasio amilosa dari pati dengan perendaman basa lebih tinggi daripada pati dengan perendaman aquades yaitu 23,4% untuk perendaman NaOH dan 19,2% untuk perendaman dengan aquades. Sebaliknya amilopektin pada pati dengan perendaman basa lebih rendah dibandingkan dengan aquades yaitu 76,6% untuk perendaman dengan NaOH dan 80,8% untuk perendaman dengan aquades. Kandungan protein pada pati dengan perendaman basa lebih kecil dibandingkan dengan perendaman dengan aquades yaitu 0,76% untuk perendaman dengan NaOH dan 1,05% untuk perendaman dengan aquades

Isolasi Pati dari Pisang Kepok dengan Menggunakan Metode Alkaline Steeping

Tanaman pisang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis dan memiliki banyak manfaat mulai dari bagian bawah (bonggol) hingga bagian atasnya (daun). Pisang memiliki kandungan gizi dan pati yang cukup tinggi. Metode isolasi dalam penelitian ini dilakukan dengan perendaman dalam larutan basa (alkaline steeping method), pada berbagai variasi pelarut dan waktu perendaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan pati yang terdapat dalam buah pisang, kandungan air (moisture content), solubility-swelling power, amilosa-amilopektin, dan protein dari pati yang didapatkan dengan variasi pelarut dan waktu perendaman. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai ekonomi pisang kepok, karena pati yang diambil dapat diaplikasikan dalam tepung pisang yang kaya akan pati. Contoh aplikasi dari tepung pisang ini biasanya adalah sebagai makanan bayi yang kaya akan karbohidrat. Yield maksimum pati diperoleh pada waktu perendaman 6 jam untuk semua variasi pelarut, dan perendaman dengan aquades memberikan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman basa. Yield pati dengan perendaman aquades yaitu 34,18%. Rasio amilosa dari pati dengan perendaman basa lebih tinggi daripada pati dengan perendaman aquades yaitu 23,4% untuk perendaman NaOH dan 19,2% untuk perendaman dengan aquades. Sebaliknya amilopektin pada pati dengan perendaman basa lebih rendah dibandingkan dengan aquades yaitu 76,6% untuk perendaman dengan NaOH dan 80,8% untuk perendaman dengan aquades. Kandungan protein pada pati dengan perendaman basa lebih kecil dibandingkan dengan perendaman dengan aquades yaitu 0,76% untuk perendaman dengan NaOH dan 1,05% untuk perendaman dengan aquades

SURFACE MODIFICATION USING AMPHIPHILIC DIBLOCK COPOLYMERS FOR TISSUE ENGINEERING APPLICATIONS

Surface modification of biomaterials is becoming an increasingly popular method to improve device biocompatibility, functionality and mechanical properties. Amphiphilic block copolymers have been utilized for many applications based principally on their ability to self assemble within the bulk and at interfaces into regular nano-meter scale patterns. The self-assembled patterns of the block copolymers at surfaces are thus seen as ideal surface modifiers for tissue engineering applications. In this project, a model diblock copolymer system, polystyrene-polyacrylic acid (PS339- PAA84), was prepared using the reversible addition-fragmentation chain transfer (RAFT) polymerization technique. The behaviour of PSAA was studied in dioxane-water mixtures. The morphologies changed with increasing water content from sphere to rods and to vesicles. The spinodal and binodal phase diagrams of PSAA in a dioxane-water system were thereafter determined. The self-assembly of these amphiphilic diblock copolymers at the surface of a twodimensional (2D) polystyrene film was then characterised as a function of concentration and block composition. The size of the self assembled aggregates at the PS surface was shown to vary from 10 to 30 nm by changes in the block copolymer concentration. Fibroblast cells cultured on these films demonstrated a strong dependency on PAA aggregate size and number density with regards to their attachment on the modified PS thin films. Two primary morphologies of the attached cells were observed: radial spread and axial polarised. Interestingly the number of cells attached at a period of 24h was similar for all films investigated. This study has shown the significant potential of block copolymers as surface modifying additives for use in tissue engineering applications

Development of novel hollow fiber membranes for forward osmosis applications

Forward osmosis (FO) process has been gaining popularity in recent years as a potential alternative to pressure-driven membrane processes such as reverse osmosis (RO) for water desalination and wastewater reclamation. However, the main drawback of FO system is permeate flux decline due to internal concentration polarization (ICP) when conventional RO membranes are used. The only commercially available FO flat sheet membrane developed by Hydration Technologies Inc (HTI) presented low water permeation flux. Therefore, the development of novel FO membranes with optimized structure to reduce ICP has become a critical issue to facilitate FO practical applications. In this study, single layer asymmetric microporous hollow fiber membranes were fabricated using Torlon polyamide-imide (PAI) material as the porous support followed by a simple polyelectrolyte cross-linking using polyethyleneimine (PEI) to produce hollow fiber membranes with a positively charged nanofiltration (NF)-like selective layer. The newly developed PAI hollow fiber membranes show a pure water permeability of 2.19-2.25 l/m2.h.bar and reasonable NaCl and MgCl2 rejections of 49% and 94% at 1 bar, respectively. It is also found that in FO processes, when using 0.5 M MgCl2 as a draw solution and de-ionized (DI) water as the feed in the active layer facing feed water (AL-FW) configuration at 23C, the water fluxes of two PAI FO hollow fiber membranes are 8.36 and 9.74 l/m2.h, respectively, and the salt to water flux ratio (Js/Jv) of the two membranes is smaller than 0.4 g/l, which is lower than the data of 0.85 g/l for commercial HTI FO membrane. Different from a neutral membrane, the positively charged FO membrane provides double electric repulsions to the salt transfer through the membrane in the AL-FW configuration, leading to a reduction of salt penetration, while in the active layer facing draw solution (AL-DS) configuration, the positive charges facilitate salt transportation. This study provides a simple and effective approach to make hollow fibers with a NF-like skin suitable for FO applications. An improvement for the single layer PAI hollow fiber membranes has been carried out by incorporating a negatively charged polyelectrolyte layer on the selective skin, aiming to enhance membrane antifouling property. This new type of PAI FO membrane possesses pure water permeability of 3.7-4.3 l/m2.h.bar and Na2SO4 rejection up to 85% at 1 bar. In the FO process, the membranes can achieve water flux of 17 and 12 l/m2.h for the AL-DS and AL-FW configurations, respectively, using a 2000 ppm Na¬2SO4 aqueous solution as the feed and 0.5 M Na2SO4 as the draw solution. When the feed contained 1000 ppm bovine serum albumin (BSA) and 2000 ppm Na2SO4, a steady water flux of 11 l/m2.h can be maintained using 0.5 M Na2SO4 as the draw solution at ambient temperature of 23 °C. The approach of making FO membranes developed in this study offers the advantages of simple fabrication process, tailorable selective layer and promising membrane performance for protein-contained wastewater treatment by FO process.Doctor of Philosophy (CEE

Dual layer composite nanofiltration hollow fiber membranes for low-pressure water softening

Nanofiltration (NF) membrane process has become increasingly attractive due to their unique characteristics to selectively remove specific compounds or ions. The most commonly NF membranes are negatively charged which is unsuitable for hardness removal. Therefore, the development of novel NF membranes with a positively charged skin has become a key issue for low pressure water softening. In this study, dual layer microporous hollow fiber membranes were fabricated using Torlon poly(amide-imide) (PAI) as the material of the selective outer layer and polyethersulfone (PES) as the material of the porous support inner layer. A positively charged NF-like selective layer was developed by a simple polyelectrolyte cross-linking using polyallylamine (PAAm). The newly developed (PAI-PAAm)-PES dual layer hollow fiber membranes show a salt water permeability of 15.8 L/m2.h.bar and high Mg2+ and Ca2+ rejections of 94.2% and 92.3%, respectively, at operating pressure of 2 bar using a 3000 ppm TDS feed solution. This study provides a simple and effective approach to produce positively charged NF hollow fiber membranes for water softening applications with low energy consumption.NRF (Natl Research Foundation, S’pore)EDB (Economic Devt. Board, S’pore)Accepted versio

Genetic variation in Trex1 affects HIV-1 disease progression

Three prime repair exonuclease 1 (TREX1) plays a pivotal role in HIV-1 infection. In-vitro studies have shown that TREX1 degrades excess HIV-1 DNA, thereby shielding HIV-1 from recognition by innate immune receptors and preventing a type 1 interferon response. To determine whether TREX1 plays a role in HIV-1 pathogenesis, we analyzed whether genetic variation in Trex1 is associated with the clinical course of HIV-1 infection. Two tagging single nucleotide polymorphisms (SNPs) in Trex1 were genotyped in a cohort of 304 HIV-1-infected MSM and a cohort of 66 high-risk seronegative individuals. Kaplan-Meier and Cox regression survival analyses were used to analyze the effect of the SNPs on HIV-1 disease progression. In-vitro HIV-1 infection assays and Trex1 mRNA analysis were performed in peripheral blood mononuclear cells (PBMCs) obtained from donors that were genotyped for the tag SNP in Trex1. We observed that the minor allele of SNP rs3135941 in Trex1 is associated with faster HIV-1 disease progression. This association was independent of the CCR5-Δ32 genotype and human leukocyte antigen alleles that were previously found to be predictive of disease progression. In addition, we observed an increased HIV-1 replication in PBMC positive for the minor allele of SNP rs3135941. Our data emphasize the important role of TREX1 in HIV-1 pathogenesis. The association of SNP rs3135941 with accelerated disease progression that we observed might be explained by the increased HIV-1 replication observed in PBMC positive for the minor allele of the SN