30 research outputs found

    Analisis Strategi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Berbasis Resiliensi (Studi Kasus di Teluk Doreri, Kabupaten Manokwari)

    Get PDF
    Pengelolaan terumbu karang berbasis resiliensi merupakan paradigma baru dan telah menjadi konsep kunci untuk mendukung kemampuan sistem terumbu karang dalam menghadapi tekanan lokal dan dampak perubahan iklim. Pengelolaan berbasis resiliensi mencakup dua aspek penting, yaitu penilaian potensi resiliensi secara spasial dan perencanaan atau strategi pengelolaan yang sesuai dengan kondisi resiliensi sistem terumbu karang. Sejauh ini penelitian-penelitian untuk menentukan indikatorindikator penilaian resiliensi telah mengalami kemajuan yang berarti, namun masih terbatas dalam kerangka kerja untuk merumuskan strategi pengelolaan berdasarkan kondisi resiliensi ekosistem terumbu karang. Penelitian ini mengkombinasikan pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam penilaian resiliensi ekosistem terumbu karang, yaitu penilaian potensi rezime/status terumbu karang, penilaian potensi resiliensi dan penilaian potensi tekanan/stres dalam satu kerangka kerja (framework) untuk menentukan tindakan dan strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang di kawasan Teluk Doreri, Kabupaten Manokwari. Tujuan penelitian ini adalah: 1) menganalisis status dan potensi rezim-rezim terumbu yang ada di ekosistem terumbu karang; 2) menganalisis potensi resiliensi ekologi terumbu karang; 3) menganalisis potensi tekanan aktivitas manusia terhadap terumbu karang; 4) memodelkan skenario perubahan tekanan terhadap resiliensi dan status terumbu karang; 5) merumuskan strategi pengelolaan yang mendukung resiliensi dan keberlanjutan ekosistem terumbu karang. Penelitian ini akan berkontribusi dalam mengisi kekosongan basis data terumbu karang, menyediakan informasi tentang kondisi terkini resiliensi ekosistem terumbu karang, serta berkontribusi dalam penyempurnaan kerangka kerja yang mengakomodir aspek penilaian resiliensi dalam perencanaan pengelolaan terumbu karang. Penelitian ini menerapkan metode deskriptif dengan observasi lapangan, studi dokumentasi, studi pustaka dan pemodelan statistik sebagai sumber datanya. Variabelvariabel yang digunakan dikelompokkan dalam 3 kelompok variabel, yaitu variabel proses, variabel tekanan dan variabel habitat bentik. Data dikumpulkan dengan menerapkan pendekatan lapangan (observasi dan wawancara), analisis laboratorium dan analisis spasial. Potensi rezim terumbu karang dinilai dengan menerapkan statistik deskriptif (mean±SE), analisis PSI (phase shift index), korelasi PCA, hierarchical cluster, dan K-means cluster. Pola spasial perubahan terumbu karang diperoleh melalui pemrosesan citra satelit Landsat multisensor dan multitemporal. Analisis potensi resiliensi relatif dan potensi tekanan mengikuti metode perhitungan menurut Maynard et al. (2015) yang meliputi proses kompilasi, normalisasi, pengaturan skala satu arah, perhitungan nilai rata-rata, perhitungan nilai potensi relatif dan penentuan ranking lokasi/site. Penentuan tindakan pengelolaan dilakukan melalui kueri nilai potensi resiliensi dan tekanan terhadap kriteria pengelolaan. Analisis persepsi masyarakat dilakukan melalui penerapan metode tabulasi yang didahului proses editing dan coding. Metode hybrid A’WOT diterapkan untuk analisis prioritas strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata persentase karang hidup di Teluk Doreri 46,75%, dimana tergolong cukup baik, namun demikian ada potensi perkembangan rezim abiotik dan alga yang diperkuat dengan pola spasial tren pengurangan tutupan karang hidup yang cukup tajam dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Potensi resiliensi ekosistem terumbu karang umumnya masih cukup baik berdasarkan indikator-indikator proses resiliensi, namun terdapat kelemahan pada aspek indikator biomassa dan kehadiran kelompok fungsional ikan herbivora. Hampir 50% lokasi yang disurvei menghadapi potensi tekanan atau stress yang tinggi, bahkan 70% lokasi mengalami tekanan tinggi khusus dalam bentuk tekanan penangkapan. Hasil queri terhadap kriteria-kriteria penentuan area target dan tindakan pengelolaan menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan dan penegakan hukum adalah prioritas yang utama, disamping juga pemantauan pemutihan karang (bleaching) dan dukungan pemulihan. Prioritas strategi utama adalah meningkatkan keterpaduan antar sektor dan stakeholder dalam pengelolaan terumbu karang, membangun perilaku dan partisipasi aktif masyakat dalam pelestarian dan pengelolaan ekosistem terumbu karang, dan meningkatkan pemantauan kondisi terumbu karang dan efektifitas penegakan hukum. Berdasarkan hasil disarankan program pemantauan jangka panjang juga perlu dilakukan untuk memperoleh tren indikator-indikator proses resiliensi dan tantangan resiliensi. Disamping itu perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman, serta dukungan dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang mulai dari proses perencanaan sampai pengawasan dan evaluasi

    Analisis Spasial dan Temporal Terumbu Karang Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 dan Landsat 7 (Studi Kasus : Kawasan Pantai Tampora, Kecamatan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo)

    Get PDF
    Terumbu karang memiliki peran yang sangat besar. Terumbu karang merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai dan arti yang sangat penting baik dari segi fisik, biologi maupun sosial ekonomi. Selain itu terumbu karang juga merupakan habitat bagi sebagian besar biota di perairan pelagis. Karena itu, kerusakan ekosistem terumbu karang dapat mengakibatkan terganggunya seluruh kehidupan di laut dan pantai yang ada di wilayah tersebut. Indonesia memiliki letak yang sangat strategis dalam proses pertumbuhan terumbu karang. Salah satunya daerah Kabupaten Situbondo. Dengan potensi alam yang dimiliki Situbondo, area ini populer di kalangan wisatawan lokal, dimana pemerintah setempat pun terus berusaha meningkatkan kepariwisataan daerahnya.salah satunya adalah wilayah Pantai Tampora. Tapi sangat disayangkan, meski penduduk setempat mayoritas bersandar pada sumber daya laut sebagai mata pencaharian, kesadaran mereka akan kelestariannya sangat rendah. Maka dari itu dilakukannya penelitian mengenai persebaran terumbu karang di Pantai Tampora. Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk melihat persebaran dan perubahan luasan dari terumbu karang yang ada di Pantai Tampora. Metode yang dipakai pada penelitian ini yaiteng dengan metode transek garis untuk melihat tutupan karang, dan juga dengan Algoritma Lyzenga dan klasifikasi tidak terbimbing untuk metode peta persebaran karang. Algoritma Lyzenga berfungsi untuk klasifikasi daratan maupun perairan

    Analisis Karakteristik Pasang Surut Perairan Pelabuhan Serui Menggunakan Metode Admiralty Dan Naotide

    No full text
    Penelitian tentang analisi pasang surut perlu dilakukan karena pasang surut merupakan fenomena alam yang dapat mempengaruhi wilayah pesisir, transportasi laut, keselamatan pelayaran, dan sebagainya. Pasang Surut itu sendiri dapat diartikan sebagai pergerakan naik turunnya situasi laut secara periodik dalam skala yang luas. Istilah pasut umumnya dikaitkan dengan proses naik turunnya posisi laut secara periodik yang disebabkan oleh magnet benda- benda luar angkasa, terutama matahari dan bulan, terhadap jutaan air di bumi. Pelabuhan Serui merupakan salah satu pelabuhan yang padat akan tranportasi laut dimana banyak kapal laut yang akan bersandar di pelabuhan tersebut. Sedangkan untuk Perairan Serui berada pada sisi selatan pelabuhan serui dimana data pasang surut perairan tersebut sangat dibutuhkan untuk transportasi kapal yang ingin bersandar. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu pengambilan data lapang dan pengolahan data pasut tersebut. Pengambilan data lapang dilakukan di Perairan Pelabuhan Serui, Papua pada tanggal 14 April hingga 12 Mei 2017. Pada pengambilan data, peneliti tidak melakukan pengambilan data secara langsung melainkan diperoleh dari Pusat Hidrografi dan Oceanografi TNI- AL (PUSHIDROSAL). Selain itu peneliti juga menambahkan data sekunder dari website opensource dari Badan Informasi dan Geospasial (BIG) sebagai pembanding dari kedua metode. Pada pengolahan data pasang surut digunakan software untuk menjalankan perhitungan pasang surut yaitu Microsoft Excel. Sedangkan metode yang digunakan untuk menghitung prediksi pasang surut adalah NaoTide. Pada perhitungan admiralty menghasilkan komponen-komponen pasut untuk mengetahui jenis dan karakteristik dengan menggunakan rumus formzahl. Hasil yang diperoleh dari perhitungan Admiralty dan NaoTide menunjukkan hasil yang sama bahwa perairan di Pelabuhan Serui dikategorikan pasang surut condong harian ganda. Sedangkan pada pengolahan data BIG pada tahun 2017-2020 pada bulan yang sama didapatkan hasil pasut campuran condong harian ganda. Hal itu menunjukkan kecocokan dari berbagai metode dan data yang digunakan pada penelitian. Selain itu, dari berbagai metode dan data yang digunakan memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masin

    Pemanfaatan Citra Sentinel-2 untuk Mendeteksi Kesehatan Mangrove di Resort Bama, Taman Nasional Baluran

    No full text
    Hutan mangrove merupakan komunitas tumbuhan yang berada di daerah intertidal, dengan kemampuannya untuk beradaptasi, hutan ini mampu hidup di wilayah yang ekstrem. Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif, dengan memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan budaya yang tinggi. Namun, dari tahun ke tahun luasan hutan mangrove semakin berkurang, hal ini dikarenakan kegiatan antropogenik yang semakin tinggi. Pemantauan hutan mangrove bertujuan untuk memberikan informasi kepada pengelola kawasan untuk mengembangkan kebijakan dan mengatur pengelolaan berkelanjutan. Dengan adanya penginderaan jarak jauh, memudahkan kita untuk melakukan pemantauan dan analisis kesehatan hutan mangrove. Penelitian dilakukan di Resort Bama, Taman Nasional Baluran, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur pada bulan Mei 2022. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan citra sentinel-2 untuk analisis kesehatan mangrove di suatu wilayah. Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah Mangrove Health Index (MHI). MHI berfungsi untuk menentukan kesehatan mangrove disuatu wilayah dengan parameter penting tutupan mangrove (C), Diameter (DBH), dan Kerapatan pancang (Nsp). Dengan struktur komunitas yang baik akan mendukung kehidupan biotik maupun abiotik di sekitarnya. Kategori MHI antara lain kategori MHI Poor MHI 0 ≤ 33.33%, Moderate 33.33 66.67. Formulai MHI ini merupakan gabungan dari beberapa indeks vegetasi antara lain Normalized Burn Ratio (NBR), Green Chlorophyll Index (GCI), Structure Insensitive Pigment Index (SIPI), dan Atmospherically Resistant Vegetation Index (ARVI). Rumus MHI yang digunakan pada penelitian ini MHI = 102.12*NBR - 4.64*GCI + 178.15*SIPI + 159.53*ARVI - 252.39. Sampling data lapang menggunakan metode stratisfied random sampling dengan transek 10m x 10m. Pengolahan data citra dilakukan di Google Earth Engine (GEE) melalui proses pengunduhan citra, pemotongan citra, memunculkan false color untuk membedakan area mangrove dan non-mangrove, dan memasukkan formula pada GEE. Dari pengolahan data citra diperoleh luasan hutan mangrove sebesar 111,72 Ha. Dari total luasan hutan mangrove yang ada di Resort Bama kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelas, yaitu: poor, moderate, dan excellent. Pengolahan data citra menghasilkan kategori poor sebesar 9,01 Ha, moderate sebesar 37,78 Ha, dan excellent sebesar 64,93 Ha. Berdasarkan pengolahan data, didapatkan nilai R² sebesar 87,7% yang berarti bahwa kemampuan nilai MHI citra dalam menjelaskan variasi nilai MHI lapang sebesar 87,7%. Didapatkan nilai R² > 0,67 yang berarti MHI citra dan MHI lapang memiliki hubungan yang kuat. 1. Asumsi normalitas data terpenuhi di mana nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0,2 > 0,05. Over atau under estimated nilai MHI bisa terjadi karena adanya perbedaan waktu dari pengambilan data citra dan pengambilan data lapang. Selain itu, faktor-faktor seperti kualitas citra, atmosfer, dan tutupan awan dapat mempengaruhi keakuratan hasil penginderaan

    Analisis Spasial Daerah Tergenang Banjir Rob dan Dampaknya Terhadap Penggunaan Lahan di Wilayah Kota Tegal Jawa Tengah

    No full text
    Kota Tegal merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah, di mana letaknya berbatasan langsung dengan Pantai Utara Pulau Jawa. Wilayah utara Kota Tegal memiliki nilai elevasi yang rendah, yaitu 0-3 mdpl. Hal tersebut menyebabkan wilayah Kota Tegal berpotensi terdampak banjir rob. Tingginya potensi banjir rob di wilayah pesisir Kota Tegal menyebabkan perlu adanya upaya mitigasi. Pembuatan peta model genangan banjir rob dan dampaknya terhadap penggunaan lahan merupakan salah satu upaya untuk membantu memberikan informasi mengenai besar dampak yang ditimbulkan dari fenomena banjir rob yang selanjutnya dapat digunakan sebagai salah satu informasi dasar dalam membentuk rencana mitigasi. Penelitian tentang daerah tergenang banjir rob dan dampaknya terhadap penggunaan lahan di wilayah Kota Tegal, Jawa Tengah dilakukan pada bulan Juli - Desember 2022. Pemodelan genangan banjir rob menggunakan metode Raster Calculator yang membutuhkan data DEM sebagai parameter elevasi dataran dan data pasang surut sebagai parameter ketinggian banjir rob. Perhitungan luas genangan rob menggunakan tools Calculate Geometry yang terdapat pada software ArcGIS 10.3. Prediksi genangan banjir rob dihitung dengan nilai tren kenaikan muka air laut Kota Tegal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketinggian banjir rob pada tahun 2021 dengan nilai tertinggi terjadi pada bulan November, yaitu dengan nilai 0,83 meter dan total luas wilayah Kota Tegal yang terdampak banjir rob adalah 678,31 ha. Wilayah yang berpotensi tinggi terdampak genangan banjir rob di Kota Tegal adalah wilayah pesisir meliputi Kecamatan Margadana, Kecamatan Tegal Barat, dan Kecamatan Tegal Timur. Kecamatan Tegal Selatan tidak berpotensi terdampak banjir rob disebabkan wilayahnya memiliki elevasi yang lebih tinggi. Penggunaan lahan di Kota Tegal yang dominan terdampak banjir rob adalah area tambak, yaitu seluas 372,82 ha atau 78,69% dari total luas penggunaan lahan tambak di Kota Tegal. Faktor utama kawasan tambak berpotensi tinggi terdampak banjir rob karena terletak di wilayah pesisir yang memiliki nilai elevasi rendah. Hasil analisis ketinggian banjir rob pada prediksi 5 tahun (tahun 2026) adalah 0,96 meter, sedangkan pada prediksi 10 tahun (tahun 2031) adalah 1,08 meter. Diketahui luas genangan banjir rob akan semakin meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor terutama kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pemanasan global

    Pemetaan Sebaran Mangrove menggunakan Citra Satelit Landsat 8 dan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) di Kawasan Pengelolaan Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

    No full text
    Mangrove merupakan vegetasi khas yang ditemukan hidup di daerah pantai dan muara sungai yang kehidupannya dipengaruhi oleh arus dan pasang surut air laut. Inventarisasi yang dilakukan di areal hutan mangrove secara terestrial akan sangat sulit dan terkendala dari permasalahan waktu, biaya dan tenaga. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif dalam mengatasi hal tersebut. Alternatif yang dipandang sesuai dan mampu dalam mengamati hutan mangrove tanpa bersentuhan langsung dengan objek yaitu menggunakan teknologi penginderaan jauh. Kawasan Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna merupakan destinasi ekowisata di Kabupaten Malang yang memiliki luas area konservasi mangrove mencapai 71 hektar dan dikelola oleh kelompok masyarakat bernama ‘Bhakti Alam Sendang Biru’. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melanjutkan model dari studi kasus yang pernah dilakukan sebelumnya. Pemanfaatan citra resolusi menengah menggunakan citra satelit Landsat 8 dianggap mampu untuk mengidentifikasi keberadaaan sebaran mangrove, akan tetapi belum mampu mengidentifikasi hingga sebaran spesies mangrove. Oleh sebab itu, penelitian ini juga memanfaatkan citra resolusi tinggi menggunakan teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV) drone untuk menganalisis sebaran jenis mangrove pada daerah Clungup Barat 1, yang berada di kawasan CMC Tiga Warna dengan metode pendekatan berbasis objek yaitu Object - Based Image Analysis (OBIA). Selanjutnya, akan dilakukan validasi dengan objek sampel di lapangan (uji akurasi). Penentuan titik referensi untuk pengambilan sampel di lapangan menggunakan metode purposive sampling kemudian sampel dianalisis untuk mengetahui komposisi jenis mangrove dan Indeks Nilai Penting (INP) jenis mangrove pada daerah tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebaran mangrove di kawasan CMC Tiga Warna memiliki luas distribusi sebesar 57,96 ha berdasarkan klasifikasi citra Landsat 8. Komposisi jenis mangrove yang ditemukan pada Clungup Barat 1 terdiri atas 8 (delapan) jenis komponen mangrove mayor, 2 (dua) jenis komponen mangrove minor dan 7 (tujuh) jenis komponen mangrove asosiasi. Struktur vegetasi mangrove menunjukkan Indeks Nilai Penting tertinggi dari jenis mangrove pada daerah Clungup Barat 1 berdasarkan kategori pertumbuan yaitu spesies Sonneratia alba (pohon) dan Ceriops tagal (belta dan semai). Dari hasil uji akurasi yang telah dilakukan, tingkat akurasi pemetaan mangrove menggunakan citra UAV cukup tinggi yaitu sebesar 86,05% (Akurasi Keseluruhan)

    Deteksi Coral Reef Bleaching Menggunakan Citra Satelit Multisensor Resolusi Menengah di Perairan PLTU Paiton Probolinggo

    No full text
    Perubahan iklim diakui secara internasional sebagai salah satu ancaman terbesar bagi terumbu karang di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kerusakan sering terjadi pada ekosistem terumbu karang akibat dari faktor alami dan buatan. Kerusakan terumbu karang akibat faktor buatan dapat terjadi karena sedimentasi dan pencemaran lingkungan, sedangkan akibat faktor alami dapat disebabkan oleh naik-turunnya suhu permukaan laut. Pemutihan karang massal terjadi di Indonesia pada tahun 2016, termasuk di Perairan PLTU Paiton akibat Fenomena El Nino tahun 2016. Naiknya suhu permukaan laut yang menyebabkan terjadinya pemutihan karang di Perairan PLTU Paiton tidak hanya berasal dari pemanasan global, tetapi terdapat juga pengaruh dari aktivitas PLTU Paiton. Teknologi penginderaan jauh telah diverifikasi sebagai alat yang berguna untuk melakukan pemantauan sumberdaya alam, salah satunya terumbu karang. Deteksi pemutihan terumbu karang menggunakan teknologi penginderaan jauh ini ingin menggambarkan pemantauan pemutihan karang menggunakan citra satelit yang sudah dilakukan koreksi agar mendapatkan hasil yang dapat mempresentasikan gambaran lapang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2021 hingga November 2021 dengan data primer yang digunakan yaitu berasal dari citra satelit Sentinel-2 Multi Spectral Imagery (MSI) untuk deteksi dugaan titik pemutihan karang dan citra satelit Landsat-8 Surface Reflectance (SR) untuk nilai sebaran suhu permukaan laut pada periode tahun 2016 – 2020. Pengolahan data deteksi pemutihan karang menggunakan algoritma lyzhenga untuk koreksi kedalaman perairan dan memanfaatkan nilai spektrum untuk mendeteksi titik dugaan pemutihan karang dengan nilai untuk healthy coral sebesar 0.05 – 0.1 sr-1 dan bleached coral sebesar 0.13 – 0.15 sr-1. Data In Situ pada penelitian ini yaitu data suhu permukaan laut di beberapa titik pengamatan area PLTU Paiton pada tahun 2020 dan data pemantauan karang dari tahun 2016 – 2020 di 5 lokasi pengamatan yaitu Binor, Mercusuar, Water Intake, Water Discharge Barat dan Water Discharge Timur. Sebaran pemutihan karang di Perairan PLTU Paiton Probolinggo pada bulan Juli di periode tahun 2016 – 2020 terdeteksi dominan di titik yang jauh dari outlet tempat keluarnya air bahang dari PLTU, sedangkan area dekat outlet yaitu Water Discharge sangat sedikit terdeteksi dugaan pemutihan karang dengan luas pemutihan karang terbesar berada di tahun 2016 dengan luas 1.5 Ha yang dipengaruhi oleh adanya fenomena El-Nino yang terjadi pada periode pertengahan 2015 hingga pertengahan 2016 yang menyebabkan suhu permukaan laut lebih tinggi pada tahun 2016. Hasil pengukuran SPL in situ pada tahun 2020 dan sebaran SPL rata-rata citra pada tahun 2016 – 2020 menunjukan bahwa SPL di perairan PLTU Paiton, khususnya pada outlet tempat keluarnya limbah air bahang masih dibawah BML yaitu 33.9 ̊C, sehingga air bahang yang dikeluarkan masih dibawah baku mutu yang ditetapkan

    Analisis Sebaran Terumbu Karang Terhadap Kesesuaian Snorkeling di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

    No full text
    Kawasan pesisir memiliki potensi sumberdaya kelautan dari berbagai ekosistem penyusun di dalamnya. Terumbu karang merupakan salah satu dari potensi sumberdaya kelautan yang ada di Indonesia. Peranan terumbu karang secara sosial ekonomi salah satunya adalah sebagai destinasi wisata bahari seperti snorkeling. Pulau Pari merupakan pulau karang timbul dengan tipe pantai berpasir yang termasuk dalam salah satu destinasi wisata bahari. Terumbu karang tergolong rentan terhadap perubahan lingkungan. Untuk mengimbangi antara kegiatan wisata dan kondisi ekologi di kawasan ini maka diperlukan data terbaru yang berkaitan dengan sumberdaya kelautan yang terdapat di Pulau Pari. Salah satu metode penginderaan jauh yang dapat memetakan persebaran terumbu karang, yaitu metode klasifikasi Object Based Image Analysis dengan citra yang digunakan salah satunya citra satelit Sentinel-2A. Analisis sebaran terumbu karang dilakukan untuk mengetahui sebaran terumbu karang secara visual dan analisis kesesuaian wisata untuk mengetahui kondisi terkini di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2023. Pengambilan data lapang dilakukan pada 13-16 Maret 2023 di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pembuatan peta sebaran terumbu karang dilakukan menggunakan Citra Satelit Sentinel-2A dengan menerapkan klasifikasi Object Based Image Analysis menggunakan algoritma Support Vector Machine. Pengambilan data lapang dilakukan untuk melakukan ground check hasil interpretasi citra dan melakukan pengukuran parameter kesesuaian wisata. Parameter kesesuaian wisata meliputi persentase tutupan karang, jenis life form, kecerahan perairan, kedalaman terumbu karang, kecepatan arus, dan lebar hamparan karang yang dilakukan di tiga stasiun. Hasil ground check digunakan sebagai data uji akurasi dan membangun model peta persebaran terumbu karang. Sedangkan, data parameter kesesuaian wisata dilakukan perhitungan menggunakan indeks kesesuaian wisata. Peta persebaran terumbu karang di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta menunjukkan terumbu karang memiliki persebaran dengan bentuk karang tepi dengan luas karang sebesar 342,28 ha. Tutupan karang hidup sebesar 27,28-43,51% yang termasuk kategori sedang dengan life form karang yang mendominasi, yaitu acropora branching dan coral massive. Lokasi karang di Pulau Pari berdasarkan stasiun pengamatan memiliki nilai indeks kesesuaian wisata sebesar 53,70-62,96%. Hal tersebut menandakan baik Stasiun Goba, Stasiun Barat, dan Stasiun Selatan termasuk kategori cukup sesuai untuk kegiatan wisata snorkeling

    Hubungan Persebaran Habitat Bentik Dengan Parameter Oseanografi di Pulau Pari, Kepulauan Seribu

    No full text
    Wilayah Pulau Pari memiliki banyak keanekaragaman hayati dan biota laut yang memiliki peran penting bagi kehidupan makhluk hidup. Organisme laut sangat bergantung kepada habitat bentik. Pada habitat bentik, perlu dilakukan monitoring secara berkelanjutan. Hal ini dikarenakan, ekosistem terumbu karang dan lamun sangat rentan dan sensitif terhadap kondisi lingkungan, sehingga berpotensi untuk mengalami kerusakan. Penurunan luas habitat bentik dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah parameter oseanografi. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengkaji hubungan antara luas habitat bentik dengan parameter oseanografi, kondisi dari habitat bentik di Pulau Pari, serta faktor yang mempengaruhi kerusakan habitat bentik. Peneliti melakukan pembuatan peta persebaran habitat bentik menggunakan citra satelit Sentinel-2, untuk mengetahui persebaran habitat bentik. Pengambilan data parameter dilakukan dengan mengekstrak data suhu perairan dari citra satelit AquaModis dan citra satelit Sentinel-2 untuk mengekstrak data salinitas dan TSM (Total Suspended Matter). Hasil dari titik sampel pengambilan nilai ketiga parameter tersebut, dilihat pada titik tersebut jenis habitat bentik yang hidup serta luasannya. Tahapan yang dilalui selanjutnya adalah peneliti melakukan uji regresi dan uji korelasi antara parameter terhadap luas habitat bentik untuk menganalisis hubungan antara parameter terhadap luas habitat bentik. Peneliti juga melakukan analisis terkait apakah nilai parameter tersebut telah sesuai dengan kebutuhan habitat bentik. Pada pengambilan data di lapang, dilakukan pengambilan data ground check untuk uji akurasi peta, kemudian digunakan metode LIT (Line Intercept Transect) pada 3 stasiun, yaitu goba, barat, dan selatan untuk mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang, dan pengamatan citra untuk mengetahui kondisi ekosistem lamun. Pada pengambilan data lapang, juga dilakukan pengukuran parameter perairan lainnya, yaitu pH dan kecerahan sebagai data pendukung untuk mendeskripsikan kondisi perairan di wilayah kajian. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan nilai rata-rata suhu perairan sebesar 29,46°C, nilai rata-rata salinitas perairan sebesar 29,80 ppm, dan nilai rata-rata TSM sebesar 22,62 mg/l. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan didapatkan hubungan antara parameter dengan luas habitat bentik. Pada perhitungan uji statistik juga diperoleh derajat hubungan yang sangat kuat antara parameter suhu terhadap luas habitat bentik yaitu sebesar 0,785, derajat hubungan yang sedang antara parameter salinitas terhadap luas habitat bentik yaitu sebesar 0,367, serta derajat hubungan yang kuat antara parameter TSM terhadap luas habitat bentik yaitu sebesar -0,729. Hal ini sesuai dengan keadaan habitat bentik yang buruk serta parameter yang buruk pula. Keadaan ekosistem terumbu karang di Pulau Pari, didapatkan nilai tutupan karang pada 3 stasiun yang masuk kedalam kategori sedang (fair). Sedangkan keadaan ekosistem lamun di Pulau Pari, masuk kedalam kategori rusak (miskin)

    Analisis Hubungan Perubahan Garis Pantai Terhadap Habitat Pendaratan Penyu di Pantai Kili-kili, Trenggalek

    No full text
    Penyu adalah fauna yang dilindungi karena populasinya yang terancam punah. Ada 6 jenis penyu di Indonesia, dan semuanya dikategorikan sebagai spesies terancam punah dalam IUCN Red List. Siklus hidup penyu kompleks dan meliputi beberapa habitat, dengan penyu betina kembali ke darat untuk bertelur secara periodik. Konservasi penyu sangat penting dilakukan, dan Kawasan Konservasi Penyu di Kili-kili di Trenggalek merupakan tempat bertelur dan penangkaran penyu. Namun, ancaman terhadap habitat penyu seperti perubahan garis pantai perlu diperhatikan dan teknologi penginderaan jauh dapat membantu memantau perubahan garis pantai. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan garis pantai di Pantai Kili-kili Kabupaten Trenggalek dari tahun 2012-2021 dengan metode DSAS dan pengaruhnya terhadap habitat penyu dengan meninjau faktor bio-fisik pantai. Penelitian dilakukan pada November 2022 dengan metode observasi dan survei pada tanggal 17 Desember 2022. Data yang dikumpulkan mencakup citra satelit, vegetasi pantai, kemiringan pantai, daratan penyu, dan sampel sedimen untuk menghasilkan peta perubahan garis pantai. Analisis data meliputi analisis deskriptif komparatif dan korelasi data untuk melihat hubungan antara perubahan garis pantai dan habitat penyu. Hasil penelitian akan dideskripsikan dalam tabel dan peta. Metode analisis perubahan garis pantai di Pantai Kili-kili menggunakan DSAS dengan rentang waktu 10 tahun, yaitu dari tahun 2012 hingga 2021. Lokasi penelitian dibagi menjadi 3 stasiun dengan metode purposive sampling. Semua pantai di Pantai Kili-kili mengalami penambahan material atau akresi sebesar 84.94%, disebabkan oleh muara Sungai Panggul. Hal ini terlihat dari perubahan garis pantai di stasiun yang berdekatan dengan muara sungai menunjukkan dampak terbesar. Penambahan material dapat berdampak pada habitat penyu, seperti peningkatan lebar pantai yang dapat membuat daerah tidak lagi cocok sebagai tempat bertelur. Kisaran parameter habitat peneluran penyu pada ketiga stasiun penelitian berada pada kisaran yang baik dan memadai untuk menjadi habitat peneluran penyu yang optimal. Tidak ditemukan faktor penghambat yang mengakibatkan penyu enggan untuk melakukan peneluran pada ketiga stasiun tersebut. Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Pantai Kili-kili sebagai habitat peneluran penyu mengalami akresi dan berdampak pada kriteria habitat peneluran penyu. Dapat diketahui pula pada uji regresi, hubungan antara luas perubahan garis pantai dan jumlah temuan ekor penyu memiliki korelasi yang sangat lemah (Multiple R / R = 0,140483593). Hanya sekitar 1,97% variasi dalam jumlah temuan ekor penyu yang dapat dijelaskan oleh perubahan garis pantai (R Square / R2 = 0,01973564). Oleh karena itu, kontribusi perubahan garis pantai terhadap habitat pendaratan penyu sangat minimal. Meskipun demikian, ketiga stasiun penelitian masih layak dan cocok untuk menjadi habitat peneluran penyu
    corecore