13 research outputs found

    Simulation of Hydrogen Purification Using Two Bed System Pressure Swing Adsorption

    Full text link
    Hydrogen has various functions in chemical industries, as an agent of organic compounds synthesis, a reactant in hydrocracking, hydroalkelation, and hydrodesulfurization process in petrochemical industry, a reactant in hydrogenated fat process, a reductant agent in material industry, methanol production, silicon manufacture. Therefore, hydrogen purification is very important process for the industry processes. Pressure Swing Adsorption (PSA) is commonly used hydrogen purification process. Different utility used for hydrogen purification using PSA will change adsorbent's capacity and pressure to separate the mixture of gas into desirable components. In this study, pressure is varied from 2 to 10 bar and adsorbents are used silica gel and activated carbon. Hydrogen purification using two beds system PSA is simulated using Aspen Adsorption software. Based on the simulation result, it can be concluded that the pressure that gives most steady system is at 7 bar, which produces 99,92 % hydrogen purity using activated carbon in bed 1 and silica gel in bed 2

    Studi Awal Desain Pabrik Pupuk Organik Granul dari Organic Waste

    Full text link
    Banyak pertanian di Indonesia yang masih bergantung pada penggunaan pupuk kimia. Padahal penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan bahan organik tanah. Untuk menyeimbangkannnya saat ini petani juga sedang menggalakkan penggunaan pupuk organik. Sehingga membuat kebutuhan pupuk organik meningkat setiap tahunnya. Pendirian pabrik pupuk organik granul ini dapat memenuhi kebutuhan pupuk organik untuk petani. Prosess pembuatan pupuk organik granul terdiri dari pencampuran bahan baku, yakni sampah organik, kotoran sapi, kotoran domba, dan dipotong dengan rotary knife cutter. Tahap berikutnya adalah proses fermentasi, dengan penambahan bioactivator agar meningkatkan kandungan C-organik, phosphor, dan kalium. Selanjutnya adalah proses granulasi, pembesaran dari partikel dengan proses aglomerasi. Ukuran yang diharapkan pada proses granulasi ini adalah 2-4 mm sehingga produk undersize maupun oversize akan dikembalikan ke dalam granulator setelah melewati screener. Selanjutnya pupuk organik granul dikeringkan. Selanjutnya produk dipisahkan berdasarkan ukurannya lalu didinginkan di Rotary cooler. Setelah keluar dari Rotary Cooler suhu keluaran sekitar 40 oC dan masih mengandung kadar air sebesar 13,7%. Produk dari rotary cooler siap untuk di packaging dan masuk ke dalam pupuk organik granul storage. Dari analisa ekonomi didapatkan BEP sebesar 45% dengan POT sesudah pajak sebesar 4,8 tahun

    Studi Awal Desain Pabrik Semen Portland dengan Waste Paper Sludge Ash sebagai Bahan Baku Alternatif

    Full text link
    Industri semen di Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat dan penggunaan batu kapur sebagai bahan baku pembuatan semen juga semakin meningkat. Saat ini sudah banyak dilakukan eksplorasi dan eksploitasi gunung kapur. Penggunaan batu kapur untuk produksi semen merupakan penggunaan yang terbanyak hingga 87,4% dari konsumsi total. Oleh karena itu, saat ini banyak penelitian dilakukan untuk mencari bahan baku alternatif agar produksi semen tetap berjalan dengan baik. Secara garis besar, desain proses pembuatan semen Portland menggunakan bahan baku alternatif waste paper slaudge ash dibagi ke dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah persiapan bahan baku terdiri atas penambangan dan proses penghancuran (crushing). Tahap kedua adalah pembakaran bahan baku dan klinkerisasi di dalam suspension preheater dan rotary kiln, dilanjutkan pendinginan di dalam cooler. Proses terakhir yaitu proses akhir (finishing) dengan menambahkan zat aditif ke dalam klinker untuk membentuk produk semen Portland. Operasi pabrik direncanakan kontinyu 24 jam/hari selama 300 hari dalam setahun. Untuk memproduksi semen 2.000.000 ton/tahun diperlukan bahan baku sebanyak 2.074.971,46 ton/tahun. Pabrik direncanakan berumur 10 tahun dengan pay out time sebesar 3,6 tahun dan internal rate of return sebesar 33,7% dan interest 11% sehingga dari segi teknis dan ekonomi, pabrik ini layak untuk didirikan

    Studi Awal Desain Pabrik Bioetanol dari Corn Stover

    Full text link
    Jagung (Zea mays) merupakan tanaman pangan yang penting di Indonesia. Pada tahun 2006, luas panen jagung adalah 3,5 juta hektar dengan produksi rata-rata 3,47ton/ha, produksi jagung secara nasional 11,7 juta ton. Limbah batang dan daun jagung kering adalah 3,46 ton/ha sehingga limbah pertanian yang dihasilkan sekitar 12.1juta ton. Potensi energi limbah pada komoditas jagung sangat besar dan diharapkan akan terus meningkat sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan produksi jagung secara nasional yaitu program pengembangan peternakan secara terintegrasi (Crop Livestock System/CLS). Oleh karena itu, optimasi pemanfaatan limbah jagung sangat diperlukan untuk mendapatkan keuntungan yang optimal sehingga dalam studi ini diputuskan pemanfaatan sebanyak 50% limbah pertanian jagung yang ada di Kab. Tuban untuk selanjutnya diproses menjadi Bioetanol 95%. Ketersediaan bahan baku, letak strategis, transportasi yang mudah terletak di jalur pantura dan langsung terhubung dengan pelabuhan, serta potensi tenaga kerja yang cukup menjanjikan menjadikan alasan dalam pemilihan Kawasan Industri Kec. Jenu Kab. Tuban sebagai lokasi pabrik. Proses pembuatan bioetanol dari corn stover dengan proses fermentasi dibagi menjadi 4 tahap yaitu: penyimpanan dan penanganan bahan baku, hidrolisis, fermentasi, dan pemurnian. Desain konseptual yang disajikan mengacu pada Technical Report Pilot Plan National Renewable Energy Laboratory tahun 2011. Pabrik Bioetanol direncanakan dapat mengolah 484.625 ton corn stover kering/hari pada yield etanol (303 L/dry ton) dengan kapasitas produksi etanol 95% sebanyak 44.226 kL/tahun, harga jual adalah Rp13.500,00/L. Masa konstruksi pabrik yang didirikan 2 tahun dengan pembiayaan berupa modal tetap (FCI) Rp. 515.854.121.170; modal kerja (WCI) Rp. 91.033.080.207; investasi total (TCI) Rp. 606.887.201.377 ; total production cost (TPC) Rp. 345.715.009.709. Sehingga didapatkan IRR 23,37 % pertahun ;pay out time (POT) 6,98 tahun dengan project life 15 tahun ; BEP 43,23% kapasitas. Dari analisis ekonomi dan evaluasi teknis maka pabrik bioetanol dari corn stover ini layak didirika

    KAJIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAPI POTONG DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (The Study of Bovine Leptospirosis in Progo Watershed, Yogyakarta)

    Get PDF
    The purpose of this study was to determine the prevalence, serovar, and risk factors of leptospirosis on cattle in Progo watershed. A total of 330 cattle samples were clinically examined and blood was collected for Leptospira examination using microscopic agglutination test (MAT). Results of MAT were used as dependent variable (Y), while breeders, cattle, shed, and feed factors were used as the independent variable (X). Univariate analysis, bivariate analysis with chi square, odds ratio, and multivariate with logistic regression were implemented to analyze the data. The results showed that all cattle were cinically health, 13.03% (43/330) cattle were positively leptospirosis which 37 out of 193 (9.17%) cattle belongs to the farmer. Mostly, leptospirosis cases were caused by hardjo serovar (38.0%). Risk factors influencing the prevalence of leptospirosis were caused by some factors such as the presence of rats in cage (OR 2.7), the distance of waste disposal which should be less than approximately 5 meters (OR 2.1), feed concentrates, grass and rice straw (OR 0.4), grazing (OR 0.2), and concentrate feed and rice straw (OR 0.1). It can be concluded that leptospirosis infection on cattle in Progo watershed is 13.03% (at livestock level) and 19.17% (at farm levels). Factors of rat in the cage and the distance of waste disposal (5 m) increase the risk of leptospirosis cases. Factors of feed combine with concentrate and rice straw as well as grazing reduced the risk of leptospirosis in cattle, but the addition of grass in concentrate feed and rice straw provides a greater risk of leptospirosis infection compare to concentrate feed and rice straw alone.Key words: beef cattle, leptospirosis, prevalence, risk factor

    PRA Desain Pabrik Pupuk MgSO4.7H2O dari Bittern

    Full text link
    Ketersediaan bahan baku Bittern (limbah garam) yang melimpah di Indonesia dan masih belum terproduksi sendiri oleh Indonesia menjadikan prospek pendirian pabrik pupuk MgSO4.7H2O dari Bittern di Indonesia ini sangat bagus karena selama ini Indonesia masih impor pupuk MgSO4.7H2O dari luar negeri. Selama ini Bittern seringkali dibuang langsung di perairan oleh masyarakat padahal kaya akan kandungan magnesium dan unsur lainnya. MgSO4.7H2O banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri, salah satunya dapat digunakan untuk pupuk pertanian. Dalam pertanian, magnesium sulfat digunakan untuk memenuhi kurangnya magnesium atau belerang dalam tanah, magnesium merupakan elemen penting dalam molekul klorofil, dan sulfur adalah makronutrien penting lainnya. Dengan melihat tingkat konsumsi yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat pula, pada masa yang akan datang, kebutuhan Indonesia akan pupuk MgSO4.7H2O akan semakin bertambah oleh karena itu didirikan Pabrik pupuk MgSO4.7H2O dari Bittern ini tujuan untuk memenuhi kebutuhan dalam maupun luar negeri. Bahan baku pembuatan pupuk MgSO4.7H2O adalah Bittern, dengan bahan pembantu Natrium hidroksida (NaOH) dan larutan asam sulfat (H2SO4). Karena sampai saat ini, pemenuhan kebutuhan pupuk MgSO4.7H2O dari Bittern sebagian besar masih impor dari negara seperti China dan India. Berdasarkan analisis ekonomi, laju pengembalian modal (IRR) pabrik ini sebesar 89,98% pada tingkat suku bunga per tahun 12%, dengan laju inflasi sebesar 4% per tahun. Sedangkan untuk waktu pengembalian modal (POT) adalah 2,5 tahun dan titik impas (BEP) sebesar 33% melalui cara linear. Umur dari pabrik selama 10 tahun dan masa konstruksi adalah 2 tahun. Untuk memproduksi pupuk MgSO4.7H2O dari Bittern sebanyak 20.000 ton/tahun, diperlukan biaya total produksi per tahun (TPC) sebesar Rp 211.692.880.452,00 dengan biaya investasi total (TCI) sebesar Rp 145.044.056.977,00 dan total penjualan sebesar Rp 220.000.000.014,00 Dengan melihat aspek penilaian analisis ekonomi dan teknisnya, pupuk MgSO4.7H2O dari Bittern ini layak untuk didirikan
    corecore