5 research outputs found

    Kultur Teknis sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul Bemisia Tabaci Genn. pada Tanaman Kedelai

    Full text link
    Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul Bemisia tabaci Genn. pada Tanaman Kedelai. Salah satu gangguan dalam meningkatkan produksi kedelai adalah serangan hama kutu kebul Bemisia tabaci Gennadius. Kehilangan hasil akibat serangan hama kutu kebul ini dapat mencapai 80%, bahkan pada serangan berat dapat menyebabkan puso (gagal panen). Sebagian besar pengendalian hama kutu kebul pada tanaman kedelai di tingkat petani sampai kini masih mengandalkaninsektisida, namun demikian masih sering gagal karena tidak atau kurang efektif. Pengendalian hama kutu kebul dapat dilakukan dengan penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Prinsip operasional yang digunakan dalam pelaksanaan PHT salah satunya adalah: Budidaya tanaman sehat. Tanaman yang sehat mempunyai ketahanan ekologi yang tinggi terhadap gangguan hama. Pengendalian kultur teknis merupakan tindakan preventif, dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan sasaran agar populasi tidak meningkat sampai melebihi ambang kendalinya. Pengendalian hama kutu kebul secara kultur teknis dapat dilakukan dengan cara: (a) penanaman kedelai lebih awal, (b) penanaman varietas toleran, (c) penanaman tanaman penghalang, misalnya jagung di antara kedelai, (d) sistem pengairan yang teratur misalnya pengairan curah (springkler), (e) pergiliran tanaman bukan inang, dan (f) sanitasi. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengendalian secara bercocok tanam perlu dipadukan dengan teknik-teknik pengendalian hama lainnya sesuai dengan prinsipprinsip PHT

    Potensi Cendawan Entomopatogen Beauveria Bassiana (Balsamo) Vuillemin Untuk Mengendalikan Hama Boleng Cylas Formicarius F. Pada Tanaman Ubijalar

    Full text link
    Potensi Cendawan Entomopatogen Beauveria Bassiana (Balsamo) Vuillemin untuk Mengendalikan Hama Boleng Cylas formicarius F. (Coleoptera: Curculionidae) pada tanaman ubijalar. Ubijalar merupakan salah satu tanaman umbi yang memiliki keunggulan sebagai alternatif penghasil karbohidrat. Hama boleng, Cylas formicarius, merupakan salah satu hama penting pada ubijalar yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas umbi antara 10–80%. Cendawan entomopatogen, Beauveria bassiana, berpotensi sebagai salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT) yang dapat digunakan mengendalikan hama C. formicarius. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa cendawan B. bassiana dapat menyebabkan kematian pada C. formicarius hingga 90% dan efektif mengurangi kehilangan hasil sebesar 5%. Efektivitas cendawan entomopatogen B. bassiana dipengaruhi oleh kerapatan konidia, stadia serangga yang dikendalikan, waktu aplikasi, cara aplikasi serta frekuensi aplikasi. Oleh karena itu, pemanfaatan B. bassiana untuk mengendalikan C. formicarius dengan formulasi yang tepat sertadapat meningkatkan patogenisitas perlu dikaji lebih lanjut

    Tanggapan Planlet Vanili yang Diradiasi dengan Sinar Gamma dan Keragaannya Setelah Diinokulasi dengan Jamur Fusarium Oxysporum F.sp. Vanillae

    Full text link
    Vanilla is one of spice crops and important to world commerce. Indonesia is one of producing and exporting countries for decades. Recently, the planted area tends to decrease due to several factors. One of them is fusarium wilt caused by Fusarium oxysporum fsp. vanillae. The disease ranked among the most devastating disease attacking vanilla plants. The most effective method controlling fusarium wilt is the use of resistant varieties. The study aimed to know responses of vanilla plantlets irradiated by Gamma rays at several doses (0-4 krad). Five months after irradiation, the survival mutant plantlets were inoculated with suspension of the F. oxysporum fsp. vanillae to evaluate their resistance. Data of first concern taken were survival plantlets; number of leave, root, and sucker initiation; and infection intensity. The results indicated that higher the doses, decreased the survival plantlets. The applied doses performed significantly differences on the number of leave, root, and suckerinitiation. The untreated plantlets showed better responses as compared to those treated. Evaluation on their resistance after inoculation indicated that the survival plantlets irradiated at 3 and 1 krad showed lower infection intensity, eventhough variation within a treatment was observed. Evaluation on the individual plantlet basis seemed to be more helpful in order to identify mutant plantlets with better resistance
    corecore