69 research outputs found

    Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan

    Full text link
    EnglishConversion of wetland area into non-agricultural uses raises economic, social, and environmental problems. This phenomenon is a serious problem for food security because it is unavoidable and its impact on food production decrease is permanent, accumulative, and progressive. To control wetland conversion the government launched many regulations but this formal approach seems ineffective due to various factors. Accordingly, policies revitalization including economic and social approaches should be developed. Principally, future policy of wetland conversion should be intended: (1) to reduce economic and social factors that stimulate conversion of wetland area, (2) to control the acreage, location, and type of wetland area conversed in order to minimize the negative impacts, and (3) to neutralize negative impacts through investments funded by the private companies involved in the conversion.IndonesianKonversi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian seperti kompleks Perumahan, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan sarana publik dapat menimbulkan dampak negatif secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Bagi ketahanan pangan nasional, konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius, mengingat konversi lahan tersebut sulit dihindari sementara dampak yang ditimbulkan terhadap masalah pangan bersifat permanen, kumulatif, dan progresif. Banyak peraturan yang diterbitkan pemerintah untuk mengendalikan konversi lahan sawah tetapi pendekatan yuridis tersebut terkesan tumpul akibat berbagai faktor. Sehubungan dengan itu maka diperlukan revitalisasi kebijakan dalam mengendalikan konversi lahan melalui pengembangan pendekatan ekonomi dan pendekatan sosial. Pada intinya kebijakan pengendalian konversi lahan di masa yang akan datang perlu diarahkan untuk mencapai tiga sasaran yaitu : (1) menekan intensitas faktor sosial dan ekonomi yang dapat merangsang konversi lahan sawah, (2) mengendalikan luas, Iokasi, den jenis lahan sawah yang dikonversi dalam rangka memperkecil potensi dampak negatif yang ditimbulkan, dan (3) menetralisir dampak negatif konversi lahan sawah melalui kegiatan investasi yang melibatkan dana Perusahaan swasta pelaku konversi lahan

    Elastisitas Konsumsi Kalori Dan Protein Di Tingkat Rumah Tangga

    Full text link
    EnglishFood consumption behavior expressed in food nutrients is one of major information required for formulation of food security policy at household level. This study reveals that calories and protein consumptions are inelastic to food prices and income changes. The highest price elasticity observed for rice price, means that price policy on rice is an appropriate way to maintain household's food security. Due to the shift of food consumption pattern induced by income increase, the protein consumption is more elastic than the calories consumption. The tendency is not condusive for augmentation of household's food security because : (1) The increase of purchasing power will lead to higher increase of protein consumption than calories consumption, while, sufficiency of protein consumption is higher than calories consumption, and (2) Budget allocation for food become inefficient since food prices per unit of calories and protein are more expensive. This indicates that the efficient effort of increasing household's food security through increasing of food accessibility should be supported with the extension program of food nutrient.IndonesianPerilaku konsumsi pangan yang diukur dalam nilai gizi makanan merupakan salah satu informasi penting yang dibutuhkan dalam merumuskan kebijakan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Penelitian ini mengungkapkan bahwa konsumsi kalori dan protein umumnya tidak elastis terhadap Perubahan harga pangan dan pengeluaran pangan rumah tangga. Elastisitas harga paling besar terjadi pada harga beras, hal ini menunjukkan bahwa pengendalian harga beras merupakan kebijakan yang tepat dalam meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga. Akibat pergeseran pola konsumsi pangan yang dirangsang oleh peningkatan pendapatan, konsumsi protein umumnya lebih elastis dibandingkan konsumsi kalori. Kecenderungan demikian tidak kondusif bagi peningkatan ketahanan pangan rumah tangga karena: (1) Kenaikan daya beli rumah tangga akan meningkatkan konsumsi protein dengan laju lebih tinggi daripada kenaikan konsumsi kalori, padahal kecukupan konsumsi protein umumnya lebih baik daripada kecukupan konsumsi kalori, dan (2) Alokasi anggaran pangan rumah tangga menjadi tidak efisien karena harga pangan per unit kalori dan protein semakin mahal. Temuan tersebut mengungkapkan bahwa peningkatan ketahan pangan rumah tangga secara efisien tidak cukup hanya ditempuh melalui peningkatan aksesibilitas pangan secara fisik dan ekonomik tetapi perlu didukung dengan program penyuluhan gizi makanan

    Pelayanan Kredit Non Formal Di Pedesaan Sulawesi Selatan

    Full text link
    EnglishCredit service is one of main factors in rural economic development especially for agricultural sector. This paper has shown that many farm households took credit which indicates the need of credit services. Generally farmers use their loans for productive activities. Most of the farmers borrowed farm inputs and this kind of loan tended to be higher in irrigated area. Informal credit services which served by traders or rice miller are more common than formal credit institutions such as KUD and BRI Unit Desa. These informal credit services were generally used more by small farmers eventhough the interest rate is much higher compared to that of formal credit. The involvement of farmers on informal credit also tended to be higher in remote areas where KUD's credit service does not exist. Therefore, to help farmer's on capital need, the role of KUD on rural credit need to be strengthened. For this porpose, the service of KUD need to be accesable by rural population. Moreover, the possibility of returning KUT credit in kind (agricultural produce) warrants further consideration.IndonesianPelayanan kredit merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan ekonomi di pedesaan khususnya pada sektor pertanian. Dalam tulisan ini terungkap bahwa cukup banyak rumah tangga tani yang terlibat dengan peminjaman kredit yang menandakan bahwa kehadiran lembaga pelayanan tersebut memang dibutuhkan petani. Pada umumnya peminjaman tersebut dilakukan untuk kegiatan-kegiatan yang produktif. Sebagian besar petani melakukan pinjaman dalam bentuk sarana produksi dan di daerah sawah peminjaman tersebut cenderung lebih banyak terjadi. Dibandingkan dengan lembaga kredit formal seperti KUD dan BRI Unit Desa, pelayanan kredit non formal yang umumnya dilakukan oleh pedagang atau pemilik penggilingan padi temyata lebih berperan. Ada kecenderungan pelayanan kredit non formal tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh petani berlahan sempit meskipun tingkat bunga yang berlaku jauh lebih tinggi dibandingkan pada lembaga kredit formal. Di daerah-daerah dengan assesibilitas rendah dan belum terjangkau oleh pelayanan KUD keterlibatan petani dengan pemberi kredit non formal tersebut juga cenderung lebih tinggi. Oleh karena itu guna meringankan beban petani, peranan KUD dalam pelayanan kredit pedesaan dituntut lebih jauh. Dalam hal ini perpanjangan tangan KUD di desa-desa sangat diperlukan dan demikian pula kajian tentang kemungkinan pengembalian kredit KUT dalam bentuk hasil produksi perlu dilakukan

    Tipologi Kecamatan Di Jawa Dalam Rangka Pencadangan Kawasan Produksi Pangan

    Full text link
    EnglishUsing the principal component analysis and the hierarchic classification method this study reveals that kecamatan or sub-districts of Java island could be classified into 4 big categories based on their availability of land resources, agriculture and economic infrastructures, characteristics of agricultural household, and performance of rice farming. Two groups of kecamatan which included 510 kecamatans or 35.7% total kecamatans of Java represents sawah based-agricultural zones with higher productivity in producing rice. The two groups of kecamatan which covered sawah land of 1.46 million hectares and contribute to 49.6% rice production of Java, ideally, were functioned as food producer zones and the sawah land in the region should be protected from the land conversion process since the process induces high impacts on food production capacity losses, increasing of labor problem and agricultural investment losses. Effort of land protection is especially required for 145 kecamatans because land conversion in the kecamatans lead to very high impact to the problem, due to high conversion of technical and semi-technical irrigated land. IndonesianDengan menggunakan metode analisis komponen prinsipal dan klasifikasi hirarki penelitian ini mengungkapkan bahwa kecamatan yang termasuk wilayah kabupaten di Jawa dapat dibagi atas 4 kelompok besar dan setiap kecamatan yang termasuk ke dalam masing-masing kelompok memiliki karakteristik yang relatif homogen dalam ketersediaan sumberdaya lahan, ketersediaan sarana pertanian dan ekonomi, karakteristik rumah tangga dan kinerja USAhatani padi sawah. Dua kelompok kecamatan yang meliputi 510 kecamatan atau 35,7 persen total kecamatan di Jawa merupakan kawasan pertanian berbasis sawah yang lebih produktif dalam menghasilkan padi dibandingkan kecamatan lainnya. Idealnya kedua kelompok kecamatan yang mencakup lahan sawah seluas 1,46 juta hektar dan menyumbang 49,6 persen produksi padi di Jawa dicadangkan sebagai kawasan pangan dan dilindungi dari kegiatan konversi lahan karena konversi lahan yang terjadi di kawasan tersebut menimbulkan dampak negatif yang relatif besar terhadap upaya pengadaan pangan, masalah tenaga kerja dan hilangnya investasi pertanian. Upaya pencegahan konversi lahan utamanya dibutuhkan di 145 kecamatan mengingat konversi lahan sawah di kecamatan-kecamatan tersebut menyebabkan hilangnya produksi padi dalam kuantitas yang relatif tinggi dibandingkan kecamatan lainnya karena lahan sawah yang dikonversi umumnya merupakan lahan sawah beririgasi teknis dan semiteknis

    Fluktuasi Harga, Transmisi Harga, Dan Marjin Pemasaran Sayuran Dan Buah

    Full text link
    Fluktuasi harga sayuran pada umumnya lebih tinggi dibanding buah, padi dan palawija dengan kata lain ketidakseimbangan antara volume pasokan dan kebutuhan konsumen lebih sering terjadi pada sayuran. Marjin pemasaran sayuran juga relatif tinggi. Sebaliknya harga yang diterima petani dan transmisi harga dari daerah konsumen ke daerah produsen rendah. Kondisi tersebut tidak kondusif bagi upaya pengembangan agribisnis dan peningkatan daya saing agribisnis sayuran yang dicirikan oleh kemampuan merespon dinamika pasar secara efektif dan efisien. Dalam kaitan tersebut maka diperlukan beberapa upaya yaitu : (a) mengembangkan sinkronisasi produksi sayuran secara lintas daerah produsen, (b) mengembangkan daerah sentra produksi sayuran yang lebih tersebar secara regional, (c) mengembangkan teknologi penyimpanan yang sederhana dan efisien serta memfasilitasi petani untuk menerapkan teknologi tersebut, dan (d) memfasilitasi petani untuk lebih akses ke lembaga modal

    Kebijakan Penanggulangan Krisis Ekonomi dan Konsekuensinya Terhapap Peluang Peningkatan Pendapatan Petani

    Full text link
    Economic crisis and various economic recovery policies issued by government lead tomore dynamic and fluctuative prices of foodstuffs and agricultural inputs since mid 1997.During the peak period of the crisis food prices at retail market increased at higher rate, about3 to 25 times of price growth before crisis, particularly for the low price foodstuffs. Thismeans that the crisis tends to cause higher impact on food consumption of low incomehousehold. To overcome the crisis various trade policies on food and agricultural inputsissued by government so that the rate of growth of food prices become lower, in other word,favorable for food consumer. Those policies however were unfavorable for farmer's incomeincrease because due to policies on inputs trade the ratio of food prices to inputs pricesdecreased with increasing rate. The situation was more difficult for future agriculturedevelopment, which more focused on income increse instead of production increase, becausein addition to unfavorable prices the crisis also lead to increase of number of people involvedin agricultural sector about 3.56 million people or 9.9 persen. In order to support agriculturedevelopment, accordingly, reorientation and reorganisation of food trade policies for riceparticularly is required

    Analisis Efisiensi Penggunaan Masukan Dan Ekonomi Skala Usaha Pada Usahatani Tebu Di Jawa Timur

    Full text link
    One of the governments approaches to improve the efficiency of sugarcane farming is by organizing farmer groups. This grouping of farmers aimed to increase the efficiency of farming in term of inputs use and farm size. The finding of this research show that in East Java, one of the important sugarcane area in Indonesia, the two category of sugarcane planting. For the ratoon planting the use of inputs was efficient but for the new planting the inputs used by farmers is quite small especially for labor input. Therefore the introduction of tractor for land preparation is suggested to eliminate the labor shortage. This research, has also shown that the economies of scale of sugar cane farming varied according to the category of planting. In order to find the optimal farming size, wet land sugarcane should be conducted in a larger farming size than that grown in dryland. The new planting of sugarcane is also suggested to be grown in larger farming size than ratoon planting

    Analisis Internalisasi Nilai-nilai Pancasila dalam Pembelajaran Pkn di Kelas VIII

    Get PDF
    This research was aimed to describe and analyze the internalization of five basic principles of Indonesia\u27s values in learning civic education at class VIII of even semester of SMP Negeri 2 Way Kenanga Regency of Tulang Bawang Barat. Method of this research was descriptive qualitative. Type of research used was fenomologic evaluative. Instrument to gain data used snowball sampling technique based on interview, observation and documentation. Data analysis used Interactive Model Analysis which was conducted through gaining the data, data reduction, data presentation and creating conclusion. Result of this research showed that component in the internalization of five basic principles of Indonesia\u27s values in learning civic education such as teacher characteristic, internalization of five basic principles of Indonesia\u27s values and implementation of five basic principles of Indonesia\u27s values, have already implemented by teacher, school and most students at class VIII of SMP Negeri 2 Way Kenanga. Not all students, however, could implement it.Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis internalisasi nilai-nilai Pancsila dalam pembelajaran PKn di kelas VIII semester genap di SMP Negeri 2 Way Kenanga Kabupaten Tulang Bawang Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis penelitian evaluatif fenomologis. Instrumen pengumpul data menggunakan tekhnik snowball sampling dengan panduan wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan Analysis Interactive Model yang dilakukan melalui pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen dalam internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pembelajaran PKn seperti karakteristik guru, internalisasi nilai-nilai Pancasila, serta penerapan nilai-nilai Pancasila sudah dapat dilaksanakan oleh guru, sekolah dan hampir seluruh siswa kelas VIII di SMP N 2 Way Kenanga. Namun tidak seluruh siswa dapat melaksanakannya

    Persepsi Mengenai Multifungsi Lahan Sawah dan Implikasinya terhadap Alih Fungsi ke Penggunaan Non Pertanian

    Full text link
    Phenomena of paddy field conversion to non agricultural purposes has been worried,especially conversion in Java. Paddy fields have multi functions that related to many aspects,such as economic, socio-cultural, ecological environment, amenity, and national food security.Massive conversion of paddy field will caused externalities. Inadequate appraisal of Paddyfield multi functions become one of determinant factors for speeding up process of paddy fieldconversion. Outcome of this research indicate that both village society and regionaldevelopment stake holder give less appreciation to other elements of Paddy field multifunctions rather than its capacity as food stock and labor absorption. Farmers Appreciation forits function as environmental conservation and intrinsic values of paddy field are varied.Farmers aged, education, and the wide of land cultivation tend to affect positively. Meanwhile,the differences of region characteristic tend to affect the differences of farmers opinion incausal factor of environmental degradation
    • …
    corecore