2 research outputs found

    UPAYA PENANGANAN DAN PERILAKU PASIEN PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS BARA-BARAYA KOTA MAKASSAR TAHUN 2013

    Get PDF
    Prevalensi diabetes mellitus sudah semakin tinggi, baik di negara-negara maju, maupun di negara-negara berkembang khususnya Indonesia. Diabetes mellitus menempati peringkat lima dari sepuluh penyebab utama kematian di Makassar tahun 2007. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya penanganan dan perilaku pasien penderita diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Bara-Baraya Kota Makassar tahun 2013. Jenis penelitian adalah survei observasional deskriptif, dilakukan pada bulan Maret-April 2013 dengan jumlah sampel 32 orang. Sampel dalam penelitian ini ada dua, yaitu petugas kesehatan dan pasien diabetes mellitus tipe 2. Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Proses penelitian upaya penanganan DM tipe 2 petugas kesehatan dilakukan melalui observasi langsung dan penelitian terhadap perilaku pasien dilakukan melalui wawancara langsung terhadap pasien dan pemeriksaan kadar glukosa darah. Analisis dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi sehingga menghasilkan distribusi dan persentase dari setiap variabel. Hasil penelitian didapatkan upaya penangan DM di Puskesmas Bara-Baraya masih kurang, pengetahuan pasien DM tipe 2 masih kurang, dan perilaku (kepatuhan diet, aktivitas fisik, kepatuhan minum obat) pasien DM tipe 2 masih banyak yang tidak patuh, dan lebih tingginya prevalensi kadar glukosa darah tidak terkontrol dibandingkan yang terkontrol. Penelitian ini merekomendasikan untuk lebih memaksimalkan peran TPG dalam pelayanan di pojok gizi. Sebaiknya pelayanan di pojok gizi tidak hanya diperuntukkan untuk bayi, balita ataupun ibu hamil saja, tetapi juga difungsikan untuk melayani pasien penderita penyakit lain, khususnya pasien penderita DM.\ud Kata Kunci : Diabetes Mellitus, Pilar Penanganan DM, Puskesmas, Perilak

    Food Insecurity Associated with Double-Burden of Malnutrition among Women in Reproductive Age in Ciampea Sub-district, Bogor, West Java

    Get PDF
    AbstractDouble burdens of malnutrition among women have occurred across most developing countries including Indonesia. This study compared the associated factors among overweight and underweight of women in reproductive age (WRA) in rural Ciampea Sub-district, Bogor, West Java. This cross-sectional study surveyed the nutritional status of 575 mothers (16-49 years old) who have under two-years-old children. Nutritional status was assessed by body-mass-index (BMI) and mid-upper arm circumference (MUAC), food security status by US-Food Security Survey Module (US-FSSM), dietary intake by a single 24-H dietary recall. The prevalence of underweight, overweight, and obese among this group were 10%, 15.8%, and 34.2%. Food security status was the single factor associated with overweight (p=0.026). However, after adjustment with other factors, food insecurity with hunger was found to be the highest risk of being underweight (AdjOR=3.95; 95%CI: 1.46-10.64). Contrarily, it contributed to lower chances of being overweight among WRA (AdjOR=0.40, 95%CI: 0.21-0.77). In conclusion, food security status in this population associated with both under- and over-nutrition, in addition to other factors such as age and education level of WRA. Ensuring the availability and affordability of nutritious food together with proper nutrition education to rural communities might be worthwhile to improve this condition.AbstrakBeban ganda malnutrisi pada wanita terjadi di sebagian besar negara berkembang, termasuk Indonesia. Penelitian ini membandingkan faktor-faktor yang berhubungan pada wanita usia subur (WUS) dengan status gizi kurang dan lebih di pedesaan Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Studi potong lintang ini mensurvei status gizi pada 575 Ibu (usia 16-49 tahun) yang memiliki baduta. Penilaian status gizi menggunakan indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar lengan atas (LILA), status ketahanan pangan oleh US-Food Security Survey Module (US-FSSM), asupan makanan dengan food recall 24-jam. Prevalensi gizi kurang, lebih, dan obesitas pada kelompok ini adalah 10%, 15,8%, dan 34,2%. Status ketahanan pangan merupakan faktor tunggal yang terkait dengan kelebihan berat badan (p = 0,026). Namun, setelah disesuaikan dengan faktor lain, kerawanan pangan dengan kelaparan ditemukan sebagai risiko tertinggi terjadinya gizi kurang (AdjOR = 3.95; CI 95%: 1.46-10.64). Sebaliknya, kondisi tersebut berisiko lebih rendah terhadap kejadian gizi lebih pada WUS (AdjOR = 0,40, 95% CI: 0,21-0,77). Kesimpulannya, status ketahanan pangan pada populasi ini berhubungan dengan kejadian ganda malnutrisi, selain faktor lain seperti usia dan tingkat pendidikan. Memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan bergizi bersama dengan edukasi gizi yang tepat untuk masyarakat pedesaan mungkin bermanfaat untuk memperbaiki kondisi ini
    corecore