34 research outputs found

    Profil Agribisnis dan Dukungan Teknologi dalam Agribisnis Kacang Tanah di Indonesia

    Full text link
    Tanaman kacang tanah pada lahan kering memberikan kontribusi pendapatan yang signifikan (60%) bagi petani, sehingga terus ditanam petani meskipun kurang mendapat perhatian yang memadai dari para pihak yang berkepentingan dalam agribusnis kacang tanah. Daya tampung tenaga kerja pada agribisnis kacang tanah untuk sektor industri primer relatif terbatas dengan laju pertambahan luas panen 1,3%. Akses terhadap teknologi belum tampak menggeliat dalam lima tahun terakhir ini. Kenaikan harga input dan upah tenaga kerja yang sangat tajam pada tahun 2005 dapat memperlemah akses terhadap teknologi. Kinerja teknologi petani memberikan hasil sekitar 1,5-1,7 t/ha polong kering yang dapat ditingkatkan menjadi 2,4-3,0 t/ha atau meningkat 30%-80% dengan perbaikan teknologi, namun teknologi inovatif tersebut masih tergolong padat karya dan padat modal bagi petani kacang tanah berskala kecil. Efisiensi USAhatani kacang tanah dalam jangka pendek yang paling mungkin dapat dilakukan adalah melakukan penghematan penggunaan benih dari 100-150 kg/ha dengan tanam sebar pada alur bajak berjarak 20 cm antar alur, atau sebar acak menjadi 80-90 kg/ha dengan sebar pada alur bajak berjarak 40 cm antar alur bajak. Kegiatan panen dan pasca panen yang menyerap 20% tenaga kerja dapat diserahkan kepada penebas, mengingat terbatasnya tenaga dan tiadanya lantai jemur yang memadai di tingkat petani. Pengembangan kacang tanah dengan teknologi inovatif dalam jangka pendek perlu diutamakan pada daerah pemasuk industri pengolahan skala besar di Jawa Tengah dan skala menengah di Sumatera Utara. Guna mengendalikan mutu produk perlu sosialisasi standarisasi mutu kepada para pihak terkait sehingga produk olahannya dapat bersaing di pasar Internasional

    Pendayagunaan Sumber Daya Genetik dalam Pengembangan Varietas Kacang Tanah Toleran Lahan Masam

    Full text link
    Pendayagunaan Sumber Daya Genetik dalam Pengembangan Varietas Kacang Tanah Toleran Lahan Masam. Kacang tanah (Arachis hypogaea (L.) Merr.) merupakan salah satu komoditas kacang-kacangan sumber lemak dan protein yang strategis dalam upaya meningkatkan pendapatan dan perbaikan gizi masyarakat. Luas areal panen kacang tanah 77,7% berada di Pulau Jawa, sisanya 22,3% tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua yang merupakan lahan kering masam ataupun rawa. Diantara tanaman kacang-kacangan, kacang tanah paling adaptif dan kompetitif pada lahan masam. Luas panen kacang tanah di luar Jawa 124.806 ha, sangat kecil dibandingkan dengan luas lahan masam yang sesuai untuk tanaman semusim seperti kacang tanah. pendayagunaan 350 sumber daya genetik (SDG) kacang tanah di lahan masam, berhasil mengidentifikasi genotipe kacang tanah yang toleran pada lahan kering masam. Beberapa genotipe di antaranya telah disilangkan dengan varietas Gajah, dan galur keturunan terpilih telah diuji adaptasi pada delapan lokasi lahan kering masam. Dua galur G/92088//92088-02-B-2-8-1 (GH 3) dan G/92088//92088-02-B-2-8-2 (GH 4) dengan hasil rata-rata masing-masing 2,45 t/ha dan 2,60 t/ha polong kering, lebih tinggi dari varietas Jerapah (1,94 t/ha) dan Talam 1 (2,09 t/ha). Kacang tanah galur GH 3 dan GH 4 dilepas sebagai varietas kacang tanah toleran pada lahan kering masam dengan nama Talam 2 dan Talam 3. Bila 2% (303.590 ha) lahan kering masam di Sumatera, Kalimantan dan Papua dapat ditanami varietas kacang tanah toleran lahan masam, akan terjadi peningkatan hasil yang dapat mencukupi kekurangan produksi kacang tanah dalam negeri

    Pembentukan Varietas Unggul Kacang Tunggak

    Full text link
    Kacang tunggak tergolong komoditas yang secara alamiah beradaptasi baik pada lahan kering atau lahan marginal sehingga memiliki harapan yang baik untuk dikembangkan pada lahan kering dalam rangka peningkatan produktivitas lahan.Perbaikan varietas kacang tunggak diutamakan pada peningkatan potensi hasil, sedangkan umur panen,kualitas biji,dan ketahanan terhadap hama utama tidak dilakukan secara khusus melainkan bersamaan saat seleksi atau pengujian daya hasil. Untuk jangka pendek (3tahun), Perbaikan varietas kacang tunggak dilakukan dengan introduksi dan seleksi, sedangkan jangka panjang dilakukan melalui hibridisasi.Kegiatan penuliaan kacang tunggak di Balitkabi dimulai pada tahun anggaran 1987 yang meliputi karakterisasi plasma nutfah untuk sifat kualitatif dan kuantitatif, pembentukan populasi bersegregasi melalui hibridisasi yang dilanjutkan dengan seleksi galur, pengujian daya hasil, dan uji multilokasi. Persilangan dilaksanakan pada tahun 1991 dengan metode silang tunggal; seleksi mulai dilakukan pada generasi F2-F5 dengan metode pedigree dan bulk (tahun 1992-1994). Galur-galur homosigot terpilih mulai diuji daya hasilnya pada tahun 1994-1995 melalui uji daya hasil pendahuluan yang dilanjutkan dengan pengujian daya hasil lanjut/multilokasi hingga tahun 1997. Hasil,warna biji,serta toleransi terhadap hama polong digunakan sebagai tolok ukur.Perbaikan kacang tunggak dengan cara hibridisasi mendapatkan tiga varietas unggul yakni KT-6,KT-7,dan KT-8 yang hasilnya di atas hasil rata-rata varietas dan diatas varietas pembanding tertinggi KT-5 dengan warna biji coklat muda dan merah. Selain itu ketiga varietas tersebut tergolong toleran terhadap hama polong pada tingkat serangan sedang, dan varietas KT-7 juga teridentifikasi agak tahan terhadap penyakit virus CAMV. Sedangkan varietas KT-2,KT-4,KT-5 dan KT-9 merupakan varietas hasil program jangka pendek. KT-2 dan KT-5 teridentifikasi tahan terhadap virus CAMV

    Respons Genotipe Kacang Tanah terhadap Hama Kutu Kebul

    Full text link
    Kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) termasuk salah satu hama penting pada kedelai dan kacang tanah yang dapat menyebabkan kehilangan hasilhingga gagal panen. Potensi hasil dari tiga puluh genotipe kacang tanah diuji di Kebun Percobaan Jambegede dan Muneng dan responsnya terhadapkutu kebul dilakukan di rumah kaca pada musim kemarau II 2014 menggunakan rancangan acak kelompok, diulang tiga kali. Respons genotipe terhadap kutu kebul dinilai menggunakan metode Teuber et al. 2002. Terdapat interaksi antara genotipe dan lingkungan untuk peubah hasil, sehingga seleksi dilakukan di setiap lokasi. Diperoleh 10 genotipeyang terpilih di kedua lokasi dengan potensi hasil di atas 3,5 t/ha. Kacang tanah memberikan respons beragam terhadap kutu kebul dari rentanhingga tahan. Terdapat empat genotipe kacang tanah yaitu: ICGV 87868-21 (G 13), ICGV 87868-21 (G 14), (ICGV 87868-26 (G 7) dan GH 116-26 (G 9) yang terindikasi tahan terhadap hama kutu kebul. Berdasarkan hasil polong, persentase kehilangan hasil, dan skor embun jelaga, 10 genotipe yang terpilih tersebar dalam tiga kelompok, yaitu:(1) tiga genotipe dengan hasil tinggi, kehilangan hasil tinggi, dan rentan kutu kebul, yaitu: Takar 1 (G 1), J/91283-99-C-192-17-12 (G 4), dan G/92088//92088-02-B-2-9-29 (G 25), (2) empat genotipe memilikihasil tinggi, kehilangan hasil tinggi, dan agak tahan kutu kebul, terdiri dari genotipe G/92088//92088-02-B-2-9-14 (G 15), J/91283-99-C-192-17-23 (G20), ICGV 93171-28 (G 24), dan G/92088//92088-02-B-2-8-1-27 (G 28), dan (3) tiga genotipe memiliki hasil tinggi, bersifat toleran dan agak tahan terhadap kutu kebul yaitu genotype GH 116-21 (G2), ICGV 87868-21 (G 13), dan ICGV 91230-24 (G 14). Genotipe terpilih ini disarankan untuk diujimultilokasi

    PEMBENTUKAN VARIETAS UNGGUL KACANG TUNGGAK

    Get PDF
    Kacang tunggak tergolong komoditas yang secara alamiah beradaptasi baik pada lahan kering atau lahan marginal sehingga memiliki harapan yang baik untuk dikembangkan pada lahan kering dalam rangka peningkatan produktivitas lahan.Perbaikan varietas kacang tunggak diutamakan pada peningkatan potensi hasil, sedangkan umur panen,kualitas biji,dan ketahanan terhadap hama utama tidak dilakukan secara khusus melainkan bersamaan saat seleksi atau pengujian daya hasil. Untuk jangka pendek (3tahun), Perbaikan varietas kacang tunggak dilakukan dengan introduksi dan seleksi, sedangkan jangka panjang dilakukan melalui hibridisasi.Kegiatan penuliaan kacang tunggak di Balitkabi dimulai pada tahun anggaran 1987 yang meliputi karakterisasi plasma nutfah untuk sifat kualitatif dan kuantitatif, pembentukan populasi bersegregasi melalui hibridisasi yang dilanjutkan dengan seleksi galur, pengujian daya hasil, dan uji multilokasi. Persilangan dilaksanakan pada tahun 1991 dengan metode silang tunggal; seleksi mulai dilakukan pada generasi F2-F5 dengan metode pedigree dan bulk (tahun 1992-1994). Galur-galur homosigot terpilih mulai diuji daya hasilnya pada tahun 1994-1995 melalui uji daya hasil pendahuluan yang dilanjutkan dengan pengujian daya hasil lanjut/multilokasi hingga tahun 1997. Hasil,warna biji,serta toleransi terhadap hama polong digunakan sebagai tolok ukur.Perbaikan kacang tunggak dengan cara hibridisasi mendapatkan tiga varietas unggul yakni KT-6,KT-7,dan KT-8 yang hasilnya di atas hasil rata-rata varietas dan diatas varietas pembanding tertinggi KT-5 dengan warna biji coklat muda dan merah. Selain itu ketiga varietas tersebut tergolong toleran terhadap hama polong pada tingkat serangan sedang, dan varietas KT-7 juga teridentifikasi agak tahan terhadap penyakit virus CAMV. Sedangkan varietas KT-2,KT-4,KT-5 dan KT-9 merupakan varietas hasil program jangka pendek. KT-2 dan KT-5 teridentifikasi tahan terhadap virus CAMV

    RESPONS GENOTIPE KACANG TANAH TERHADAP HAMA KUTU KEBUL

    Get PDF
    Kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) termasuk salah satu hama penting pada kedelai dan kacang tanah yang dapat menyebabkan kehilangan hasilhingga gagal panen. Potensi hasil dari tiga puluh genotipe kacang tanah diuji di Kebun Percobaan Jambegede dan Muneng dan responsnya terhadapkutu kebul dilakukan di rumah kaca pada musim kemarau II 2014 menggunakan rancangan acak kelompok, diulang tiga kali. Respons genotipe terhadap kutu kebul dinilai menggunakan metode Teuber et al. 2002. Terdapat interaksi antara genotipe dan lingkungan untuk peubah hasil, sehingga seleksi dilakukan di setiap lokasi. Diperoleh 10 genotipeyang terpilih di kedua lokasi dengan potensi hasil di atas 3,5 t/ha. Kacang tanah memberikan respons beragam terhadap kutu kebul dari rentanhingga tahan. Terdapat empat genotipe kacang tanah yaitu: ICGV 87868-21 (G 13), ICGV 87868-21 (G 14), (ICGV 87868-26 (G 7) dan GH 116-26 (G 9) yang terindikasi tahan terhadap hama kutu kebul. Berdasarkan hasil polong, persentase kehilangan hasil, dan skor embun jelaga, 10 genotipe yang terpilih tersebar dalam tiga kelompok, yaitu:(1) tiga genotipe dengan hasil tinggi, kehilangan hasil tinggi, dan rentan kutu kebul, yaitu: Takar 1 (G 1), J/91283-99-C-192-17-12 (G 4), dan G/92088//92088-02-B-2-9-29 (G 25), (2) empat genotipe memilikihasil tinggi, kehilangan hasil tinggi, dan agak tahan kutu kebul, terdiri dari genotipe G/92088//92088-02-B-2-9-14 (G 15), J/91283-99-C-192-17-23 (G20), ICGV 93171-28 (G 24), dan G/92088//92088-02-B-2-8-1-27 (G 28), dan (3) tiga genotipe memiliki hasil tinggi, bersifat toleran dan agak tahan terhadap kutu kebul yaitu genotype GH 116-21 (G2), ICGV 87868-21 (G 13), dan ICGV 91230-24 (G 14). Genotipe terpilih ini disarankan untuk diujimultilokasi

    Seleksi Galur Kacang Tanah Adaptif Pada Lahan Kering Masam

    Full text link
    Increasing production of groundnut through the opening of new land is considered as the best option available. The remaining land available for groundnut, however, is an acid dry land. Groundnut selection for acid soil tolerance through a preliminary yield test consisted of 100 advance lines was done in Natar Experimental Farm, Lampung, in the early dry season (MaretJuni) of 2010. The experiment was arranged in a randomized block design with three replications. The selected lines were then grown in South Lampung and East Lampung Districts during the late dry seasons (July-November) of 2010. The second experiment was done using a strip plot design with two replications. Applying the principal component analyses of 14 characters from the first experiment found nine characters that had KMO (Kaiser-MeyerOlkin) values higher than 0.5 and significant according to the Bartlett's test. Six of the 9 characters had high loading factors, and they were competent for further analysis. To facilitate simultaneous selection of the six characters, a cluster analysis was applied and was able to distinguish lines into three groups consisted of 27, 24, and 39 lines respectively. Finally, 8, 1, and 17 lines were selected from each of the groups. Two check varieties, Landak and Turangga, were included in group one, while variety Jerapah was included in group three. Potential yields of the selected lines ranged from 2.5 to 3.6 t dry pods/ha with scores of leaf spot disease ranged from 4.7 to 6.0 (resistant to moderately resistant). Using 10% intensity of selection, 17 lines were selected that combined both locations test (low and high Al saturated). The selected lines will be tested further in an adaptation yield trial for two seasons in various locations prior to the release as new varieties adapted to dry acid soil
    corecore