2 research outputs found
Implementasi Kebijakan Desentralisasi Pendidikan Dalam Konteks Pemerintahan Aceh
Pendidikan Aceh memiliki banyak permasalahan yang terjadi terutamna dalam implementasi desentralisasi pendidikan, baik itu hasil dari capaian prestasi siswa dan guru serta kepala sekolah, maupun wujud pendidikan Islami yang hanya sebatas simbol-simbol Islam. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor penyebab belum efektifnya desentralisasi pendidikan Aceh dilihat dari aspek content of policy dan context of policy. Penelitian ini menggunakan post-positivistme dan metode kualitatif. Proses pengumpulan data dilakukan dengan wawacara mendalam, data dokumentasi dan pengamatan dilapangan yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis data interaktif. Belum adanya implikasi positif terhadap kemajuan pendidikan Aceh, baik dilihat dari prestasi siswa dan guru secara nasional maupun wujud pendidikan Islami, mamfaat yang dirasakan dari kebijakan ini juga masih belum merata, standar pelayanan minimum (SPM) pendidikan untuk wilayah terpencil belum memadai, demikian pula perluasan dan pemarataan pendidikan belum menyetuh masyarakat di daerah terpencil, dari aspek, Perubahan yang diharapkan dengan pendidikan Islami hanya sebatas simbol-simbol Islam saja, kemudian institusi yang memiliki kewenangan untuk memperbaiki pendidikan Aceh belum berperan dan berfungsi dengan baik, para pelaksana pendidikan seperti kepala sekolah, guru dan dinas pendidikan juga belum menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Pembiayaan pendidikan kabupaten/kota masih tergantung kepada pusat dan propinsi. Kata Kunci: Kebijakan, Implementasi Kebijakan dan Pendidikan Islami PENDAHULUANPembentukan daerah otonom secara simultan merupakan kelahiran status otonomi yang didasarkan atas aspirasi dan kondisi obyektif dari masyarakat yang berada di wilayah tertentu. Diberlakukannya UU. No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, diharapkan mampu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan pembangunan secara merata di seluruh wilayah negara Indonesia. pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya selanjutnya tidak boleh lagi mencampuri penyelenggaraan urusan-urusan yang telah diserahkan kepada daerah, kecuali dalam bentuk pembinaan, koordinasi dan pengawasan.Terdapat beberapa propinsi yang diberikan otonomi khusus, salah satunya adalah propinsi Aceh. Kekhususan ini merupakan peluang yang berharga untuk melakukan penyesuaian struktur, susunan, pembentukan dan penamaan pemerintahan di tingkat lebih bawah yang sesuai dengan jiwa dan semangat berbangsa dan bernegara yang hidup dalam nilai-nilai luhur masyarakat Aceh dalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia (NKRI)
Partisipasi Dalam Pemilu “Kehadiran Dan Ketidakhadiran Pemilih Di Tps Dalam Pemilu Di Wilayah Kabupaten Aceh Tengah”
Di Indonesia berpartisipasi politik dijamin oleh negara. Hal ini tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 yang berbunyi “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Selain itu, di atur pula dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh negara mengenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan, dll. Rendahnya angka partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan legislatif dan pemilihan presiden secara Nasional, berimplikasi pada kurangnya legitimasi rakyat terhadap calon legislatif sebagai anggota parlemen dan calon presiden sebagai presiden Republik Indonesia. Penelitian ini akan melihat tingkat partisipasi pemilih di Kabupaten Aceh Tengah dengan mengambil tema kehadiran dan ketidakhadiran pemilih dalam pemilu, berapa prosentase yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Dalam penelitian ini juga yang akan melihat apa yang melandasi pemilih hadir di TPS untuk menggunakan hak pilihnya di TPS-TPS yang ada di Kabupaten Aceh Tengah.Kata Kunci: Partisispasi dalam Pemilu PENDAHULUANPemilu Legislatif 2014 yang berlangsung pada tanggal 9 April 2014 telah berlalu. Pemilu legislatif ini memilih kurang lebih 19.700 (Sembilan belas ribu tujuh ratus) kandidat caleg yang tersebar di 2.450 (dua ribu empat ratus lima puluh) daerah pemilihan. Oleh karena itu, pemilu di Indonesia dikenal sebagai salah satu pemilu terbesar di dunia yang juga melibatkan hampir 20.000 (dua puluh ribu) calon anggota legislatif (caleg), juga lebih dari 186 (seratus delapan puluh enam) juta pemilih.Kondisi ini tentu menjadikan pelaksanaan pemilu tak terbayangkan rumitnya. KPU sebagai penyelenggara pemilu menghadapi tantangan luar biasa untuk mengorganisir penyelenggaraannya. Tantangan terbesarnya adalah mendorong partisipasi masyarakat dalam penggunaan hak pilih pada 9 April 2014. Berkaca dari pengalaman pemilu di Indonesia sejak Pemilu 1999 hingga 2009, terjadi penurunan partisipasi pemilih cukup signifikan. Tingkat partisipasi terus menurun dari 92 persen (%) pada Pemilu 1999 menjadi 84 persen (%) di 2004, dan terus menurun saat penyelenggaraan Pemilu 2009, yakni tinggal 71 persen (%). Secara konsisten rata-rata penurunan dari tiga periode pemilu tersebut sebesar kurang lebih 10 persen (%). Jika trend ini diikuti maka sangat mungkin Pemilu 2014 tingkat partisipasinya tinggal 60 persen (%). Selain menurunnya angka partisipasi pada 3 periode pemilu, jumlah suara tidak sah juga terus mengalami kenaikan dari 3.3 persen (%) pada Pemilu 1999 menjadi 9.7 persen (%) pada Pemilu 2004, dan melonjak pada angka 14.4 persen (%) di Pemilu 2009