175 research outputs found

    RESPON PENAMBAHAN PUPUK ORGANIK IKAN DAN KALIUM PADA TANAMAN CABAI HIJAU (Capsicum Annum L.)

    Get PDF
    Cabai hijau adalah salah satu produk hortikultura yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia karena memiliki kandungan gizi dan nilai ekonomi tinggi. Produktivitas tanaman selain ditentukan oleh faktor lingkungan tumbuh juga dipengaruhi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dengan cara  pemupukan. Saat ini dijumpai beberapa permasalahan pada budidaya cabai diantaranya adalah rendahnya produksi akibat dari pemupukan yang kurang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis pupuk organik ikan dan kalium  pada tanaman cabai hijau. Penelitian ini dilaksanakan di IP2TP Berastagi, Kabupaten Karo,dengan ketinggian tempat ± 1340 meter di atas permukaan laut, jenis tanah andisol. Penelitian ini di laksanakan mulai bulan September 2021 – April 2022. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor I : Dosis Pupuk organik ikan  I0. Tanpa pupuk organik  ikan, I1. 500 kg/ha, I2. 1000 kg/ha, I3. 1500 kg/ha.   Faktor II : Dosis Kalium : K0. Tanpa kalium, K1. 100 kg/ha, K2. 200 kg/ha, K3. 300 kg/ha. Hasil yang diperoleh adalah penambahan pupuk organik  ikan  tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman, tetapi berpengaruh nyata terhadap produksi cabai hijau. Penambahan pupuk organik ikan dengan dosis 1500 kg/ha mampu meningkatkan produksi cabai hijau sebesar 34,63%. dibandingkan tanpa pupuk organik ikan. Penambahan kalium  tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai hijau serta tidak ada interaksi antara pupuk organik  ikan dan kalium terhadap tanaman cabai hijau

    Isolasi Squalen Dari Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD)

    Full text link
    Asam lemak sawit distilat (ALSD) merupakan hasil samping dari pabrik minyak goreng kelapa sawit dan mengandung squalen sekitar 1%. Squalen dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam industri kosmetika dan obat-obatan. Pada penelitian ini squalen diperoleh dari saponifikasi ALSD yang dilanjutkan dengan ekstraksi dan pencucian sehingga diperoleh cairan berwarna kuning yang kemudian dianalisis menggunakan gas chromatography (GC) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Pemurnian cairan ini menggunakan kromatografi kolom dengan fase gerak heksan dan fase diam silika gel tipe 60. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik ALSD adalah kadar air 0,30 %, asam lemak bebas (ALB) 90,56 %, bahan tak tersabunkan 9,03 %, bilangan penyabunan 223,23 mg KOH/g, bilangan peroksida 25,86 mek/Kg. Sementara komposisi asam lemak di dalam ALSD adalah asam laurat (C:12) 0,19 %, asam miristat (C:14) 1,03 %, asam palmitat (C:16) 48,59%, asam stearat (C:18) 3,71 %, asam oleat (C:18:1) 37,74%, asam linoleat (C:18:2) 7,97 %, dan asam linolenat (C:18:3) 0,21 %. Sementara itu kandungan squalen di dalam bahan tak tersabunkan adalah 139.000 ppm. Squalen yang diperoleh masih tidak murni terbukti dengan hasil analisis FTIR munculnya puncak pada bilangan gelombang 1700 cm-1 yang menunjukkan gugus C=O karbonil. Pemurnian dengan kromatografi kolom dapat memurnikan squalen hingga konsentrasi 239.000 ppm

    Searching for Exits from the Great Recession: Coordination of Fiscal Consolidation and Growth Enhancing Innovation Policies in Central and Eastern Europe

    Get PDF
    To overcome the Great Recession that started in 2008, the European Union (EU) has opted for a strategy that combines austerity-driven fiscal and experimental ‘growth-enhancing’ research, development, and innovation (RDI) policies supported by different coordination mechanisms. We analyse the experiences of four Central and Eastern European economies—the Czech Republic, Estonia, Poland, Slovenia—in implementing this strategy. Given the weak policy capacities both in the EU institutions and CEE economies to draft and coordinate such novel RDI policies, we find that the implementation of this strategy is more challenging under the current EU fiscal and economic policy coordination system than assumed by the EU

    PENGARUH UKURAN BENIH DAN PUPUK DAUN DALAM PERTUMBUHAN DAN PENINGKATAN HASIL BAWANG MERAH DI DATARAN TINGGI

    Get PDF
    Bawang merah termasuk salah satu komoditas unggulan sayuran, yang saat ini banyak dimanfaatkan oleh konsumen. Bawang merah secara umum digunakan untuk bahan bumbu, dan penggunaanya sangat tinggi. Tingginya kebutuhan bawang merah ini membutuhkan produktivitas yang tinggi juga untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan diantaranya dengan penggunaan benih bermutu dan teknik budidaya pemupukan. Benih bermutu dan pemupukan sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pupuk daun merupakan salah satu pemupukan melalui daun yang dapat digunakan tanaman sebagai sumber nutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ukuran benih dan konsentrasi pupuk daun yang tepat untuk pertumbuhan dan peningkatan produksi bawang merah di dataran tinggi. Penelitian dilaksanakan di IP2TP Berastagi dengan ketinggian tepat 1.340 mdpl. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok faktorial dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah ukuran benih (Kecil dan Besar) dan faktor kedua adalah konsentrasi pupuk daun (0, 1 g/L, 2 g/L, 3 g/L, dan 4 g/L). Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah benih ukuran besar (> 4,5 g ) dan pemupukan daun dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah. Penggunaan ukuran benih besar dengan pupuk daun 1 g/L air mampu meningkatkan produksi 7,97% dan umbi grade besar 36,36% dari perlakuan tanpa pupuk daun. Penggunaan ukuran benih kecil (< 3 g) dengan pupuk daun 2 g/L air mampu meningkatkan produksi 59,85% dan umbi grade besar 35,62% dari perlakuan tanpa pupuk daun

    Pemanfaatan Pupuk Organik Cair dan Teknik Penanaman dalam Peningkatan Pertumbuhan dan Hasil Kentang

    Full text link
    Kentang merupakan salah satu komoditi hortikultura yang kebutuhannya sangat tinggi di pasaran. Namun saat ini produktivitas kentang masih kurang bagus dan masih dibutuhkan suatu tindakan, sehingga produktivitasnya tinggi. Rendahnya produktivitas di antaranya disebabkan pengelolaan budidaya yang belum optimal. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan dosis pupuk organik cair dan teknik penanaman yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kentang. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Berastagi dengan ketinggian tempat 1.340 m dpl., jenis tanah Andisol yang dilaksanakan dari Bulan Agustus sampai Nopember 2012. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial dengan empat ulangan. Perlakuan terdiri atas dua faktor, faktor I ialah dosis pupuk organik cair (C0 = tanpa pupuk organik cair, C1 = pupuk organik cair 3 ml/l air, C2 = pupuk organik cair 6 ml/l air, dan C3 = pupuk organik cair 9 ml/l air) dan faktor 2 ialah teknik penanaman (T1 = tanpa mulsa, T2 = memakai mulsa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk organik cair dengan dosis 6 ml/l air dan teknik penanaman dengan mulsa dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman kentang sebesar 84,48 dan 98,68% pada umur 1bulan setelah tanam dan 2 bulan setelah tanam. Teknik penanaman kentang menggunakan mulsa dapat menekan serangan penyakit Phytophthora infestans sebesar 32,25% dibandingkan penanaman tanpa mulsa. Pemberian pupuk organik cair dengan dosis 6 ml/l air dan penanaman menggunakan mulsa dapat meningkatkan produksi per plot (95,27%) dan persentase kelas umbi besar (44,27 – 128,77%), serta mengurangi kelas umbi kecil (60,93 – 119,04%)

    Peningkatan Produksi Dan Mutu Benih Wortel (Daucus Carota) Varietas Lokal Melalui Pemangkasan Cabang Dan Pemupukan Boron (Increasing the Production and Quality of Carrot Seed Local Variety Through Branch Pruning and Boron Fertilization)

    Full text link
    Teknik perbenihan perlu diperhatikan untuk mendapatkan benih wortel bermutu. Hal ini terjadi dikarenakan oleh teknik perbenihan / pemilihan umbella sebagai sumber bibit kurang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produksi dan mutu benih wortel melalui perlakuan pemangkasan cabang dan pemberian pupuk boron. Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Mei 2014 di kebun percobaan Berastagi, dengan ketinggian ± 1340 meter dpl, jenis tanah andisol. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok faktorial dengan 3 ulangan, dimana faktor 1: Teknik Pemangkasan (P0. Tanpa pemangkasan, P1. Pemangkasan cabang tersier, P2. Pemangkasan cabang primer dan tersier) dan faktor 2 = Dosis Pupuk Boron (Bo. 0, B1. 5 kg/Ha, B2. 10 kg/Ha dan B3. 15 kg/Ha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemangkasan cabang tersier pada perbenihan wortel dapat meningkatkan jumlah cabang sekunder 15.12% – 23.91%, diameter cabang sekunder 17.87% – 19.97%, bobot kotor benih 66.87 – 70.62%, bobot bersih benih 62.85% – 70.62% dan menurunkan persentase benih hampa 32.82% – 44.52%. Pemberian pupuk boron dengan dosis 15 kg/ha dapat meningkatkan jumlah cabang sekunder 60.89%, bobot kotor benih 59.85%, bobot bersih benih 67.68% dan menurunkan persentase benih hampa ±58.32% dibanding tanpa pemberian boron. Persentase tumbuh benih dapat ditingkatkan (49.28 – 51.89%) dengan perlakuan pemangkasan cabang tersier dan pemberian pupuk boron 5- 10 kg/ha.KeywordsDaucus carota; Pemangkasan cabang; Pupuk boro

    The Association between Traditional Habit “Menyuntil” and Health Status among Batak Karo Women in Deli Serdang, North Sumatera

    Full text link
    Background: Oral tobacco utilization occurs in multiple forms and in various parts of the world, including one in Batak Karo ethnic group North Sumatera, Indonesia. Chewing tobacco is practiced by holding tobacco leaf in the mouth inside the cheek or between the cheek and gum. Smokeless, snuff, or chewing tobacco contains nicotine as well as many known carcinogens. More nicotine is absorbed by chewing tobacco use than by smoking a cigarette. Studies have shown that chewing tobacco use is a risk factor for the development of oral cancers and pre-cancers. Other health risks of chewing tobacco include gum disease, tooth decay and tooth loss, and possible links to other cancers and cardiovascular disease. Little is known, however, about the health effect of tobacco chewing practiced by women of Batak Karo ethnic group in North Sumatera. This study aimed to examine the effect of tobacco chewing (known as “Menyuntil”) on health of Batak Karo women in North Sumatera. Subjects and Method: This was a cross-sectional study conducted in Sembahe Village, Karo-karo, North Sumatera, in October 2017. A sample of 100 women was selected for this study by purposive sampling. The dependent variable was maternal health status. The independent variable was the traditional habit tobacco chewing (“menyuntil’’). The data were collected by questionnaire and clinical examination. The data were analyzed by Prevalence Ratio (PR) as a measure of association and tested by Chi-square. Results: As many as 70% of women studied had high blood pressure, 76.7% had poor dental conditions, and 56.7% had been chewing tobacco for 1-9 years. Chewing tobacco increased the risk of hypertension (PR= 2.3, 95% C<1.09 to 3.05; p<0.028), diabetes (PR= 2.5; 95% CI<1.21 to 3.28; p<0.014), and poor dental conditions RP= 3.1; 95% CI<2.50 to 4.35; p<0.008). Conclusion: Chewing tobacco increases the risk of hypertension, diabetes, and poor dental conditions, in Batak Karo women, North Sumatra. Keywords: tobacco chewing, health effect, Batak Karo, North Sumatera, wome
    • 

    corecore