5 research outputs found

    Arkeometalurgi pada Enam Jenis Logam yang Berpengaruh pada Peradaban Umat Manusia

    Get PDF
    ABSTRACT It is undeniable that the expertise on metal work influenced the culture of the human. It was proved by the naming of the age by using the name of the metal such as iron age and bronze age. Kebudayaan manusia sudah sejak lama secara konvensional dibagi menjadi tiga, berdasarkan bahan bahan yang digunakan untuk peralatan, khususnya sebagai alat potong. Dimulai dengan penggunaan batu yang dipecah dan diasah, atau tulang serta tanduk yang diruncingkan, yang selanjutnya disebut dengan zaman batu. Periode selanjutnya dimulai saat manusia menyadari bahwa sejenis batu yang mengandung unsur logam tembaga dapat dicairkan dalam keadaan panas, dituangkan ke dalam cetakan dan bentuknya sesuai cetakan saat sudah dingin, zaman ini disebut dengan zaman perunggu. Zaman setelah ditemukannya besi sebagai alat potong selanjutnya disebut dengan zaman besi (Childe 1930). Alat-alat musik perunggu yang dibuat pada zaman perunggu di Cina membantu menciptakan atmosfir, dimana para manusia dan dewa dapat berhubungan. Dengan memberi musik pada gerakan manusia dan memberi melodi pada perkataan yang diucapkan menyebabkan musik digunakan pada aktivitas ritual yang dapat memasuki dunia roh leluhur di surga. Pada zaman Cina kuno seni musik perunggu amatlah ditangani secara ketat. Seperti misalnya untuk lonceng (bell) dibuat dengan komposisi enam bagian tembaga dan satu bagian timah putih yang dikenal dengan istilah kaogongji. Namun tentunya karena perbedaan daerah sumber logam maka terdapat pula yang mengandung kandungan timah hitam. Khusus untuk pembuatan lonceng perunggu maka lonceng Cina biasanya mengandung timah putih antara 12% dan 16 % karena menghasilkan kekerasan yang optimum saat dipukul. Jika ditambahkan timah putih lebih dari 16 % maka akan cenderung getas dan muda

    KERAJINAN ANYAM SEBAGAI PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL

    Get PDF
    AbstractThe existing of weaving techniques has been developing and relating with thelocal natural resource that spread out through Nusantara territorial. This localresource becomes the main material. The weaving techniques has becomesheritage that has been passing through generations. Beside mats, baskets andhats beside are used in daily life, they are used as traditional ceremonial. As thelocal genius, the weaving could be used as the potential conservation of localcommunity.AbstrakKehadiran kerajinan anyam dalam perkembangannya berkorelasidengan sumber daya alam setempat yang tersebar di seluruh wilayahNusantara. Sebagai bahan baku utama sumber daya setempat, anyamanmerupakan warisan budaya leluhurnya yang terus berlangsung turuntemurun.Di samping tikar, keranjang, topi pun merupakan alat-alatsehari-hari yang sering kali diperlukan dalam upacara-upacara tradisional. Kerajinan anyam berbasis kearifan lokal dapat digunakansebagai media untuk melestarikan potensi masing-masing daerah

    KERAJINAN ANYAM SEBAGAI PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL

    Get PDF
    AbstractThe existing of weaving techniques has been developing and relating with thelocal natural resource that spread out through Nusantara territorial. This localresource becomes the main material. The weaving techniques has becomesheritage that has been passing through generations. Beside mats, baskets andhats beside are used in daily life, they are used as traditional ceremonial. As thelocal genius, the weaving could be used as the potential conservation of localcommunity.AbstrakKehadiran kerajinan anyam dalam perkembangannya berkorelasidengan sumber daya alam setempat yang tersebar di seluruh wilayahNusantara. Sebagai bahan baku utama sumber daya setempat, anyamanmerupakan warisan budaya leluhurnya yang terus berlangsung turuntemurun.Di samping tikar, keranjang, topi pun merupakan alat-alatsehari-hari yang sering kali diperlukan dalam upacara-upacara tradisional. Kerajinan anyam berbasis kearifan lokal dapat digunakansebagai media untuk melestarikan potensi masing-masing daerah

    Ranah Seni : Jurnal Seni dan Desain Volume 04 No. 01

    No full text

    Cerita Rakyat Pulau Raas dalam Konteks Psikoanalisis Carl

    No full text
    Abstract This research explained the archetype of folktale of Raas island (CRPR) Seiring dengan dunia yang semakin mengglobal, budaya lokal (local culture) terutama sastra lisan (oral literature) mulai ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya (folk). Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa suatu saat sastra lisan akan punah dan hilang dengan sendirinya. Padahal, di dalam sastra lisan, terkandung simbolisme ataupun kearifan lokal (local genius) (Windiyarti 2010:778). Selain itu, Penelitian tentang sastra lisan penting untuk dilakukan karena di samping berguna sebagai bentuk cerminan pemikiran, pengetahuan, dan harapan (Ikram dalam Lutfi 2010:42) Dengan demikian, harus dilakukan perevitalisasian agar sastra lisan tetap lestari dan menjadi khasanah sastra nusantara (Ahmadi 2010:456). Salah satu di antaranya adalah melalui penelitian dan pendokumentasian. Sejalan dengan pandangan di atas bahwa sastra lisan harus dilestarikan sebab sebagai salah satu khasanah nusantara, Pulau Raas (terletak di ujung Timur Pulau Madura dan termasuk wilayah Kabupaten Sumenep) sebagai tempat penelitian sastra lisan. Sejauh pengamatan peneliti, sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian sastra lisan di pulau tersebut. Dengan demikian, harapan peneliti, penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian yang masih murni. Dalam penelitian ini, digunakan psikoanalisisteori arketipal--Carl G. Jung yang digunakan untuk menemukan arketipe cerita rakyat pulau Raas. Dalam penelitian ini arketipe CRPR hanya dibatasi pada dua arketipe, yakni (1) figur arketipal dan (2) imaji arketipal dengan argumentasi bahwa kedua arketipe tersebut yang paling dominan dalam CRPR. Di samping itu, kedua arketipe tersebut yan
    corecore